BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Organisasi pelayanan keperawatan merupakan salah satu bagian penting dalam oragnisasi pelayan kesehatan. Organisasi pelayanan keperawatan memegang kendali dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini, disebabkan jumlah tenaga perawat yang ada mencapai kisaran 40 % dari jumlah sumber daya manusia yang ada dipelayanan kesehatan (Depkes, 2002). Bahkan, menurut Huber (2006), pelayanan kesehatan dirumah sakit sebanayk 90 % berupa pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan yang ada.
Faktor mausia menjadi titik penting dalam terselenggaranya roda organisasi pelayanan keperawatan. Manusia merupaakn modal utama suatu organisasi. Berhasil taupun rusaknya organisasi ditentukan oleh manusianya. Untuk itu, seorang manejer keperawatan dituntut untuk dapat mengelola sumber daya manusia yang ada supaya dapat bekerja secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berbagai upaya dan pendapat relah dilakukan oleh banyak ahli manajemen tentang bagaimana mengelola sumber daya manusia yang ada didalam organisasi. Upaay yang telah dilakukan adalah dengancara menggerakkan orang-orang yanga ad di dalam organisasi.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa istilah yang telah dikemukakan oleh ahli maajemen berikut, Henry fayol mengatajkan bahwa bawahan perlu digerakkan secara otokratis. Dalam tulisannya, Fayol menyebutkan istilah commanding. Ada juga menggunakan istilah directing sebagi upaya menggerakkan bawahan (siagian, 2007). Sedangkan, George R. Terry menggunakan istilah actuating sebagai upaya menggerakkan bawahan. Bahkan, ada yang memeakai istilah motivating dan juga influencing.






B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian pengarahan ?
2.      Apa tujuan pengarahan ?
3.      Apa yang terdapat dalam unsur-unsur pengarahan ?
4.      Bagaimaan bentuk dari kepuasan kerja ?

C.    Tujuan
1.      Menjelaskan tentang definisi pengarahan.
2.      Menjelasakan tujuan pengarahan.
3.      Menjelaskan unsur-unsur yang terdapat dalam pengarahan.
4.      Menjelaskan bnetuk kepuasaan kerja.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian pengarahan
Pengarahan meruapakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam majemen, pengarahan ini bersifat sangat kompleks karena disamping menyangkut manusia juga, menyangkut berbagai tingkah laku manusia yang berbeda-beda (Muninjaya, 1999).

B.     Tujuan pengarahan
Menurut Muninjaya (1999), terdapat lima tuuan dan fungsi pengarahan yaitu sebagai berikut.
1.    Pengarahan bertujuan menciptakan kerjasama yang lebih efisien.
Pengarahan memungkinkan terjadinya komunikasi antara atasan dan bawahan. Manajer keperawatan setingkat kepala ruangan yang mampu menggerakkan dan mengarahkan bawahannya akan memberikan kontribusi dalam meningkatkan efisiensi kerja. Sebagai contoh, kegiatan supervisi tindakan keperawatan akan dapat mengurangi atau meminimalisasi kesalahan tindakan sehingga akan dapat meminimalisasi bahan, alat, atau waktu tindakan bila dibandingkan jika terjadi kesalahan karena tidak ada supervisi.
2.    Pengeraahan bertujuan mengembangkan kemampuan dan keterampilan staf.
Banyak halyang terkait dengan kegiatan pengarahan didalam ruang perawatan akan dapat memberikan peluang bagi yang diberikan delegasi untuk mengerjakan tugas dan tanggung tjawab secara otonomi.
3.    Pengarahan bertujuan menumbuhkan rasa memiliki dan menyukai pekerjaan.
Perawat yang diarahkan jika salah, diberi motivasi jika kinerja menurun, dan diberi apresiasi atas hasil kerja akan memberikan penguatan rasa memiliki dan menyukai pekerjaannya.
4.    Pengarahan bertujuan mengusahakan suasana lingkungan kerja yang dapat meningkatkan motivasi dan prestasi kerja staf.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, dan menciptakan hubungan interpersonal yang harmonis. Selain itu, kepemimpinan yang adil merupakan kunci sukses dalam memberikan motivasi kerja dan meningkatkan prestasi kerja perawat bawahan.
5.    Pengarahan bertujuan membuat organisasi berkembang lebih dinamis.
Uraian-uraian tadi jika mampu diterapkan di ruang perawatan, dapat mengembangkan organisasi pelayanan keperawatan dinamis.

