A.
Pengertian
Bronkhitis
adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat bersifat
akut maupun kronis. (Manurung : 2008 )
Bronkhitis
adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus dan trakea oleh berbagai sebab.
Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), virus influenza,
virus parainfluenza, dan coxsackie virus (Muttaqin : 2008)
Bronkhitis
merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup. (Chang :
2010).
Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea
melalui mulut, Biasanya
juga disebut dengan ecpectoratorian (Dorland, 1992).
Klasifikasi
bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya :
1.
Sputum
yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung,
bukan berasal dari saluran napas bagian
bawah.
2. Sputum banyak sekali & purulen → proses
supuratif (eg. Abses paru)
3.
Sputum
yg terbentuk perlahan & terus meningkat → tanda bronkhitis/ bronkhiektasis
4.
Sputum
kekuning-kuningan → proses infeksi.
5.
Sputum
hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dalam
sputum. Sputum hijau ini sering
ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus yang melebar dan terinfeksi.
6.
Sputum
merah muda & berbusa → tanda edema paru akut.
7.
Sputum
berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.
8.
Sputum
berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.
B.
Etiologi
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi
timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain itu
terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status sosial
1.
Rokok
Secara patologis rokok berhubungan dengan
hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran
pernapasan juga dapat menyebabkan bronkotriksi akut
2.
Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering
diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus influenza dan
streptococcus pneumonie.
3.
Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai
factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat
kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O2,
zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon.
4.
Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah factor
keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1-
antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara
autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering
dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5.
Faktor sosial
ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak
pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan
ekonomi yang lebih buruk
(Manurung, 2008 )
C.
Manifestasi Klinis
Gejala dan
tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri
khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum,
adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian
hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada
penyakit yang ringan .
Bronchitis yang
mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala sebagai berikut :
1.
Batuk
Batuk pada
bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid,
sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau
yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan
menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
·
Lapisan teratas agak keruh
·
Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva (
ludah )
·
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan
jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak ( celluler debris ).
2.
Haemaptoe?
Hemaptoe
terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau
destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul
perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan (
streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila
nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai
cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry
bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena
bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak
pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau
batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab
utama komplikasi haemaptoe.
3.
Sesak nafas (
dispneu )
Pada sebagian
besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya
sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi
sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis
paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara
mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau
tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.
4.
Demam berulang
Bronchitis
merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada
bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).
5.
Kelainan fisis
Tanda-tanda
umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis
komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan
tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah
yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku
kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural
atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas
serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi
dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat
terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi
komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia.
Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.
D.
Pemeriksaan Penunjang
1.
Cultures
dan Staining.
Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza,
Mycoplasmapneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme ini diduga.
Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan untuk diagnosis
laboratorium pneumoniaeinfection C. Mendapatkan usap tenggorokan. Budaya dan
gram stain dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan
pertumbuhan atau florae pernapasan hanya normal. Kultur darah dapat membantu
jika superinfeksi bakteri dicurigai.
2. Kadar Procalcitonin. Kadar procalcitonin mungkin berguna
untuk membedakan infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian
telah menunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan
dan mengurangi penggunaan antibiotik
3. Sitologi sputum. Sitologi
sputum dapat membantu jika batuk persisten.
4. Radiografi Dada. Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang
fisik temuan pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak
memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan
pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.
5. Bronkoskopi. Bronkoskopi
mungkin diperlukan untuk mengecualikan aspirasi benda asing, tuberkulosis,
tumor, dan penyakit kronis lainnya dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.
6. Tes Influenza.
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa untuk
pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
7. Spirometri. Spirometri
mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering memiliki
bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam volume ekspirasi paksa
dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
8. Laringoskopi. Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
9. Temuan histologis. Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan
submukosa, edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot
polos peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit paru
obstruktif kronis.
Jenis Cairan :
1. Transudat
adalah Cairan ekstravaskuler dengan kadar protein yang rendah dan berat jenis
dibawah 1,102; pada hakekatnya transudat adalah ultrafitrat plasma darah yang
terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik pada
didalam plasma. (Robbin, S.L.2007.hal.30)
Transudat bisa disebabkan oleh proses non infeksi
seperti pada penyakit:
a.
