OSTEO MEILITIS
A.       DEFINISI OSTEOMILITIS
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang panjang disebabkan staphylococcus aureus dan Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995).

B.        KLASIFIKASI OSTEOMILITIS
1.         Osteomielitis Primer
Penyebarannya hematogen, mikroorganisme dari fokus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
2.         Osteomielitis Sekunder
Penyebaran kuman dari sekitarnya akibat bisul, luka fraktur
Berdasarkan lama infeksi
1.         Akut
Terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama sering pada anak dan komplikasi infeksi di dalam darah. Terbagi 2:
a.        Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah.
b.        Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma atau pembedahan.
2.         Sub akut
Terjadi dalam 1 2 bulan sejak infeksi pertama.
3.         Kronis
Terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama pada orang dewasa karena trauma.
Osteomyelitis menurut penyebabnya (biogenic)
1.      Staphylococcus (orang dewasa)
2.      Streplococcus (anak anak)
3.      Pneumococcus dan Gonococcus

C.        ETIOLOGI OSTEOMILITIS
1.      Bakteri (Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella dan Proteus)
2.      Virus
3.      Jamur
(Smeltzer, Suzanne C,  2002).
Osteomyelitis terjadi melalui 3 cara
1.         Aliran darah (anak, ujung tulang tungkai & lengan; dewasa, tulang belakang & panggul).
2.         Penyebaran langsung (Fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak)
3.         Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya



D.       PATOFISIOLOGI OSTEOMILITIS
Respons inisial tahap infeksi à inflamasi, peningkatan faskularisasi & edema à 2/3 hari thrombosis pada pembuluh darah à iskemia dengan nekrosis tulang à peningkatan tekanan jaringan & medulla à Infeksi ke kavitas medularis & ke bawah periosteum à menyebar ke jaringan lunak/sendi disekitarnya.

E.        MANIFESTASI OSTEOMILITIS
a.    Fase akut
Fase infeksi 10 15 hari. Panas tinggi, nyeri tulang dekat sendi, tidak dapat menggerakan anggota tubuh.
b.    Fase kronik
Rasa sakit tidak begitu berat, anggota yang terkena merah dan bengkak dengan pus.

F.         PEMERIKSAAN PENUNJANG OSTEOMILITIS
1.    Pemeriksaan darah (Leukosit meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah)
2.    Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus (menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti uji sensitivitas)
3.    Pemeriksaan feses (Dilakukan bila terdapat kecurigaan infeksi bakteri salmonella)
4.    Pemeriksaan biopsy tulang (Proses pengambilan contoh tulang untuk tes)
5.    Pemeriksaan ultra sound (efusi pada sendi)
6.    Pemeriksaan radiologis
7.    Pemeriksaan tambahan
a.      Bone scan : minggu pertama
b.      MRI          : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus terang pada T2,
                   kemungkinan osteomielitis.

G.       PENATALAKSANAAN MEDIS OSTEOMILITIS
Terapi
Rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Pemberian antibiotic
1.         Melalui oral (mulut)
2.         Melalui infuse : diberikan selama 2 minggu, diganti menjadi melalui mulut. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan dan mengeluarkan nanah yang ada. Setelah itu, irigasi secara kontinyu dan dipasang drainase. Teruskan pemberian antibiotik selama 3 4 minggu hingga nilai laju endap darah (LED) normal.

H.       KOMPLIKASI OSTEOMILITIS
1.    Dini
a.    Kekakuan permanen pada persendian terdekat
b.    Abses masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
c.    Atritis septik
2.    Lanjut
a.    Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran dan penurunan fungsi tubuh.
b.    Fraktur patologis
c.    Kontraktur sendi
d.    Gangguan pertumbuhan

ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOMILITIS
A.       Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri b/d inflamasi dan pembengkakan
2.    Gangguan mobilisasi fisik b/d nyeri, alat imobilisasi
3.    Resiko terhadap penyebaran infeksi b/d pembentukan abses tulang
4.    Gangguan intergritas kulit b/d efek pembedahan ; imobilisasi