C.    Unsur-unsur pengarahan
Pengarahan atau juga disebut “penggerakan” merupakan upaya memengaruhi bawahan agar melakukan sesuatu untuk mencaapi tujuan yang telah di tetapkan. Guna mengarahkan atau menggerakakan bawahan, ada beberapa unsur yang perlu dipahami atau diperhatikan bagi seorang manejer, termasuk manager keperawatan. Berikut adalah unsur-unsur penggerakan yang dimaksud.
1.    Kepemimpinan
a.       Pengertian
Menurut Harsey, Blanchard dan Johnson (1999 dalam Huber, 2006), kepemimpinan adalah proses memengaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam upaya mencapai tujuan paad suatu situasi. Sedangkan menurut Hasibuan (2005), kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Toner (1982) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Talbott (1971 dalam Swasnburg, 1993) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah bumbu vita yang mengubah sekelompok orang menjadi suatu organisasi yang berfungsi dan berguna.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kepemimpinana menyangkut tiga hal:
1)      Kepemimpinan menyangkut orang lain
ð  Orang lain disini maksudnya adalah bawahan. Kepemimpinan seorang manejer keperawatan akan efektif jika bawahan bersedia menerima pengarahan dari pemimpinnya. Bawahan sangat menetukan kedudukan pemimpin dan menetukan pula jalannya proses kepemimpinan
2)      Kepemimpinan menyangkut pembagian kekuasaan yang tidak seimbang antara pemimpin dan bawahan
ð  Seorang pemimpin berwenang dalam mengarahkan secara langsung terhadap kegiatan bawahan, tetapi bawahan tidak dapat mengarahkan secara langsung kegiatan pemimpin walaupun dapat melalui berbagai cara secara tidak langsung.
3)      Kepemimpinan menyangkut pengaruhnya kepada bawaahan.
ð  Seorang pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahannya, tetapi juga dapat memengaruhi bawahan agar mau bertindaka atau bekerja dengan baik dan tepat.
b.      Sifat-sifat kepemimpinan
Beberapa sumber menyebutkan dan beranggapan bahwa sifat-sifat kepemimpinan yang dimiliki seorang merupakan pembawaab sejak lahir bukan karena dibuat. Artinya, seseorang dilahirkan sejak lahir bukan karena dibuat. Artinya, seseorang dilahirkan sudah membawa atau tidak membawa sifat-sifat pemimpin. Akan tetapi, ternyata banyak keterbatasan tentang pendekatan kesifatan ini. Hal ini terbukti bahwa banyak tokoh (pemimpin) dunia yang mempunyai sifat kepemimpinan yang berbeda-beda. Berbagai kasus juga di temuakn bahwa seorang pemimpin sukses pada keadaan tertentu, tetai gagal pada keadaan yang lain. Dari kenytaan ini, dapat diartikan bahwa walaupun sifat kepemimpinan ada dalam setiap pemimpin, tidak semuanya bersifat absolute esensial. Dengan demikian, sifat kepemimpinan dapat dibuat atau dibentuk ataupun dikembangkan.
Menurut edwin ghiselli (1971 dalam Handoko, 1999), seorang manajer dapat menjadi pemimpin yng efektif jika mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1)      Pemimpin yang efektif mempunyai kemampuan dalam pengawasan (supervisory ability) pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen, terutama fungsi pengarahan dan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan.
2)      Pemimpin yang efektif mengerti kebutuhan akan prestasi dalam pekerjaan. Seorang pemimpin yang efektif bertanggung jawab atas pekerjaannya dan selalu mempunyai keinginan untuk maju dan sukses.
3)      Pemimpin yang efektif mempunyai kecerdasan. Seorang pemimpin yang efektif harus mampu dalam merumuskan ataupun membuat serta mempunyai pemikiran yang kreatif dan daya pikir.
4)      Pemimpin yang efektif harus mempunyai ketegasan (decisiveness). Ketegasan merupakan kemampuan dalam membuat keputusan dan memecahkan masalah secara cakap dan tepat.
5)      Pemimpin yang efektif harus mempunyai kepercayaan diri. Kepercayaan diri merupakan kemampuan pemimpin dalam memandang dirinya untuk menghadapi masalah.
6)      Pemimpin yang efektif mempunyai inisiatif. Inisiatif merupakan kemampuan untuk bertindak tanpa tergantung orang lain, kemampuan untuk mengembangkan berbagai kegiatan, dan mampu menemukan cara-cara baru atau inovasi.
c.       Gaya-gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan diperlukan oleh seorang pemimpin dalam memimpin suatu organisasi. Seorang pemimpin harus dapat memahami kapan dia harus mempunyai gaya kepemimpinan tertentu. Jadi dapat dikatakan bahwa gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap efektiitas seorang dalam memimpin. Gaya kepemimpinan yang tepat dapat meningkatkan produktivitas.
Berbagai macam gaya kepemimpinan yang daapt kita kena. Akan tetapi, secara umum gaya kepemimpinana dapat dibagi menjadi tiga, yaitu demokratis, otokratis, dan permisif.
1)      Gaya kepemimpinan demokratis
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada hubungan antar-manusia dan kerja kelompok. Dalam kepemimpinan gaya ini, bawahan bekerja sama dalam pencapaian tujuan yang yang telah ditetapkan oleh pemimpin. Selain itu, dalam gaya kepemimpinan ini, seorang pemimpin juga melibatkan bawahannya dalam proses pengambilan keputusan.
2)      Gaya kepemimpinan otokratis
Gaya kepemimpinan otokratis mempunyai ciri bahwa wewenang dan keputusan mutlak pada pimpinan. Gaya ini bermanfaat atau efektif pada tahap awal beroperasinya suatu organisasi, atau pada saat terjadi kontroversi/perselisihan.
3)      Gaya kepemimpinan permisif
Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri bahwa seorang pemimpin memberikan kebebasan kepada bawahan untuk melakukan tugasnya, dan minimalnya atau bahkan hampir idak ad pemimpina pengarahan/bimbingan kepada bawahan. Seorang pemimpin akan memberikan kepemimpinannya saat diminta.
Pendapat lain mengatakan bahwa gaya kepemimpinan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1)      Orientasi tugas (task-oriented)
Menejer dengan gaya kepemimpinan task-oriented melakukan pekerjaannya berorientasi pada tugas untuk mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup guna menjamin bahwa tugas yang dilakukan bawahan sesuai dengan keinginannya. Gaya kepemimpinan ini lebih berorientasi pada pekerjaan bila dibandingkan pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Terutama pada karyawan.
2)      Orientasi karyawan (employee-oriented)
Memotivasi bawahan lebih di utamakan bila dibandingkan mengawsi bawahan. Menejer lebih mendorong bawahan untuk dapat mengembangkan diri dan ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Suasana pertemanan, saling menghormati, dan saling mempercayai di antara anggota kelompok selalu diciptakan oleh pemimpin.
d.      Teori kepemimpinan
1)      Pendekatan kesifatan
Teori ini menekankan bahwa sifat kepemimpinan seseorang sudah dibawa sejak lahir, bukan dibuat. Seseorang yang dilahirkan sudah membawa atau tidak membawa sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Seseorang dilahirkan sudah atau tidak membawa sifat yang diperlukan seorang pemimpin. Seseorang dilahirkan membawa karakteristik yang berbeda-beda dengan orang lain. Supardi dan Anwar (2004) menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah suatu fungsi kualitas seseorang dari suatu individu, bukan dari situasi, teknologi, atau dukungan masyarakat. Teori ini disebut juga dengan greatman theory. Akan tetapi, teori kontemporer menyatakan bahwa kepemimpianan yang dibawa dan dimiliki oleh seseorang dapat dikembangkan sehingga tidak hanya tergantung dari sifat yang dibawa sejak lahir.

2)      Teori situasional (pendekatan situasi)
Teori ini menjelaskan bahwa peranan kepemimpinan seorang menejer dipengaruhu situasi-situasi tertentu. Efektivitas kepemimpinan berhubungan eart denag situasi yang menguntungkan. Menurut Fiedler, situasi empiris tersebut dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu hubungan pimpinan dengan anggota, tingkat dalam struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin yang didapatkan melalui wewenang formal. Situasi tersebut diatas akan menguntungkan pemimpin jka mempunyai derjat tinggi. Akan tetapi, jika sebaliknya, akan tidak menguntungkan. Kombinasi gaya kepemimpinan yang menyesuaikan dengan situasi menguntungkan akan menetukan efektivitas organisasi.
Siagian (2007) menyatakan beberapa situasi yang memengaruhi kepemimpinan seorang manejer, yaitu (1) kompleksitas pekerjaan; (2) jenis pekerjaan; (3) teknologi yang digunakan; (4) persepsi,sikap, dan gaya kepemimpinan; (5) nilai dan norma yang dianut; (6) rentang kendali yang dianggap tepat; (7) ancaman, hambatan dan gangguan; (8) tingkat stress yang mungkin muncul; (9) iklim organisasi.
3)      Teori  Path-Goal
Teori ini mengarah pada analisis pengaruh kepemimpinan terhadap motivasi dan pelaksanaan kerja bawahan. Teori ini mengajukan empat tipe gaya kepemimpinan sebagai berikut:
·      Directive Leadership (Kepemimpinan Direktif)
Model kepemimpinan ini mencirikan bahwa tidak adanya partisipasi oleh bawahan sehingga model ini terjadi pada gaya kepemimpinan otokratik. Komunikasi yang terjadi pada directive leadership adalah satu arah sehingga hanya berupa perintah.
·      Supportive Leadership (Kepemimpinan Suportif)
Gaya kepemimpinan ini mengarah pada pemberian dukungan dan juga dorongan kepada bawahan. Selain itu, seorang pemimpin akan berusaha dekat dengan bawahan, tidak menjaga jarak, dan berusaha untuk mendengarkan keluhan bawahan. Gaya kepemimpinan ini berpengaruh sangat positif terhadap bawahan yang sedang frustasi, menghadapi pekerjaan yang banyak tekanan, merasa tidak puas, dan kurang motivasi. 
·      Participative Leadership (Kepemimpinan Partisipasi)
Penekanan gaya kepemimpinan ini adalah pada partisipasi aktif dari bawahan walaupun pembuatan keputusan ada di tangan pemimpin. Model kepemimpinan ini mempunyai hubungan yang positif dengan kepuasan kerja bawahan.
·      Achievement Oriented Leadrship (Kepemimpinan Berorientasi Prestasi)
Gaya kepemimpinan ini mempunyai ciri, yaitu seorang pemimpin suka memberikan tantangan yang dapat merangsang bawahan atas pekerjaan yang dilakukan. Harapannya, bawahan dapat menunjukan kemampuannya untuk bekerja dengan baik.

