A.
Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (The American Thoracic
Society, 1962)
Asma adalah suatu
gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996)
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial
yang dikarakteristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black :
1996).
Asma adalah
penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer
Suzanne : 2001).
Jadi, secara umum asma adalah penyakit jalan nafas yang menyerang bagian bronkus
dengan manifestasi klinis penyempitan jalan nafas berupa bronkospasme yang
menyebabkan inadekuat ventilasi (baik inspirasi maupun ekspirasi).
B. Klasifikasi
1.
Asma BronkhialTipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul
karena seseorang yang atopik (alergik) akibat pemaparan alergen. Alergen yang
masuk ke tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya akan merangsang
pembentukan IgE.
IgE yang
terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut
pada permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil,makrofag dan
trombosit juga memiliki reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah.
Orangyang sudah memiliki sel-sel mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan
tersebut belumlah menunjukkan gejala.Orang tersebut sudah dianggap desentisasi
atau baru menjadi rentan.
Bila orang yang
sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen
yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil.Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam
sel dan terjadi perubahan dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang
menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.Dalam proses degranulasi sel ini
yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat
biologic,yaitu histamin, Eosinofil Chemotactic Factor A(ECF-A), Neutrophil
Chemotactic Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh
mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hiperaktifitas
bronkus yaitu bronkus yang mudah
sekali mengkerut (konstriksi) bila terpapar dengan bahan/ faktor dengan kadar
yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa,
misalnya polusi, asap rokok/ dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang
berupa iritan maupun bukan iritan. Dewasa ini telah diketahui bahwa
hiperaktifitas bronkus disebabakan oleh inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel
inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bila
bronkus pasien asma bronkhial sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiperaktifitas
berhubungan dengan derajat berat penyakit.
Berdasarkan hal
tersebut diatas penyakit asma dianggap secara klinik sebagai penyakit
bronkospasme yang reversible, secara patofisiologik sebagai suatu hiperreaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada
pasien asma odema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang terutama
eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus
diatasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak
berfungsi lagi. Ditemukan pula pada pasien asma bronchiale adanya penyumbatan
saluran nafas oleh mukus terutama pada cabang-cabang bronkus.
Akibat dari bronkospasme,
odema mukosa dan dinding bronkus serta hipersekresi mukus maka terjadi
penyempitan bronkus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak,nafas
berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor
baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress yang akan
merangsang HPA axis.HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropik hormone (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah akan mensupresi
immunoglobin A (IgA) . Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk melisis sel
radang menurun yang direspon tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkus
sehingga menimbulkan asma bronkiale.
2.
Asma BronkhialTipe Non-Atopik (Intrisik)
Asma nonalergik (asma intrinsik) terjadi bukan
karena pemaparan alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti
infeksi saluran nafas atas ,olah raga atau kegiatan jasmani yang berat,serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat ganguan saraf
otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blockade adrenergic beta dan
hiperreaktifitas adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas
adrenergic alfa diduga meningkat yang mengakibatkan bronkokonstriksi sehingga
menimbulkan sesak nafas
C. Etiologi
Asma
adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel dan disebabkan oleh :
1.
Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga
terjadi penyempitan jalan nafas.
2.
Pembengkakan membran bronkus.
3.
Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Asma
juga disebabkan oleh 2 faktor, yaitu :
1.
Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma
alergi)
a. Reaksi
antigen-antibodi
b. Inhalasi alergen
(debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2.
Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma
non alergi)
a. Infeksi :
parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
b. Fisik : cuaca
dingin, perubahan temperatur
c. Iritan : kimia
d. Polusi udara :
CO, asap rokok, parfum
e. Emosional :
takut, cemas dan tegang
f.
Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi
faktor pencetus.
D.
Faktor Pencetus
1.
Alergen
Alergen adalah
zat-zat tertentu yang bila dihirup
melalui hidung
atau dimakan dapat menimbulkan serangan asma misalnya debu rumahtanga, spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa jenis makanan laut dan
sebagainya.
2.
Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran
pernapasan terutama disebabkan oleh virus. Virus influenza merupakan salah satu
faktor pencetus yang paling sering menimbulkan asma bronkhial. Diperkirakan 2/3
penderita asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran
pernapasan (Sundaru, 1991).
3.