B.        Intervensi
Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
-       Intervensi Keperawatan
Mandiri
·           Kaji karakteristik nyeri: lokasi, durasi, intensitas nyeri.
·           Atur posisi imobilisasi pada daerah nyeri sendi atau nyeri di tulang yang mengalami infeksi.
·           Ajarkan  relaksasi & distraksi
·           Amati perubahan suhu setiap 4 jam.
·           Kompres air hangat
Kolaborasi :
·           Pemberian obat obatan analgetik    
Gangguan mobilisasi fisik b/d nyeri, alat imobilisasi
-       Intervensi Keperawatan
Mandiri
·           Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
·           Tinggikan ekstremitas yang sakit
·           Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak.
·           Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
·           Ubah posisi secara periodik
Kolaborasi :
·           Fisioterapi
Resiko terhadap penyebaran infeksi b/d pembentukan abses tulang, kerusakan kulit
-       Intervensi Keperawatan :
·           Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya kontinuitas
·           Berikan perawatan luka
·           Kaji tonus otot, reflek tendon.
·           Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal atau enterna ekstermitas cedera
Kolaborasi :
·           Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokter
·           Berikan obat atau antibiotik sesuai indikasi


OSTEOPOROSIS
A.       DEFINISI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis berasal dari kata osteo artinya tulang dan porous berarti berlubang lubang atau keropos yaitu penyakit berupa massa tulangnya yang berkurang. Kepadatan tulang max. 30 tahun.

B.        FAKTOR RESIKO OSTEOPOROSIS
1.    Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a.    Usia (lansia)
b.    Jenis Kelamin (wanita 3 kali lebih sering terjadi dibandingkan priakarena faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.
c.    Ras (resiko = Kulit putih)
d.    Keturunan
e.    Bentuk tubuh (skoliosis vertebra, wanita 50 – 60 thn dengan densitas tulang rendah & di atas 70 thn dgn BMI = body mass index {BB/TB})
2.    Faktor resiko yang dapat diubah
a.    Merokok
b.    Defisiensi vitamin dan gizi (protein); nikotin, melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang.
c.    Gaya hidup (Aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi)
d.    Gangguan Makan
e.    Menopause dini (46 thn) & hormonal (estrogen menurun, reabsorpsi tulang cpt).

C.        HORMON DI DALAM TULANG
1.    Estrogen
2.    Testosteron (rendah = mengalami hipogonadisme)
3.    Hormon paratiroid (Dihasilkan kelenjar paratiroid di leher, mengendalikan pergerakan kalsium dan fosfat di antara tulang dan darah untuk kekuatan kompresi {tekanan di dalam tulang}).
4.    Kalsitonin (Kalsitonin yang diproduksi kelenjar tiroid adalah hormone yang menonaktifkan sel yang merusak tulang).
5.    Kalsitriol (mencegah hilangnya massa tubuh dan mengurangi resiko patah tulang belakang).

D.       KLASIFIKASI OSTEOPOROSIS
1.    Osteoporosis primer, bukan keadaan patologis (alami)
a.    Tipe 1, [wanita pascamenopause (55 65 thn)].
b.    Tipe 2, [lanjut usia > 65 th]
2.    Osteoporosis sekunder, karena penyakit dan obat obatan, misalnya glukokortikoid.
3.    Osteoporosis idiopatik, idiopatik = belum diketahui penyebabnya.
a.    Usia kanak kanak (juvenil)
b.    Usia remaja (adolesen)
c.    Wanita pra menopouse
d.    Pria usia pertengahan