2.    Motivasi
Sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, pelayanan keperawatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian, rendahnya kinerja pelayanan keperawatan akan berpengaruh pada pelayanan kesehatan secara umum di rumah sakit.
Berbicara tentang kinerja, tidak sekedar terlihat dari individu perawat yang bersedia melakukan suatu tindakan atau tidak, tetapi yang paling penting adalah apakah individu perawat melakukan suatu tindakan keperawatan didasari adanya dorongan/motivasi atau hanya sekedar gugur kewajiban/kegiatan rutinitas. Oleh karena itu, dorongan/motivasi akan memberikan dampak yang langgeng bagi seorang perawat dalam melakukan tindakan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Hasibuan (2005), motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Woldkowski (1985) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi arah serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Motivasi merupakan salah satu unsur pengarahan dalam fungsi-fungsi menajeman sehingga seorang perawat manajer harus mampu melakukannya. Perawat manajer harus dapat mengenali dan mengetahui motivasi maupun kebutuhan staf yang merupakan faktor pemicu untuk melakukan asuhan keperawatan kepada pasien yang dirawatnya secara efektif dan efisien.
a.    Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi ekstrinsik yang merangasng perilaku tertentu dan respons intrinsik yang menampakkan perilaku manusia (Swansburg,1993). Menurut Kreitner dan Kinicki (2000), motivasi adalah proses psikologi yang meningkatkan dan mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan. Robbins (2003) menyatakan motivasi sebagai proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Woldkowski (1985) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah serta ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan proses psikologi yang menimbulkan perilaku tertentu dan ikut menentukan intensitas, arah, ketekunan, dan ketahanan pada perilaku tersebut sesuai tujuan yang ditetapkan.
b.    Lingkaran Motivasi
Seseorang dalam berperilaku pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai suatu tujuan. Setiap perilaku mempunyai satuan dasar yang disebut “kegiatan”. Artinya, perilaku adalah serangkaian kegiatan-kegiatan untuk mencapai suatu tujuan.
Dalam dunia pelayanan keperawatan, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seorang perawat mengarah pada kegiatan pemberian asuhan keperawatan pasa pasien. Seorang perawat akan dapat melakukan kegiatan asuhan keperawatan secara profesional jika didasari oleh dorongan atau kebutuhan untuk melakukan kegiatan tersebut. Menurut Luthans (1981), seseorang dalam melakukan suatu kegiatan didasari oleh tiga unsur, yaitu kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goal). Ketiga unsur diatas saling terkait antara unsur satu dan yang lainnya.
Motivasi merupakan istilah yang sering dipakai silih berganti dengan istilah kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), maupun impuls (Thoha, 2007). Setiap orang mempunyai keinginan, dorongan, dan kebutuhan yang berbeda dalam melakukan tindakan. Kekuatan motivasi seseorang akan menentukan kualitas kegiatan yang dilakukan. Secara logika, motivasi seseorang akan berbanding lurus dengan kegiatan yang dilakukan. Motivasi ini pula yang dapat mengendalikan dan mengarahkan perilaku seseorang.
c.    Tujuan Motivasi
Manajer keperawatan  sebagai pimpinan dalam organisasi pelayanan keperawatan harus mampu menciptakan  iklim motivasi. Iklim motivasi yang kondusip akan membawa berbagai dampak yang dapat meningkatkan kepuasan pasien, keluarga pasien, dan kepuasan perawat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hasibuan (2005) yang mengatakan bahwa tujuan motivasi dalam suatu organisasi adalah sebagai berikut:
1)   Motivasi bertujuan meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
Dorongan, dukungan, perhatian, dan apresiasi yang diberikan oleh manajer  keperawatan kepada bawahan dapat meningkatkan moral bawahan. Hal ini dapat mempengaruhi motivasi bawahan. Seorang perawat yang mempunyai motivasi kerja yang  baik, cenderung melaksanakan tugas keperawatan sesuai tanggung jawabnya dan berusaha memberikan pelayanan secara profesional. Jika hasil yang dikerjakan dapat diselesaikan dengan baik, akan memberikan kepuasan tersendiri.
2)   Motivasi bertujuan meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Seseorang yang diberi dukungan dan apresiasi terhadap hasil kerjanya akan meningkatkan motivasinya. Tingginya motivasi kerja seorang perawat akan mempengaruhi kinerjanya dengan asumsi: semakin tinggi motivasi, akan semakin baik pula kinerjanya sehingga produktivitasnya akan meningkat.
3)   Motivasi bertujuan mempertahankan kestabilan karyawan.
Turn over yang tinggi dan produktivitas yang rendah merupakan salah satu bukti kalau motivasi kerja orang-orang yang ada dalam organisasi adalah juga rendah. Kestabilan perawat dalam menjaga produktivitasnya dan rendahnya turn over perawat tergantung motivasinya. Dengan demikian, seorang menajer keperawatan harus dapat selalu menjaga kestabilan perawat bawahannya dengan cara selalu memberikan  motivasi.


4)   Motivasi bertujuan meningkatkan kedisiplinan karyawan.
Tingginya motivasi perawat dalam melakukan pekerjaannya berdampak pada keinginannya untuk selalu tepat waktu dan penuh rasa tanggung jawab dalam setiap memulai dan menyelesaikan pekerjaan, bekerja sesuai protap, dan lain-lain.
5)   Motivasi bertujuan mengefektifkan kedisiplinan karyawan.
Seorang perawat yang bekerja dengan motivasi tinggi akan berusaha untuk bekerja penuh dedikasi dan rasa tanggung jawab.
6)   Motivasi bertujuan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik.
Motivasi tinggi yang tertanam dalam setiap jiwa perawat akan  membawa luaran pada tingginya tanggung jawab pada masing-masing personel dalam menyelesaikan pekerjaannya.
7)   Motivasi bertujuan meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan.
Loyalitas, kreativitas, dan partisipasi seorang perawat akan berlipat pada saat mempunyai motivasi tinggi.
8)   Motivasi bertujuan meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan.
Kesejahteraan karyawan tidak hanya menyangkut kesejahteraan fisik, tetapi juga psikologis, sosial, dan spiritual. Motivasi akan dapat meningkatkan produktivitas. Tingginya produktivitas berdampak pada intensif yang lebih sehingga pendapatan meningkat. Motivasi juga dapat mengangkat moral dan kepuasan karyawan, menciptakan suasana, dan hubungan kerja yang baik.
9)   Motivasi bertujuan mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Pembahasan ini telah disinggung pada penjelasan di atas.
10)    Motivasi bertujuan meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.
Tingginya rasa tanggung jawab akan berdampak pada keinginan menyelesaikan tugas secara tepat waktu, bekerja sebaik mungkin, dan sesuai protap yang ada. Dengan demikian, akan dapat meminimalisasi kesalahan sebagai bidang pemborosan alat maupun bahan baku.


d.    Azas-Azas Motivasi
Beberapa azas yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang, antara lain sebagai berikut:
1)      Partisipasi
ð  Kegiatan mengikutsertakan bawahan berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial, seperti memberikan kesempatan kepada perawat bawahan untuk menyampaikan ide, gagasan, maupun masukan dalam proses pembuatan keputusan dapat menumbuhkan minat bawahan dalam ikut bertanggung jawab atas tercapainya tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini juga akan meningkatkan moral dan gairah kerjanya.
2)      Komunikasi
ð  Komunikasi dalam suatu organisasi merupakan salah satu kunsi yang dapat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan yang ingin dicapai, bagaimana cara mengerjakan suatu pekerjaan, kendala-kendala yang  dihadapi suatu organisasi, maupun keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan sangat penting diinformasikan kepada seluruh anggota organisasi. Seringnya mengomunikasikan hal-hal yang terjadi di organisasi dengan seluruh anggota akan dapat meningkatkan minat, perhatian, dan rasa memiliki terhadap  organisasiyang secara otomatis akan berpengaruh pada motivasinya.
3)      Kompensasi dan Penghargaan
ð  Pengakuan dan penghargaan dengan tepat dan wajar atas prestasi yang dicapai oleh anggota organisasi akan dapat meningkatkan keinginan dan motivasinya untuk bekerja lebih baik lagi. Pengakuan dan penghargaan yang diberikan di depan umum (anggota lain) akan mempunyai dampak ganda. Selain meningkatkan motivasi yang mendapatkan penghargaan, juga akan menggugah motivasi anggota lainnya.
4)      Wewenang yang Didelegasikan
ð  Wewenang yang didelegasikan memungkinkan bawahan untukdapat mempunyai kebebasan dalam mengambil keputusan atas tugas-tugas manajer. Pemberian wewenang yang didelegasikan dapat meningkatkan moral dan kepercayaan diri bawahan. Sebagai catatan,  jika mendelegasikan suatu wewenang, hal yang harus diperhatikan oleh seorang manajer adalah harus mampu meyakinkan kepada bawahan yang diberi delegasi bahwa dirinya mampu melakukan tugas-tugas tersebut.
5)      Perhatian Timbal Balik
ð  Perhatian timbal balik maksudnya adalah bahwa apa yang dilakukan oleh karyawan menentukan keberadaan organisasi. Jika organisasi semakin berkembang dan mapan, secara otomatis akan berdampak pada kesejahteraannya.
e.    Metode Motivasi
Kegiatan memotivasi seseorang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Motivasi langsung (direct motivation) adalah motivasi yang diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi kebutuhan maupun kepuasannya. Termasuk metode langsung, antara lain pujian, penghargaan, bonus, insentif, bintang jasa, tunjangan hari raya, dan lain sebagainya.
Motivasi tidak langsung (indirect motivation) adalah motivasi-motivasi yang diberikan hanya berupa fasilitas-fasilitas pendukung yang menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas sehingga bawahan semangat dalam melakukan suatu pekerjaan. Termasuk metode ini adalah ruang kerja yang nyaman, fasilitas kerja yang mendukung, penempatan yang sesuai dengan keahliannya, dan lain sebagainya.
f.     Alat-Alat Motivasi
Alat-alat motivasi yang dapat menjadi perangsang bawahan dalam melakukan suatu pekerjaan  yang optimal adalah insentif material ddan insentif nonmaterial. Insentif material adalah alat motivasi yang berupa uang atau barang-barang. Sedangkan, alat insentif nonmaterial adalah piagam penghargaan, penempatan yang tepat, ruang kerja yang nyaman,pekerjaan yang terjamin, bintang jasa, dan lain sebagainya.
g.    Teori Motivasi
Munculnya teori motivasi modern dilandasi oleh perilaku kebutuhan, penguatan, kesadaran, karakteristik pekerjaan dan perasaan/emosi (Kreitner dan Kinicki, 2000).