Tekanan jiwa
Tekanan jiwa
bukan penyebab asma tetapi pencetus asma, karena banyak orang yang mendapat
tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asma bronkhial. Faktor ini berperan
mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya.
Hal ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994).
4.
Olah raga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian
penderita asma bronkhial akan mendapatkan serangan asma bila melakukan olah
raga atau aktivitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda adalah dua
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
kegiatan jasmani terjadi setelah olah raga atau aktivitas fisik yang cukup
berat dan jarang serangan timbul beberapa jam setelah olah raga.
5.
Obat-obatan
Beberapa klien
dengan asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti
penisilin, salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
6.
Polusi udara
Klien asma sangat
peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan,
asap rokok, asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemil, serta
bau yang tajam.
7.
Lingkungan kerja
Lingkungan kerja
diperkirakan merupakan faktor predisposisi yang menyumbang
2-15% klien dengan asma bronkhial (Sundaru, 1991).
E.
Tanda Dan Gejala
1.
Stadium Dini
a.
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1)
Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
2)
Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
sifatnya hilang timbul
3)
Belum ada kelainan bentuk thorak
4)
Ada peningkatan eosinofil darah dan Ig E
5)
BGA belum patologis
b.
Faktor spasme bronkhiolus
dan edema yang lebih dominan
1)
Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
2)
Whezing
3)
Ronchi basah bila terdapat hipersekres
4)
Penurunan tekanan parsial O2
2.
Stadium Lanjut
a.
Batuk, ronchi
b.
Sesak nafas berat dan dada seolah–olah tertekan
c.
Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d.
Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e.
Thorak seperti barel chest
f.
Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g.
Sianosis
h.
BGA PaO2 kurang dari 80%
i.
Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler
kanan dan kiri
j.
Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik.
F.
Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor
yaitu alergi dan psikologis. Kedua
faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos,
meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada
trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi
penyempitan pada jalan nafas oleh mukus dan penumpukan udara di bronkiolus
terminalis, maka dapat menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi
(hipoventilasi paru), inadekuat distribusi sirkulasi darah paru dan gangguan
difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik)
ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu
terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam
tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma
intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adanya faktor-faktor pencetus yang tidak
jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress)
dapat memacu serangan asma.
G.
Komplikasi
1.
Status asmatikus
Merupakan
serangan asma berat yang tidak dapat
diatasi dengan pengobatan konvensional dan ini merupakan keadaan darurat medis,
bila tidak segera diatasi akan terjadi gagal napas.
2.
Bronkhitis kronik
3.
Ateletaksis : lobari segmental karena
obstruksi bronkus oleh lendir
4.
Pneumothoraks
Kerja pernapasan
meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak sanggup memenuhi kebutuhan
O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme
bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental. Situasi ion dapat
menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi
5.
Kematian
B.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Riwayat
penyakit atau pemeriksaan fisik
2.
Foto rontgen
dada
3.
Pemeriksaan
fungsi paru : menurunnya tidal volume, kapasitas vital, eosinofil biasanya
meningkatdalam darah dan sputum
4.
Pemeriksaan
alergi (radioallergosorbent test ; RAST)
5.
Analisa gas
darah – pada awalnya pH meningkat, PaCO2 dan PaO2 turun
(alkalosis respiratori ringan akibat hiperventilasi ); kemudian penurunan pH,
penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 (asidosis
respiratorik)
H.
Manajemen Penatalaksanaan
1.
Pencegahan terhadap pemajanan alergi
2.
Serangan akut dengan oksigen nasal atau masker
3.
Terapi cairan parenteral
4.
Terapi pengobatan sesuai program
a. Beta 2-agonist
untuk mengurangi bronkospasme, mendilatasi otot polos bronchial
1) Albuterol
(proventil, ventolin)
2) Tarbutalin
3) Epinefrin
4) Metaprotenol
b. Metilsantin,
seperti aminofilin dan teofilin mempunyai efek bronkodilatasi
c. Antikolinergik,
seperti atropine metilnitrat atau atrovent mempunyai efek bronchodilator yang
sangat baik
d. Kortikosteroid
diberikan secara IV (hidrokortison), secara oral (mednison), inhalasi
(deksametason)
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta
: Salemba Medika, 2008
M. Wilkinson, Judith. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 2006