E.        ETIOLOGI OSTEOPOROSIS
Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan serta obat seroid mengakibatkan hilangnya kalsium. Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita pascamenopause beresiko osteoporosis. Estrogen, mencegah hilangnya kalsium tulang dan merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas. Pada pria, hormon testosteron membantu penyerapan kalsium. Faktor lain = kandungan kalsium di dalam makanan.
Klasifikasi etiologi dari Osteoporosis
1.    Genetik (orang kulit hitam struktur tulang lebih kuat dari pada bangsa kulit putih Kaukasia).
2.    Faktor mekanis (bertambahnya beban = menambah massa tulang dan berkurangnya beban = berkurangnya massa tulang).
3.    Faktor makanan dan hormone
4.    Kalsium (kehilangan estrogen masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium negative (25 mg kalsium sehari).
5.    Protein (makanan yang kaya protein = meningkatkan ekskresi kalsium).
6.    Estrogen (berkurangnya= gangguan keseimbangan kalsium, disebabkan menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan konservasi kalsium di ginjal).
7.    Rokok dan kopi
8.    Alkohol (masukan kalsium rendah & ekskresi lewat urin meningkat).
Penyebab osteoporosis (Junaidi, 2007)
a.    Osteoporosis pascamenopause (kurangnya hormon estrogen, produksinya menurun 2 – 3 thn sebelum serta 3 – 4 thn setelah menopouse à masa tulang menurun 1 - 3% dlm 5 – 7 thn pertama menoposue).
b.    Osteoporosis senilis (akibat kekurangan kalsium dan ketidakseimbangan kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast) à wanita lansia.
Osteoporosis sekunder (disebakan oleh keadaan medis lain à gagal ginjal & kelainan hormonal (tiroid berlebihan); obat obatan (kortikosteroid, barbiturat, anti kejang)
c.    Osteoporosis juvenil idiopatik (terjadi pada anak & dewasa muda à kadar dan fungsi hormon, vitamin yang normal & tidak punya penyebab rapuhnya tulang).

F.         MANIFESTASI KLINIS OSTEOPOROSIS
1.    Nyeri dengan atau tanpa fraktur (pergelangan tangan, panggul dan vertebra).
2.    Nyeri timbul mendadak
3.    Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang
4.    Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur
5.    Nyeri ringan à bangun tidur & bertambah à aktivitas/pergerakan salah.
6.    Deformitas vertebra thorakalis à penurunan tinggi badan à kompresi fraktur asimtomatis pada vertebra.

G.       PATOFISIOLOGI OSTEOPOROSIS
Dalam keadaan normal proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling).  Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar daripada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis. Sesudah manusia berumur 45 50 thn, penipisan tulang bagian korteks à 0,3 0,5% pertahun. Pria seusia wanita menopause massa tulang à 20 30%, & wanita à 40 50%.

H.       KOMPLIKASI OSTEOPOROSIS
1.    Hospitalisasi
2.    Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, kolumna vertebralis & panggul.

I.          PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK OSTEOPOROSIS
1.    Radiologik (menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif).
2.    Densitas massa tulang (Densitometri) à menilai densitas massa tulang
Normal
:
Nilai T pada BMD > -1
Osteopenia
:
Nilai T pada BMD antara -1 dan -2,5
Osteoporosis
:
Nilai T pada BMD < -2,5
Osteoporosis Berat
:
Nilai T pada BMD , -2,5 dan ditemukan fraktur





Metode menilai densitas massa tulang
a.    Single-Photon Absortiometry (SPA) à energi poton rendah, bagian tulang yang punya jaringan lunak yg tidak tebal à distal radius dan kalkaneus.
b.    Dual-Photon Absorptiometry (DPA)à photon 2 tingkat energi, jaringan lunak yang cukup tebal à daerah leher femur dan vetrebrata.
c.    Quantitative Computer Tomography (QCT)à densitometri paling ideal, mengukur densitas tulang secara volimetrik.
3.    Sonodensitometri (menilai densitas perifer dengan gelombang suara dan tanpa resiko radiasi).
4.    Magnetic Resonance Imaging (MRI), menilai densitas tulang trabekula 2 langkah à T1 sumsum tulang à menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula & T2 à menilai arsitektur trabekula.
5.    Biopsi tulang dan Histomorfometri à kelainan metabolisme tulang.
6.    Radiologis
7.    CT Scan (mengukur densitas tulang secara kuantitatif, mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 à fraktur vetebra atau penonjolan, mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 à hampir semua klien fraktur).
8.    Pemeriksaan Laboratorium
a.    Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.     Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c.    Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d.    Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga à kadarnya.