1)   Teori Motivasi Kebutuhan
Teori motivasi kebutuhan muncul didasarkan bahwa individu dalam hidupnya ingin memenuhi kebutuhannya, baik fisiologis maupun psikologis secara baik/cukup. Menurut Kreitnar dan Kinicki (2000), kebutuhan diartikan sebagai kekurangan fisiologis atau psikologis yang mendorong timbulnya perilaku. Beberapa teori kebutuhan motivasi yang terkenal antara lain sebagai berikut:
a)    Teori Motivasi Maslow
Teori ini dikemukakan oleh Abraham H. Maslow. Teori ini didasarkan pada teori holistik dinamis yang mencakup kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi. Oleh karena itu, teori motivasi ini dikenal dengan “Teori Kebutuhan”.

Teori ini didasarkan pada hierartki kebutuhan mulai dari yang paling dasar menuju kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya. Artinya, seseorang akan memenuhi kebutuhan tingkat pertama dulu sebelum mereka memenuhi kebutuhan tingkat kedua dan seterusnya. Teori kebutuhan ini dapat digambarkan seperti anak tangga.
Gambar 13. Hierarki Teori Kebutuhan A. H. Maslow

Berdasarkan perkembangannya, teori ini mengalami koreksi, dengan asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang unik, yang dalam memenuhi kebutuhannya tidak hanya berorientasi pada kebutuhan fisiologi saja, tetapi juga perlu memenuhi kebutuhan psikologisnya. Secara nyata, individu dalam memenuhi kebutuhannya berlangsung secara simultan. Artinya, seseorang dalam memenuhi kebutuhan fisiknya, Pada waktu yang bersamaan seseorang juga ingin merasa aman, mempunyai teman, dicintai, disayangi, dihargai, dan berkembang. Dengan melihat kenyataan ini, teori kebutuhan maslow tidak didasarkan lagi atas hierark, tetapi cenderung mengarah pada rangkaian kebutuhan manusia. Namun deikian, teori maslow ini sudah menjadi dasar perkembangan teori-teori  motivasi selanjutnya.
b)   Teori kebutuhan McClland
Teori Mc zclleand imni dikenal dengan teori kebutuhan untuk mencapai prestasi yang di kemukakan oleh david McClland. Teori ini mnyatakan bahwa seorng mempunyai mootivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Teori ii berfokus pada tiga kebutuhan, yaitu kebutuhan akan prestasi (n. Ach-need for Achiefment) ; kebutuhan akan kekuasaan (n Pow-need for power); dan kebutuhan akan kelompok pertemanan /afilasi (nAff-need for Afiliation).
Menurut McClland, karakteristik orang-orang berprestasi tinggi (high achiever) memiliki tiga ciri umum, yaitu (1) sebah referensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat (2) enyukai situasi-situasi ketika kinerja mereka timbul karena upaya mereka sendiri (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingakan dngan keberhasilan yang berprestasi rendah.
c)    Teori motivasi Herzberg
Teori ini sering dikenal dengan teoori dua faktr, yaitu faktor motivasionall, dan faktor hygene atau pemeliharaan. Teori ini dikeukakan oleh Frederick herzberg. Berdasarka teori ini yang dimaksud faktor mutivasional adala segala sesuatu yang mendorong seseorang berprestasi yang sifatnya interistik atau bersumber dari dalam dirinya, antara lain pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh kemajuan dalam karir, dan pengakuan orang lain. Sedangkan yang dimaksud  dengan faktor hygene atau pemeliharaan adalah faktor yang bersifat interistik yang bersumber dari luar diri, yang turut mementuka perilaku seseorang dalam kehidupan seseorang antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasanya, hubungan sseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dala organisasi, kondisi kerja, dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dan memahami dan menerpkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik.
d)   Teori ERG dari Clyton Alderfer
Teori ERG ini dikemukakan oleh Zzclyton Alderfer. Akronim ERG dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah E=existence (kebutuhan akan eksistensi) R=  relatedness (kebutuhan ntuk berhubungan dengan pihak lain ) G=Growth (kkebutuhan akan pertumbuhan).
Secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang di keukakan oleh maslow  dan Alderfer. Existence  dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama (psicological need) dann kedua (safety need) dalam teori maslow ; relatedness identik dengan hierarki kebutuhan ketiga (love need) dan keempatt ( esteem needs) menurut konsep maslsow dan growth mengandung makna self actualization menurut maslow ; dan teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jeni kebutuhan mausia itu diusahakan pemuasanya secara serentak.
Apabila teori alderfer disimak lebih lanjut, menurut robbins (2003) akan tampak bahwa semakin tidak terpenuinya suat kebutuhan tertentu, semakin besar pula keinginan untuk memuaskannya. Apabila kbutuhan yang lebih rendah telah di dipuaskan, semakin kuat keinginan memuaskan kebuthan yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan mendasar. Tampaknya, pandangan ini di dasarkan pada sifat pragmatisme manusia, artinya, karena menyadari keterbatasanya, seorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi objectiv yang dihadapinya dengan memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang memungkinkan untuk di capainya.