J.          PEMERIKSAAN PENUNJANG OSTEOPOROSIS
1.    Penilaian massa tulang.
2.    Pemeriksaan Radiomorfometri vertebra à pelvis à metakarfal.

K.        PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.
1.    Terapi hormon pengganti bagi osteoporosis
2.    Terapi non-hormonal bagi osteoporosis
a.    Bisfosfonat à menonaktifkan sel penghancur tulang
b.    Etidronat
c.    Alendronat, efek samping à diare, rasa sakit & kembung perut dan gangguan tenggorokan.
d.    Vitamin D, D3 à kulit saat terkena sinar matahari & D2 à makanan
e.    Kalsitriol à mencegah hilangnya massa tulang & mengurangi resiko patah tulang belakang

L.         PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
1.    Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah efektif
2.    Konsumsi vitamin D
3.    Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) à kepadatan tulang.
4.    Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang

ASKEP OSTEOPOROSIS
Masalah keperawatan
1.    Nyeri b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra.
2.    Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
3.    Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
4.    Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak.
5.    Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergangtungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi.
6.    Ketidakefektifan koping b/d gaya hidup atau perubahan peramn yang aktual atau dirasakan.
7.    Defisiensi pengetahuan b/d salah persepsi atau kurang informasi.
Rencana dan Implementasi keperawatan
Dx. 1. Nyeri b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra
Intervensi
-       Pantau tingkat nyeri pada punggung,
-       Ajarkan pada klien tentang alternatif lain untuk mengurangi nyerinya.
-       Kaji obat-obatan untuk mengatasi nyeri
Dx. 2 Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
Intervensi
-       Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada
-       Bantu klien jika diperlukan latihan.
-       Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari-hari
Dx. 3 Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
Intervensi
-       Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya
-       Berikan dukungan ambulasi sesuai dengan kebutuhan
-       Bantu klien untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara hati-hati

SINDAKTILI (jari dempet)
DEFINISI SINDAKTILI
Sindaktili à kelainan jari berupa pelekatan dua jari/lebih (jari telunjuk dengan jari tengah, jari tengah dengan jari manis/ketiganya) à telapak tangan seperti kaki bebek/ angsa (1 : 2.500)

ETIOLOGI SINDAKTILI
a.    Kelainan Genetik dan Kromosom
b.    Faktor Mekanik à pada janin selama kehidupan intrauterin à kelainan bentuk organ tubuh
c.    Faktor Obat à trimester pertama, thalidomide à fokomelia atau mikromelia
d.    Faktor Radiasi
e.    Faktor Gizi
f.     Faktor Faktor Lain à masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau hipertermia

PATOFISIOLOGI SINDAKTILI
Awal perkembangan janin, selaput jari kaki normal à 16 minggu kehamilan, apoptosis (kematian sel) berlangsung à enzim menghilangkan selapu à proses ini tidak terjadi sepenuhnya antara semua jari tangan/kaki sehingga selaput tersebut menetap.
Sindaktili disebabkan gen homozigot (karier) melakukan perkawinan dengan sesamanya, kemungkinan anaknya adalah :
P : Ss (normal karier) >< Ss (normal karier)
G : S dan s
F1 :
SS = sindaktili
Ss = normal karier
Ss = normal karier     
ss = normal
Anaknya normal : sindaktili = 3 : 1.



MANIEFESTASI KLINIS SINDAKTILI
Bentuknya ada yang pelekatannya hanya sepertiga dari panjang jari, atau sepanjang jari saling melekat. Pelekatan pada jaringan kulit, tendon (jaringan lunak), bahkan pada kedua tulang jari yang bersebelahan.

PENATALAKSANAAN SINDAKTILI
Operasi pemisahan pada jari jari à anak berumur 12 18 bulan.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SINDAKTILI
Diagnosa Keperawatan
a.    Pre Operasi
1)        Ansietas b/d rencana pembedahan.
2)        Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
3)        Harga diri rendah b/d kelainan kongingetal
b.   Post Operasi
1)        Nyeri b/d insisi pembedahan.
2)        Gangguan integritas kulit b/d tindakan pembedahan.
3)        Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tindakan pembedahan.
4)        Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
Intervensi Keperawatan
a.    Pre Operasi
1)   Ansietas b/d rencana pembedahan.
Intervensi :
a)   Informasikan pasien / orang terdekat tentang peran advokat perawat intraoperasi.
b)   Identifikasi tingkat rasa takut yang mengharuskan dilakukannya penundaan prosedur pembedahan.
c)    Validasi sumber rasa takut.
2)   Kurang pengetahuan (kebutuhan untuk belajar) mengenai kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi.
Intervensi :
a)   Kaji tingkat pemahaman pasien.
b)   Tinjau ulang patologi khusus dan antisipasi prosedur pembedahan.
c)    Gunakan sumber-sumber bahan pengajaran, audiovisual sesuai keadaan.
3)   Harga diri rendah b/d kelainan kongingetal
Intervensi :
a)   Pantau pernyataan pasien tentang penghargaan diri
b)   Tentukan rasa percaya diri pasien dalam penilaian diri
b.   Post Operasi
1)   Nyeri b/d insisi pembedahan
Intervensi :
a)   Kaji karakteristik, lokasi dan intensitas nyeri klien (skala 0-10).
b)   Ajarkan teknik relaksasi seperti : imajinasi, musik yang lembut.
c)    Berikan posisi yang nyaman.
d)   Kolaborasi dengan medik pemberian analgetik.
2)   Gangguan integritas kulit b/d tindakan pembedahan
Intervensi :
a)   Kaji daerah sekitar luka, apakah ada pus, atau jahitan basah
b)   Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan integritas kulit
c)    Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.
3)   Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tindakan pembedahan
Intervensi :
a)   Tetap pada fasilitas control infeksi, sterilisasi dan prosedur / kebijakan aseptic
b)   Uji kesterilan semua peralatan
c)    Identifikasi gangguan pada teknik aseptik dan atasi dengan segera pada waktu terjadi.

POLIDAKTILI (jari banyak >5)
DEFINISI POLIDAKTILI
Polydactyl/ hyperdactyly berasal dari bahasa yunani kuno Polus = banyak dan daktulos = jari X oligodactyly (jari terlalu sedikit atau kaki).
Polidaktili adalah terjadinya duplikasi jari jari tangan dan kaki melebihi dari biasanya à jaringan lunak metacarpal & phalang sendiri à 1 : 1.000. Jari 6 à seksdaktili & 7 à heksadaktili à diwariskan oleh gen autosomal dominan P.
                  (normal)                    (heterozigot)
p                   pp        x                   Pp
                                 normal                       polidaktili
            F1        Pp = polidaktili (50%)
                        pp = normal (50%)
ETIOLOGI POLIDAKTILI
Kegagalan pembentukan bagian à kegagalan diferensiasi àduplikasi berlebih à sindrom penyempitan pita congenital àkelainan tulang umum à keturunan àcacat genetik.

FAKTOR TERJADINYA POLIDAKTILI
1.    Kelainan Genetik dan Kromosom
2.    Faktor Teratogenik, bahasa Yunani à membuat monster. Teratogenik à perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan à kerusakan embrio à pembentukan organ tidak sempurna.
Bahan teratogenik
a.    Fisik à radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X.
b.    Kimia à alkohol
c.    Biologis à TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalo virus & herpes)

KLASIFIKASI POLIDAKTILI
1.    Polidaktili postaxial
2.    Polidaktili preaxial
3.    Polidaktili central

1.    Polidaktili postaxial à kelingking
a.    Duplikasi jari jari (Stelling & turez)
1)   Tipe I à tambahan soft-tissue mass, tidak ada pertumbuhan tulang tambahan pada tangan, sering tidak terdapat tulang, sendi/tendon & dihubungkan pada tangan oleh narrow pedicle.
2)   Tipe II à sebagian/seluruh jari terduplikasi dgn normal, kartilasgo/komponen otot à duplikasi dr 1 buah jari.
3)   Tipe III à seluruh jari dgn metacarpal & komponen soft tissue terduplikasi.