2)   Teori penguatan
Thorndike dan skinner berpendapat bawa perilaku individu di kendalikan oleh konsekuensinya. Individu akan mengulangi perilaku yang diikuti oleh konsekuensi yang mendukung dan menghindari perilaku yang mengakibatkan konsekuensi yang tidak mendukung. Artinya, seseorang yang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya mengalami kepuasan kerja dapat menjadi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan yang lebi baik lagi. Bahkan, penghargaan dari organisasi juga dapat mempengaruhi motivasi individu dalam kinerjanya.
3)   Teori keadilan
Teori keadilan mengemukakan bahwa individu dalam organisasi akan cendeung membandingkan antara segala sesuatu yang dia berikan kepada organisasi dan hasil/ penghargaan yang dia dapatkan atau dia terima.  Individu juga akan membandingkan penghargaan yang dia terima dan yang diterima individu lain dalam pekerjaan dan tanggung jawab yang sama. Individu mempunyai motivasi tinggi jika penghargaan yang dia terima atas pekerjaan dan tanggung jawabnya dirasa memnuhi keadilan.
h.    faktor –faktor yang mempengaruhi Motivasi kerja
Menurut herzberg, motivasi kerja seseorang dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik (Stamps, 1997).
1)      Faktor Intrinsik
Berbagai faktor ekstrinsik yang dapat memengaruhi motivasi seseorang, diantaranya adalah sebagai berikut
·      Otonomi
Otonomi adalah kebebasan untuk memilih tindakan tanpa kendali dari luar. Artinya, jika seorang perawat elakukan tindakan  keperawatan, paa saat itu tidak ada intrvensi dari perawat lain, . otonomi merupakan salah satu komponen yang penting dari disiplin profesional, yaitu penetapan mekanisme untuk pengaturan sendiri dan penyelenggaraan mandiri. Deinisi lain mengatakan bahwa otonomi  merupakan kebebasan seseorang dalam melakukan tindakan yang  akan di lakukan dan kemampua dala mengatasi masalah yang ada,. Kondisi semacam ini dapat membantu meningkatkan motivasi dalam kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan Eisenstat dan Afelner pada 168 pekerja menunjukkan bahwa kebebasan dalam bekerja dan kontrol terhadap pekerjaan yang baik memuat seserang memounyai perencanaan kedepan dan kepuasan kerja meningkat
·      Status profesional
Status profesional adalah keterampilan professional, kegunaan pekerjaan, status pekerjaan dan harga diri terhadap profesi keperawatan. Menurut Maslow dan Hezberg, menigkatnya harga diri atau status individu akan menigkatkan kebutuhan psikologis sehingga motivasi menjadi meningkat
·      Tututan tugas
Menurut slavitt, tuntutan tugas adalah tugas yang harus dilakukan sesuai dengan pekerjaan dan kemampuan yang merupakan tanggung jaab dan kewajibannya d\atau segala macam tugas atau kegiatan yang harus di selesaikan sebagai bagian reguler dari pekerjaan. Timulty mengatakan bahwa rendahya kemampuan dalam mengelola tugas yang diberikan akana berdampak pada motivasi dan ketidakpuasan. Penyebabnya adalah karena tidak mampu mengatur wktu dengan baik sehingga waktu untuk ke pasien berkurang da kurangnya waktu untuk berdiskusi tntang permasalahan menajemen dengan manajer perawat (Flercher, 2001)
·      Pencapaian
Pencapaian hasil kerja secara maksimal atau sesuai denganang di inginkan dapat menjadi pemicu munculnya motivasi dan kepuasan kerja. Jika seorang perawat mempu mengatasi permasalahan yang terjadi pada pasien, hal ini akan dapat memberikan semangat berlipat untuk dapat melaukan pekerjaan yang lebih baik lagi.
·      Penguatan
Seorang yang dapat melakukan pekerjaan secara maksimal sampai akhirnya megalai kepuasan kerja dapat menjadi kotivasi seseorang untuk melakukan pekerjan yang lebih baik lagi.
2)      Faktor intrinsik
Berbagai faktor ekstrinsik yang dapat memengaruhi motivasi seseorang, antara lain sebagai berikut.

·      Gaji/Upah dan Kompensasi
Upah adalah pembayaran dalam bentuk barng atau uan dan keuntungan-keuntungan yang di terima oleh individu karena telah bekerja esuai dengan pekerjaannya. Upah merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seorang merasa puas setelah melakukan pekerjaan.
Perhatian pihak manajemen tentang cara memberikan kopensasi kepada para kariawan atau perawat akan memberikan pengaruh terhadap otivasi kerjanya ]. Kompensasi yang di maksud conthnya adalah memberikan jaminan pengobatan (perawatan di tmpat kerja / rumah sakit) secaragratis kepada perawat dan keluarganya jika mengalami sakit.
·      Kondisi tempat kerja
Kondisi tempat kerja yang sehat, aman, nyaman dan kondsif mempengaruhi motivasi seseorang sehingga akan berdampak pada hasil produktivitas kerja.
·      Keselamatan kerja
Faktor keselamatan kerja memungkinkan seseorang dapa bekerja ecara maksimal, atau juga memungkikan pekerja mengalami kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Faktor penjaminan keselamatan kerja akan meningkatkan motivasi seorang dalam bekerja
·      Peraturan dan prosedur kerja
Peraturan dan prosedur kerja angat  di perlukan diketahui oleh semua pekerja. Peraturan dan prosedur kerja yang jelas dan terperinci aan memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya.
·      Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal adalah kebtuhan akan kerja sama secara timbal balik antara perawat dan atasan, teman sekerja, tim kesehatan lain, dan pasien. Semakin baik hubungan interpersonal seseorang, semakin terbuka untuk mengungkapkan dirinya dan semakin cermat memersepsikan tentang oran glain dan diri sendiri sehingg semakin efektif komunikasi yang berlangsung antara ndividu.
Menurut arnold P. Goldstein, ada tiga prinsip metode peningkatan hubungan, yaitu, (a) semakin embaik hubunga n interpersonal , semakin terbuka seoorang mengungkapkan erasaannya (b) semakin baik hubungan interpersonal, semakin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongya (perawat) (c) semakin baik hubunfan interpersonal , semakin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan kepada penolongnya.
·      Interaksi
Interaksi adalah kesempatan dan kemampuan individu dalam melakukan percakapan , baik formal maupun informal selama bekerja. Interaksi di perlukan untuk selalu melakukan tindakan dengan benar. Interksi yang dilakukan dengan benar dapat :
(a) Meurunkan konflik diantara tenaga kesehatan
(b) meningkatkan partisipasi
(c) meningkatkan eterampilan.
·      Supervisi
Supervior yang baik berarti bukan mencari kesalahan bawhan, melainkan mau menghargai pekerjaan bawahannya. Jika ada kesalahan maupun kendal dalam menyelesaikan pekerjaan, supervisor harus sering di anggap sebagai pengayom dan sekaligus atasannya.
·      Pekerjaan
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketermpilan dan kemempuan mereka atau menawarkan tugas, kebebasan , dan umpan balik mengenai bertapa baik mereke mengerjakan. Karakteristik ini membuat mereka bekerja secara mental menantang. Pekerjaan yang terlalu kuran gmenantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlal banyak menantang dapat menciptakan frustasi dan perasaan gagal,. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan mengalami kesengangan dan kepuasan.
i.      Peran Manajer Dalam Menciptakan Iklim Motivasi
Manajer keperawatan yang baik harus mencirpakan iklim motivasi di lingkungan kerjanya. Keberadaan manajer keperawatan sangat menentuka keberhasilan staf dalam melakukan suatu pekerajaan secara epektif dan efisien. Salah satu unsur penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer keperawatan adalah keterampilan dalam memotivasi staf. Berikut adalh kegiatan d]yang dapat di lakukan manajer keperawatan dalam memotivasi staf ( Nursalam, 2002).
1)        Mempunyai harapan yang jelas terhadap stafnya dan komunikasikan harapan tersebut kepada staf-stafnya
2)        Adil dan konsisten
3)        Pembuatan keputusan secara tepat, cepat dan sesuai
4)        Mengembangkan konsep dan tim kerja
5)        Akomodasikan kebuthan dan keinginan staf terhadap tujuan organisasi
6)        Tunjukkan kepada staf bahwa anda memahami perbedaan dan keunikan dari masing-masing staf
7)        Hindarkan kelompok-kelompok / perbedaan antar staf
8)        Deri kesematan kepada staf untuk menyelesaikan pekerjaan/ tugasnya dan melaksanakan tantangan-tantangan yang akan memberikan pengalaman bermakna
9)        Mintalah tanggapan, saran dan masukan kepada staf terhadap eputusa yang akan di buat oraganisasi
10)    Pastikan bahwa staf menghetahui  dampak dari keputusan an tindakan yang dilakukan
11)    Beri kesempatan kepada setiap staf untuk mengambil keptusan sesuai tugas limpah yang di emban
12)    Menciptakan situasi saling percaya dan kekeluargaandengan staf
13)    Berikan kesempatan kepada staf untuk melakukan koreksi dan pengawasan terhadap tugas yang dilakukan
14)    Jadilah role model bagi staf
15)    Berikan dukungan yang positif terhadap staf
16)    Jadilah sebagai coach (pelatih) bagi seluruh staf (penulis)

3.    Komunikasi
Komunikasi merupakan unsur penting dalam menggerakkan sesuatu atau mengarahkan bawahan. Dalam organisasi pelayanan keperawatn, menurut keliat, dkk. (2006), ada bebrapa bentuk kegiatan pengarahan yang di dalamnya terdapat aplikasi kkomunikasi, antaralain sebagai berikut.

a.    Operan
ð suatu kegiatan komunikasi yang bertujua mengoperkan asuhan keperawatan kepada shift berikutnya. Kegiatan operan ini di pimpin oleh manajer ruangan (kepala ruang) atau penanggung jawab shift jika tidak ada kepala ruang. Pemimpin oeran bertugas dalam mengatuur kegiatan operan, sekaligus juga memberikan penguatan-penguatan yang bertujuan untuk menggerakkan perawat bawanhannya.
b.    Pre-confrence
ð komunikasi ketua tim/ penaggung jawab shift dengan pearwat pelaksana setelah selesai operan. Kegatan ini di laiukan paa masing-masing tim. Krgiatan pre-confrence di pimpin oleh ketua tim/perawat primer, penanghung jawabnya. Isinya adalah ketua tim /perawat primer. Penanggung jawan shift memberikn arahan (pembagian penangung jawabmasing-masing pasen, menanyakan rencana harian, dan lain-lain) kepada perawat pelaksana sebelum terjun kepasien.
c.    Post confrence
ð komunikasi ketua tim /perawat peimer/penanggung jawab shift dengan perwat pelaksana sebelum timbng terima /operan/ mengakhiri dinas dilakuakn. Kegiatan ini juga dilakukan pada msing-masing tim. Isi komunikasi  dalam kegiatan. Ini membahas segala hal yang telah di laksanakan dalam asuhan keperawatan kepaa pasien, apasaja yang belum di laksanakan dan prlu disamppaikan kepada shift berikutnya, apasaja yang perlu di laporka terkait dengan kondisi pasien, kendala-kendala yang dialami selama memberikan aushan keperawatan, dan lain-lain.
d.    Pendelegasian
ð kegiatan melakukan pekerjaan melalui orang lain yang bertujua agar aktivitas organisasi dapat tetap berjalan sesuai tujua yang di tetapkan. Bentuk delgasi di ruangan prawatan antara lain kepala ruang endelegasikan tugas kepada ketua tim/ perawat primer atau penagung jawab shift. Sedangkan, ketua tim/ perawat primer mendelegasikan keada perawat pelaksana. Agar kegiatan pendelegasian dapt berjalan sesuai tujuan yang di inginkan, harus dilakukan komunikasi dngan baik, baik secara lisan maupun tulisan antar person yang mamberika delgasi person yang diberikan delagasi.

e.    Supervisi
ð Merupakan bentuk komunikasi yang bertujuan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan dengan cara melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan tersebut. Supervisi dilakukan untuk memastikan kegiatan yang dilaksanaka sesuai dengan standar yang telah di tetapkan.
ð Dalam supervisi keperawatan fokus utamanya bukan pada kegiatan pemeriksaan yang mencari-cari kesalahan, melainkan pada kegiatan supervisi ini lebih mengarah pada pengawasan parisipatif. Kegiatan supervisi keoerawatan memungkinkan terjadinya pemberian penghargaan, diskusi, dan juga bimbingan yang bertujuan untuk mencari jalan keluar jika terjadi kesulitan dalam tingakan keperawatan.
ð Kegiatan supervisi keperawatan dilaksanakan secara yterjadwal dengan sebagi berikut : tanggal akan dilaksanakan supervisi, siapa suprvisornya, siapa yang disupervisi, dan materi/kegiatan apa yang akan di supervisi. Maksud pembuatan jadwal supervisi adalah karena tujuan supervisi keperawatan bukan untk mencari kesalahan, melainkan lebih pada kegiatan pengawasan partisipatif kedua belah pihak yang terlibat dalam kegiatan supervisi ama-sama sudah mempersiapkan diri.
ð Secara struktur, supervisi d alam ruang perawatan terjadi secara berjenjang tergantung metode penugasan yang diterapkan diruangan. Berikut atah contoh jenjang supervisi dsalam ruangan yang menerapkan metode tim/perawatan primer dan perawat pelaksana, sedangkan ketua tim / perawat primer mensupervisi prawat pelaksana, materi supervisinya juga disesuaikan dengan uraian tugas dari masing—masing posisi. Sebagai contoh seorang ketua tim / perawat perimer di supervisi oleh kepala ruang tentang pengelolaan dimasing-masing timnya dan pelaksanaan asuhan keperawatan, kepala ruang mendupervisi perawat pelaksana hanya terfokus pada pelaksanaan asuhan keperawatan saja.
f.     Manajemen konflik Dalam ruangan Keperawatan
Ruang perawatan merupakan suatu sistem tepat manusia beriteraksi . interaksi yang terjadi dalam ruang perawatan mempunyai kemungkinan tejadinya konflik. Konflik dapat terjadi antara individu dan individu, individu dan kelompok, atau juga kelompok dengan kelompok.
Ruang perawatan merupakan sistem yang terdiri di individu profeiaonal dan non-profesional, kelompok profesianal dan non-profesional, dan kelompok pengguna atau konsumen. Interaksi antar-individu maupun kelompok yang memungkinkan terjadinya konflik dalam pelayanan kesehatan di ruang perawatan antara lain perawat dengan perawat, perawat dengan tim kesehatan lain, perawat dengan staf administrasi, perawat dengan pasien ataupun keluarga pasien, dan lain sebagainya.
Menurut Robbins (2003), konflik mutlak diperlukan agar dapat meningkatkan kinerja secara efektif. Konflik dalam organisasi dapat memberikan dampak negatif ataupun positif. Konflik akan memberikan dampak negatif jika tidak dikelola dengan baik. Akan tetapi, konflik dapat memberikan dampak positif jika dikelola dengan baik. Menurut Swansburg (1993), konflik dapan menjadi sumber energi dan kreativitas yang positif dan membangun jika dikelola dengan baik. Namun jika tidak, konflik dapat mengganggu fungsi dan menghancurkan, menghabiskan energi, serta mengurangi keefektifan organisasi.
Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan harus selalu diantisipasi oleh manajer keperawatan. Peran manajer keperawatan sangat menentukan hasil akhir pelayanan yang dipengaruhi konflik. Dengan demikian, manajer keperawatan harus dapat mengenali konflik sejak awal munculnya konflik. Penyelesaian konflik secara konstruktif sangat diperlukan.
a.         Pengertian Konflik
Thomas (1992 dalam Robbins, 2003) mendefinisikan konflik merupakan proses yang bermula ketika satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan segera memengaruhi secara negatif. Marquis dan Huston (1998) mengatakan konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dua orang atau lebih. Sedangkan, menurut Handoko (1999), konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antagonistik antara dua pihak atau lebih.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan proses yang bermula ketika interaksi pihak satu dengan yang lain memunculkan masalah internal maupun eksternal sebagai akibat perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan-keyakinan.