b.    Turunan (Temtamy & Mc Kusick)
Pada tipe A à jari tambahan tumbuh penuh. Pada tipe B à jari tambahan tumbuh tidak sempurna & bercabang. Polidaktili tipe A à polidaktili tipe A/B, Polidaktili tipe B à polidaktili tipe B
c.    Hubungan kelainan dan Gejala
Kulit hitam à duplikasi jari kelingking, deformitas terisolasi tanpa ada hubungan ketidaknormalan & bilateral. Kulit putih à polidaktili postaxial, sering dihubungkan dgn berbagai kelainan & gejala.
Polidaktili ibu jari dilihat dalam dua tipe acrocephalopolysyndactyly – tipe Noack à turunan dominan & tipe Carpenter à turunan resesif.
Gejala polidaktili ibu jari à Fanconi’s dan Holt Oram. Tangan à distrofi kuku, brachidaktili, tidak ada ibu jari, triphalangeal ibu jari dari kontralateral tangan & kebalikan/cermin tangan.
2.    Polidaktili Preaxial à ibu jari (kulit hitam : kulit putih = 0.08/1000)
Klasifikasi (Wassel)
a.    Tipe I à phalanx distal bercabang (sangat jarang 2 %)
b.   Tipe II à phalanx distal berduplikasi (15%)
c.    Tipe III àphalanx proksimal bercabang tetapi phalanx distal berduplikasi (6 %)
d.   Tipe IV à sering terjadi (43%), phalanx proksimal maupun phalanx distal berduplikasi
e.    Tipe V à (10%), metakarpal dari ibu jari bercabang& kedua phalanx distal & proksimal berduplikasi
f.     Tipe VI à(4%) metakarpal ibu jari dan kedua phalanx distal & proksimal berduplikasi
g.    Tipe VII à(2 %) ibu jari hanya memiliki 3 ruas phalanx.

3.   Polidaktili sentral
Duplikasi dari jari telunjuk, jari tengah & jari manis. Kelebihan jari tengah dan jari manis sering disembunyikan dalam jaringan antara penghubung jari – jari yg normal.

B.      MANIFESTASI KLINIS POLIDAKTILI
1.    Ditemukan sejak lahir
2.    Terjadi pada salah satu/kedua jari tangan/kaki
3.    Jari tambahan bisa melekat pada kulit/saraf sampai ke tulang.
4.    Jari tambahan bisa terdapat di jempol (paling sering) dan keempat jari lainnya.
5.    Dapat terjadi bersamaan dengan kelainan bawaan lainnya, walaupun jarang.
C.      PATOFISIOLOGI POLIDAKTILI
Kelainan kromosom saat pembentukan organ tubuh janin à ibunya banyak mengonsumsi makanan mengandung bahan pengawet à gangguan pertumbuhan.
 Bila seorang laki laki polidaktili heterozigotik X perempuan normal à polidaktili 50% (teori mendel). Ayah polidaktili (heterozigot) Pp x, ibu normal homozigot (pp) à polidaktili (heterozigot Pp) 50%, normal (homozigot pp) 50%.

PENATALAKSANAAN POLIDAKTILI
1.    Tindakan pembedahan
2.    Pemeriksaan rontgen àjari tambahan mengandung struktur tulang & menentukan perubahan terjadi saat operasi.
 