b.         Penyebab atau Sumber Konflik
Munculnya konflik dalam organisasi pelayanan keperawatan tidak terlepas dari penyebab atau sumber konflik. Manajer organisasi pelayanan keperawatan harus mampu mengenali sumber konflik sehingga pemecahan masalah dapat dilakukan secara efektif. Sumberkonflik dapat dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu variabel komunikasi, variabel struktur, dan variabel pribadi.
1)        Variabel Komunikasi
Penyampaian informasi yang tidak jelas akibat kesalahan semantik, saluran informasi yang terganggu, dan kemampuan komunikan menerima pesan dapat menyebabkan kesalahpahaman yang menjadi potensi konflik.
2)        Variabel Struktur
Konflik yang didasarkan atas variabel struktur adalah konflik yang terjadi antara bagian satu dan bagian yang lain, bukan didasarkan atas konflik pribadi. Menurut Robbins (2003), struktur yang digunakan dalam konteks ini mencakup variabel ukuran kelompok, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan ke anggota kelompok, kecocokan anggota, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antar-kelompok.
Semakin besar ukuran kelompok, sebakin besar pula potensi konflik. Hal tersebut disebabkan semakin besar kelompok, semakin banyak ide dan kemauan sehingga semakin sulit untuk disatukan. Kelompok muda menpunyai potensi konflik lebih besar dibandingkan kelompok tua karena kelompok muda lebih idealis dan lebih menyukai tantangan. Ketidakjelasan peran dan tanggung jawab juga dapat meningkatkan konflik dalam organisasi.
Gaya kepemimpinan menentukan pula timbulnya konflik. Gaya kepemimpinan tertutup dan pengamatan ketat secara terus-menerus dapat meningkatkan potensi konflik. Akan tetapi, gaya kepemimpinan yang terlalu mengandalkan partisipasi juga dapat merangsang konflik.
Ketidakadilan dalam sistem imbalan juga dapat meningkatkan potensi konflik. Kelompok yang sangat tergantung dengan kelompok lain (tidak salang tergantung) merangsang timbulnya konflik.
3)        Variabel Pribadi
Sistem nilai dan karakteristik yang dimiliki setiap individu dapat menyebabkan timbulnya perbedaan antar-individu yang secara nyata dapat menyebabkan timbulnya konflik.
c.         Jenis Konflik
Konflik dalam kehidupan berorganisasi dibagi menjadi lima jenis sebagai berikut.
1)        Dalam Diri Individu (Intrapersonal)
ð  Konflik yang terjadi dalam diri individu dapat terjadi karena adanya ketidakcocokan antara keinginan dan kenyataan, status pekerjaan yang tidak pasti, ketidakmampuan individu untuk berbuat sesuai tanggung jawabnya, dan lain-lain.
2)        Antara Individu dan Individu (Interpersonal)
ð  Kesalahpahaman, pertentangan, dan perbedaan pendapat antar-individu dapat menyebabkan konflik.
3)        Antara Individu dan Kelompok
ð  Konflik ini dapat terjadi jika ada ketidakcocokan atau pertentangan antara keinginan individu dan kelompok. Individu melanggar kesepakatan kelompok juga dapat menyebabkan konflik ini.
4)        Antara Kelompok dan Kelompok (Intergroup)
ð  Konflik ini dapat terjadi karena kesalahpahaman, pertentangan, dan juga perbedaan pendapat antar kelompok.
5)        Antara Organisasi dan Organisasi
ð  Konflik ini dapat timbul karena adanya persaingan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh organisasi. Dengan adanya konflik ini, akan berdampak ke arah pengembangan produk yang dihasilkan. Organisasi akan bersaing untuk menghasilkan produk yang berkualitas, efisien dan terjangkau.
d.         Proses Konflik
Proses konflik terdiri dari lima tahap berikut.
1)        Tahap I: Potensi Oposisi atau Ketidakcocokan
ð  Tahap pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan timbulnya konflik. Pada tahap ini, kondisi yang memengaruhi timbulnya konflik adalah variabel komunikasi, struktur, dan variabel individu, seperti pada penjelasan pada sumber konflik. Variabel-variabel tersebut mendorong terjadinya konflik.
2)        Tahap II: Kognisi dan Personalisasi
ð  Tahap kedua merupakan wujud adanya oposisi dan ketidakcocokan pada kondisi anteseden. Pada tahap ini, terdapat dua macam konflik, yaitu konflik yang dipersepsikan dan konflik yang dirasakan. Kesadaran individu diperlukan untuk dapat memersepsikan adanya konflik. Menurut Robbins (2003), konflik yang dipersepsikan muncul jika adanya kesadaran salah satu pihak atau lebih atas adanya kondisi yang menciptakan peluang terjadinya konflik. Konflik yang dipersepsikan belum tentu konflik tersebut dipersonalisasikan (dirasakan sebagai kecemasan, ketegangan) karena tidak memengaruhi atau berdampak pada perasaannya. Konflik yang dirasakan terjadi jika individu-individu menjadi terlibat secara emosional sampai munculnya kecemasan, ketegangan, frustasi, atau permusuhan.
3)        Tahap III: Menentukan Maksud
ð  Maksud (keinginan, niat) merupakan keputusan untuk bertindak dalam cara tertentu guna menangani konflik yang dirasakan. Penanganan konflik yang dirasakan dan sengaja dimunculkan untuk dicari solusinya dapat dilakukan dengan cara bersaing, kerja sama, berkompromi, menghindar, atau mengakomodasi.
4)        Tahap IV: Perilaku
ð  Tahap ini merupakan upaya-upaya nyata dari individu-individu yang mengalami konflik. Upaya ini dapat berupa pernyataan, tindakan, atau juga reaksi terhadap terjadinya konflik.
5)        Tahap V: Hasil
ð  Tahap ini menghasilkan konsekuensi yang telah dibuat oleh pihak yang terlibat konflik. Hasil yang diperoleh dapat bersifat fungsional (meningkatkan kinerja) atau disfungsional (merintangi kinerja kelompok).



Bagan 14. Proses Konflik
 
Screenshot_1.png
 



e.         Manajemen Konflik
Seperti yang telah diuraikan di atas, konflik dapat terjadi dalam organisasi manapun, tidak terkecuali dalam pelayanan keperawatan. Untuk menantisipasi munculnya konflik yang merugikan manajer keperawatan dan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di ruang perawatan harus membudayakan upaya-upaya mengantisipasi dan mengatasi konflik yang terjadi sesegera mungkin.
Pendekatan penanganan konflik yang dilakukan adalah problem solving(Keliat, dkk., 2006) yang selalu mengedepankan upaya win-win solutiondengan langkah sebagai berikut.
1)        Identifikasi akar permasalahan yang terjadi dengan mengklarifikasi kepada pihak-pihak yang terlibat konflik.
2)        Identifikasi penyebab timbulnya konflik.
3)        Identifikasi alternatif-alternatif penyelesaian masalah yang mungkin dapat dilakukan.
4)        Pilih alternatif penyelesaian masalah yang terbaik untuk diterapkan.
5)        Terapkan solusi yang dipilih.
6)        Evaluasi hasil penyelesaian konflik.

f.          Penanganan Konflik
Penanganan konflik dapat dilakukan dengan beberapa maksud, antara lain sebagai berikut.
1)   Persaingan
Persaingan merupakan penanganan konflik yang mempunyai keinginan untuk memuaskan keinginan seseorang tanpa memedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut. Penanganan konflik ini sering disebut win-lose solution. Persaingan dilakukan jika suatu persoalan memerlukan tindakan secara cepat dan tegas, atau juga dapat dilakukan jika persoalannya vital dianggap darurat untuk segera dipecahkan.
2)   Kolaborasi
Dalam proses kolaborasi ini, pihak-pihak yang terlibat konflik melakukan kerja sama untuk memecahkan konflik. Kolaborasi merupakan penanganan konflik yang menitikberatkan pada situasi yang mana pihak-pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kebutuhan semua pihak. Penanganan konflik ini disebut win-win solution.
Penanganan konflik ini dilakukan untuk mencari pemecahan masalah secara bersama-sama dan terintegrasi. Hal ini dilakukan dengan alasan karena kedua pandangan atau kepentingan sama-sama sangat penting sehingga tidak memungkinkan untuk dilakukan kompromi.
3)   Penghindaran
Konflik yang terjadi disadari oleh pihak-pihak yang berkonflik, tetapi penanganan yang dipilih adalah dengan cara menghindar/ ingin menarik diri dari konflik/ mengabaikan konflik/ tidak menyelesaikan konfliknya. Penghindaran dilakukan jika persoalan dianggap tidak terlalu penting bila dibandingkan persoalan lainnya, efek negatif lebih besar dibandingkan manfaat dari pemecahan masalah, dan tidak memberikan kepuasan pada kepentingan individu yang terlibat konflik.
4)   Akomodasi
Akomodasi adalah penanganan konflik bila salah satu pihak berusaha memuaskan atau memenangkan pihak lain yang terlibat konflik. Kemungkinan ada kesediaan dari satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing/ lawan di atas kepentingan sendiri. Penanganan konflik ini bertolak belakang dengan persaingan.
Akomodasi dilakukan jika individu menyadari dan merasa bahwa pandangannya adalah salah, padahal individu masih ingin mendapatkan posisi untuk dihargai dan didengar.
5)   Kompromi
Kompromi merupakan penanganan konflik, yaitu masing-masing pihak yang terlibat konflik bersedia mengorbankan sesuatu dan sepakat untuk kepentingan bersama. Penanganan ini sering disebut lose-lose situation. Penanganan konflik secara kompromi ini dapat dilakukan untuk mencapai pemecahan masalah secara sementara terhadap masalah yang kompleks.
6)   Negosiasi/ Perundingan
Perundingan/negosiasi sering dilakukan sebagai cara untuk mengurangi benang kusut atau permasalahan yang terjadi pada suatu organisasi. Dengan demikian, manajer keperawatan harus mempunyai keterampilan melakukan perundingan/ negosiasi secara baik.
a)    Pengertian Negosiasi/Perundingan
Menurut Wall (1985), perundingan merupakan proses ketika dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa yang berupaya menyepakati nilai tukar barang dan jasa tersebut.
Berdasarkan pengertian di atas, tidak serta-merta perundingan hanya terbatas pada tukar-menukar barang/jasa, tetapi juga dapat digunakan untuk menyepakati hal-hal lain untuk memecahkan suatu permasalahan/konflik.
b)   Pendekatan Perundingan/Negosiasi
Menurut Walton dan McKersie (1965 dalam Robins, 2003), perundingan/ negosiasi dapat dilakukan menggunakan dua pendekatan berikut.
(1)     Tawar-menawar Distributif
Tawar-menawar distributif adalah suatu bentuk pendekatan yang menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-kalah. Artinya, setiap keuntungan dari hasil negosiasi karena ada pihak yang dikorbankan/dikalahkan. Sebagai contoh, pada saat kita menawar harga baju, kemudian si pihak penjual mau menurunkan harga sesuai atau mendekati penawaran kita, secara tidak sengaja keadaan tersebut mengorbankan pihak penjual dan memenangkan pihak pembeli.
(2)     Tawar-menawar Integratif
Tawar-menawar integratif merupakan bentuk pendekatan yang menghasilkan kesepakatan dengan prinsip atau kondisi menang-menang. Artinya, keuntungan hasil negosiasi diperoleh oleh kedua belah pihak yang berunding.
Perundingan/ negosiasi sedapat mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Akan tetapi, jika perundingan/ negosiasi tidak mencapai kesepakatan, dapat menggunakan pihak ketiga yang disebut mediator. Mediator adalah pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan penalaran dan persuasi serta menyarankan alternatif-alternatif.
Seperti telah dibahas di atas, perundingan memunculkan kemungkinan terjadi pihak menang-kalah. Jika ini terjadi, mediator harus mempertimbangkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a)    Memaksimalkan kemenangan kedua pihak untuk mencapai tujuan bersama.
b)   Meminimalkan kekalahan dan bagi yang kalah tetap dapat mengikuti tujuan bersama.
c)    Membuat kedua pihak mencapai kepuasan atas hasil negosiasi.

D.    Kepuasan Kerja
Beberapa pendapat mengatakan bahwa motivasi kerja individu terkait dengan kepuasan kerja yang dirasakan. Dengan adanya hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja, dalam kesempatan ini perlu juga dibahas kepuasan kerja.
1.    Pengertian
Kreitner dan Kinicki (2000) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu efektivitas atau respons emosional terhadap berbagai aspek pekerjaan. Menurut Hasibuan (2005), kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang disebut kepuasan kerja adalah suatu respons emosional seseorang terhadap pekerjaan yang dilakukan.
2.    Faktor-faktor yang Memengaruhi Kepuasan Kerja
Setiap individu mempunyai ukuran tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda. Kepuasan kerja individu dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
a.    Pemenuhan Kebutuhan
Faktor ini menjelaskan bahwa kepuasan ditentukan oleh karakteristik pekerjaan yang memungkinkan individu terpenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, jika individu dalam bekerja tidak mendapatkan kebutuhan yang cukup, individu akan merasa tidak puas. Kenyataan ini dapat membuat individu keluar dari pekerjaanya. Sebaliknya, jika individu terpenuhi kebutuhannya, dia akan merasa puas dengan pekerjaannya.
b.    Ketidakcocokan
Kepuasan akan terjadi jika antara harapan dan kenyataan sesuai, atau bahkan kenyataan melampaui harapan. Akan tetapi, jika harapan lebih besar nilainya bila dibandingkan dengan kenyataan, individu akan tidak puas. Bahkan, beberapa penelitian menyatakan bahwa harapan yang terpenuhi secara signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja.
c.    Pencapaian Nilai
Kepuasan berasal dari persepsi terhadap suatu pekerjaan yang memungkinkan individu terpenuhinya nilai-nilai kerja yang penting. Sebaliknya, jika individu dalam bekerja tidak mencapai nilai yang diinginkan, akan membuat individu tidak puas. Nilai-nilai kerja dapat terpenuhi dengan memberikan pengakuan maupun penghargaan atas hasil, wewenang, dan tanggung jawab yang dilakukan pekerja.
d.    Persamaan
Kepuasan dalam model persamaan ini terfokus pada keadilan yang diterima oleh pekerja. Individu yang diperlakukan adil dalam imbalan maupun promosi akan membuat individu puas. Beberapa penelitian mendukung model ini yang menyatakan bahwa karyawan merasakan keadilan terhadap upah dan promosi secara signifikan berkorelasi dengan kepuasan kerja.
e.    Genetik
Kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh sifat pribadi dan faktor genetik. Hal ini dapat diamati saat ada individu yangmerasakan kepuasan pada situasi apapun dilingkungan kerja, sedangkan ada oranglain yang merasa tidak puas. Ada penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara sifat pribadi dan kepuasan kerja.
f.     Kepemimpinan
Kepuasan kerja banyak dipengaruhi sikap pemimpin dalam kepemimpinannya. Model kepemimpinan partisipatif memberikan peluang kepada karyawan untuk inut aktif dalam menyampaikan pendapatnya dalam menentukan kebijakan-kebijakan organisasi sehingga kepuasan kerja karyawan akan terpenuhi. Sedangkan, model kepemimpinan otoriter atau juga permisif akan memengaruhi kepuasan kerja karyawan menjadi menurun atau tidak merasakan kepuasan dalam kerjanya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Pengarahan adalah suatu tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasar sesuha organisasiai perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Melakukan kegiatan untuk memengaruhi orang lain agar agar mau an suka bekerja dalam rangka menyelesaiakn tugas. Motivasi adalah aktivitas pokok dalam manajemen yang mendorong dan menjuruskan semua bawahan agar berkeinginan, bertujuan bergerak untuk mencapai tujuan yang telah di tentuakn denagn rencana usaha organisasi.
B.     Saran
            Seorang pemimpin harus mampu menciptakan suasana yang baik, serta aman dan nyaman untuk anggota kelompoknya dalam menjalankan tugas dalam untuk mencapai suatu tujuan yang efektif. Tanggung jawab akan tercipta jika pemimpin memberikan wewenang serta pengarahan dan motivasi yang baik kepada anggota kelompok, sehingga tercipta kerja sama yang saling mendukung dalam suatu organisasi.

Daftar pustaka

Asmuji. (2012). MANAJEMEN KEPERAWATAN: Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

0 comments :

Post a Comment