ASUHAN KEPERAWATAN PADA POLIDAKTILI
Diagnosa Keperawatan
a.    Pre Operasi
1)   Gangguan konsep diri b/d anomali kongenital / perubahan bentuk tubuh (kaki/tangan)
2)   Ansietas b/d dengan rencana pembedahan
3)   Kurang pengetahuan b/d ketidaktahuan keluarga mengenai penyakit atau pengobatan.
b.   Pasca Operasi
1)   Nyeri b/d luka pascaoperasi
2)   Kerusakan integritas kulit b/d pembedahan
3)   Resiko infeksi b/d tindakan pembedahan
Intervensi Keperawatan
a.    Pre Operasi
1)   Gangguan konsep diri b/d anomali kongenital / perubahan bentuk tubuh
Intervensi :
-            Dorong individu mengekspresikan perasaan
-       Dorong individu untuk bertanya menegenai masalah, penanganan, perkembangan,
prognosis kesehatan
-       Beri informasi yang dapat dipercaya dan perkuat informasi yang sudah diberikan
2)   Ansietas b/d dengan rencana pembedahan
Intervensi:
-  Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
-  Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan ketakutannya
-   Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medic
-  Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
3)   Kurang pengetahuan b/d ketidaktahuan keluarga mengenai penyakit atau pengobatan
Intervensi :
-  Pengajaran, proses penyakit
-  Lakukan penilaian tingkat pengetahuan pasien dan pahami isinya
-  Tentukan motivasi pasien  untuk mempelajari informasi khusus
b.   Pasca Operasi
1)   Nyeri b/d luka pasca operasi
Intervensi :
-       Kaji skala nyeri klien
-       Dengarkan dengan penuh perhatian mengenai nyeri
-       Ajarkan strategi relaksasi khusus
-       Berikan terapi analgesic
2)   Kerusakan integritas kulit b/d tindakan pembedahan
Intervensi :
-  Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet
-  Bersihkan kulit saat terkena kotoran
-  Minimalkan terpajannya kulit pada lembab
3)      Resiko infeksi b/d tindakan pembedahan
Intervensi :
-  Kurangi organisme yang masuk ke individu
-  Lindungi individu yang mengalami defisit imundari infeksi
-  Kurangi kerentanan individu terhadap infeksi
-  Amati manifestasi klinis infeksi

TB TULANG (Arthritis septic)
DEFINISI ARTRITIS SEPTIK
Artritis Septik à sendi yg mengalami infeksi akibat penyebaran infeksi itempat tubuh lain/akibat trauma. Sendi yg terkena (tulang belakang = 50-70 %) à sendi lutut, pinggul, pergelangan kaki, jari jari & sendi bahu.

ETIOLOGI ARTRITIS SEPTIK
Organism
Number of cases
Staphylococcus aureus
Haemophilus influenza
Haemophilus para-influenza
Streptococcus pyogenes
Califorms
Streptococcus pneumonia
Streptococcus viridians
Staphylococcus albus
Anaerobic Gram-positive cocci
Meningococcus
27
10
3
8
2
2
1
1
1
1

STADIUM ARTRITIS SEPTIK (Apley)
1.    Akut à peradangan local à kemerahan, pembengkakan sendi, atropi otot,
2.    Penyembuhan à panas & nyeri menghilang serta terjadi klasifikasi pada tulang.
3.    Residual àpenyembuhan penyakit sebelum kerusakan pada sendi à penyembuhan sempurna, telah terjadi kerusakan à fibrosis & deformitas sendi.

FAKTOR RESIKO ARTRITIS SEPTIK
Diabetes Melitus à umur > 80 tahun à infeksi kulit tanpa protesis à tindakan bedah persendian à artritis rheumatoid + pengobatan imunosupresif àprotesis pada sendi lutut & panggul disertai serta tanpa infeksi kulit

MANIFESTASI KLINIS ARTRITIS SEPTIK
Demamàbengkak sendi ànyeri sendi hebat à kelemahan umum à kaku dan gangguan fungsi sendi.

PATOFISIOLOGI ARTRITIS SEPTIK (Kumar)
1.    Implantasi
Bakteri dalam tulang à bila daya tahan tubuh menurun à bakteri berduplikasi à koloni 6 – 8 minggu à daerah paradiskus & pada anak sentral vertebra.

2.    Destruksi Awal
Destruksi korpus vertebra & penyempitan pada diskus à3 – 6 minggu.
3.    Destruksi Lanjut
Destruksi massif à kolaps vertebra à terbentuk massa kaseosa & pus à berbentuk cold abses (abses dingin) à 2 – 3 bulan setelah stadium destruksi awal à sekuestrum & kerusakan diskus intervertebralis à terbentuk tulang baji di sebelah depan à akibat kerusakan korpus vertebra à kifosis atau gibus.
4.    Gangguan neurologis
Ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis & ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra thorakalis mempunyai kanalis spinalis à lebih kecil à gangguan neurologis lebih mudah terjadi.
Derajat kerusakan paraplegia
Derajat I     : kelemahan anggota gerak bawah à aktifitas/berjalan jauh à belum terjadi
                     gangguan saraf sensoris.
Derajat II    : kelemahan anggota gerak bawah à penderita masih dapat bekerja
Derajat III   : kelemahan pada anggota gerak bawah & hipestesi/anesthesia
Derajat IV  : saraf sensoris & motoris à gangguan defekasi & miksi.
5.    Deformitas residual
Terjadi kurang lebih 3 – 5 tahun à stadium implantasi à kifosis/gibus permanen à kerusakan vertebra masif di sebelah depan.

PENATALAKSANAAN ARTRITIS SEPTIK
1.    Dugaan arthritis bacterial à aspirasi cairan sendi à analisis, pewarnaan gram & kultur cairan sendi.
2.    Cairan sendi bersifat purulen & ditemukan bakteri pewarnaan gram à antibiotik berspektrum luas (penicilin).
-       Cocus gram positif à vankomisin.
-       Gram negatif à golongan aminoglikosida/penicili anti pseudomonas atau cephalosporin geenerasi ke 3.
-       Bakteri gram negatif pada org muda sehat à penicillin/septriakson.
-       Neonates & anak <2 tahun à antibiotik mematikan H. influenzae, S. Aureus & streptokokus grup B.
3.    Ada hasil kultur cairan sendi à antibiotic diganti à sesuai dosis adekuat.
4.    Joint drainage harus dilakukan dengan baik à aspirasi jarum, artroskopi/artrotomi.
5.    Tindakan bedah harus dipertimbangkan jika à infeksi koksae pada anak anak à sendi sulit dilakukan joint drainage secara adekuat à bersamaan dengan osteomielitis à infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ATRITIS SEPTIC
1.   Foto rontgen à hilangnya sudut anterior superior/inferior dari badan vertebraà  hilangnya rongga antar vertebra.
2.   Tes darah à titer anti stafilococus dan anti streptolisisn hemolisin, tifoid, paratifoid & bruselosis àleukosit = 50.000/mm3 (nilai normal : 4.000 10.000/mm3).
3.   Biopsi jrum
4.   Pemeriksaan MRI à melihat jaringan lunak (diskus intervertebralis, ligamentum flavum) à lesi sumsum tulang belakang.
5.   Pemeriksaan CT Scan à mielografi à gejala penekanan sumsum tulang belakang.

ASKEP ARTRITIS SEPTIC
Diagnosa Keperawatan
a.    Hambatan mobilitas fisik yang b/d paraplegia, paralysis ekstremitas bawah.
b.    Nyeri b/d kompresi saraf dan reflex spasme otot sekunder pada tulang belakang.
c.    Hipertermi b/d proses peradangan pada sendi
d.    Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran.
Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Hambatan mobilitas fisik yang b/d paraplegia, paralysis ekstremitas bawah.
Intervensi :
-       Ajarkan pasien tentang & pantau alat bantu mobilitas
-       Ajarkan & bantu pasien dalam proses pemindahan
-       Berikan analgesic sebelum memulai aktivitas.
Dx. 2 Nyeri b/d kompresi saraf dan reflex spasme otot sekunder pada tulang belakang.
Intervensi :
-       Minta pasien untuk menyebutkan skala nyeri (0 – 10)
-       Kaji dampak agama & linkungan terhadap nyeri
-       Instruksikan kepada pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang nyeri tidak tercapai

Dx.3 Hipertermi b/d proses peradangan pada sendi
Intervensi :
-       Pantai hidrasi
-       Pantau TTV
-       Pantau suhu minimal 2 jam sesuai kebutuhan
Dx. 4 Ansietas b/d krisis situasional, ancaman terhadap konsep diri, perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran.
Intervensi :
-       Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan klien setiap 4 jam sekali
-       Sediakn informasi yg faktual ttg diagnosis, erawatan & prognosis
-       Beri pengobatan untuk mengurangi ansietas

0 comments :

Post a Comment