Gagal
jantung kongestif
Menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan berlebihan
kedalam rongga pleura (efusi pleura)
b.
Sindrome
Nefrotik
c.
Asites
(pada Sirosis Hepatis)
d.
Hidronefrosis,
dll
Karakteristik transudat (yang membedakan dengan
Eksudat) menurut Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson (2004) :
a.
Memiliki
berat jenis dibawah 1.105
b.
Kandungan
protein kurang dari 3.0 gr/dL
c.
Rasio
dengan LDH serum kurang dari 0.6
d.
Tidak
dapat membeku
Pada
tahap paling awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang
bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskuler dan pergerakan cairan
dari kapiler. Cairan ini yang dinamakan transudat, pada
dasarnya merupakan ultrafiltrat
plasma darah dan mengandung sedikit protein. Tetapi transudasi segera
menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan ke
dalam intertisium (disebut eksudat).
2.
Eksudat
Apabila
membran kapiler rusak oleh peradangan atau neoplastik. Akibatnya protein yang
berukuran besar dan konstituen darah lainnya bocor keluar intravaskuler masuk
kedalam jaringan dan rongga tubuh. Inflamasi aktif akan meningkatkan kandungan
protein. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang
ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.
Jenis-jenis
eksudat:
a.
Serosa
Merupakan
eksudat jernih, mengandung sedikit protein (efusi) akibat radang yang ringan. Eksudat serosa
berasal dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang melapisi peritoneum, pleura, perikardium.
Contoh lepuh dari kulit yang berasal dari infeksi luka bakar, effusi pleura.
b.
Seroanguinosa
Merupakan
eksudat yang berwarna kemerahan, yang disebabkan oleh adanya perdarahan
(terdapatnya sel darah merah) pada efusi.
c.
Fibrinosa
Merupakan
eksudat yang mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku. Keadaan ini terjadi pada jejas berat yang menyebabkan
permeabilitas pembuluh darah meningkat dan molekul besar seperti fibrin dapat keluar. Eksudat fibrinosa sering
dijumpai di atas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan perikardium,
tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi lapisan di atas membran yang
terkena.
d.
Purulenta
Merupakan
eksudat yang mengandung nanah/pus yaitu campuran leukosit yang rusak, jaringan nekrotik serta
mikroorganisme yang musnah. Organisme tertentu misalnya stafilokokus akan
mengakibatkan supurasi terlokalisasi dan disebut kuman piogenik.
E.
Pena talaksanaan
1.
Farmakoterapi
a.
Antimikroba
Penelitian
telah difokuskan pada individu sehat (pasien dengan asma ) atau pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Antimikroba muncul dengan manfaat
kecil ketika merawat pasien dengan COPD, dan trimetoprim-sulfametoksazol tetap
menjadi pilihan yang baik dan murah. Amoksisilin dan doksisiklin juga
alternatif yang baik. Oleh karena itu, memperluas penggunaan antimikroba pada
pasien dengan asma dan orang lain dengan cadangan kardiopulmoner yang terbatas
mungkin wajar.
1)
Amoksisilin dan klavulanat (Augmentin) Agen ini
menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat terhadap
penisilin-mengikat protein. Penambahan klavulanat menghambat beta-laktamase
bakteri. Ini adalah antibiotik alternatif yang baik untuk pasien alergi atau
intoleran terhadap kelas makrolida. Hal ini biasanya ditoleransi dengan baik
dan menyediakan cakupan yang baik dari agen infeksi yang paling, tetapi tidak
efektif terhadap spesies Mycoplasma dan Legionella. Waktu paruh dari dosis oral
1-1,3 jam. Ini memiliki penetrasi jaringan yang baik tetapi tidak masuk dalam
cairan cerebrospinal.
Untuk anak lebih dari 3 bulan, basis protokol dosis amoksisilin pada konten. Karena berbeda amoksisilin / asam klavulanat rasio pada tab 250 mg (250/125) vs tab mg 250-kunyah (250/62.5), jangan gunakan tab 250 mg sampai anak beratnya lebih dari 40 kg.
Untuk anak lebih dari 3 bulan, basis protokol dosis amoksisilin pada konten. Karena berbeda amoksisilin / asam klavulanat rasio pada tab 250 mg (250/125) vs tab mg 250-kunyah (250/62.5), jangan gunakan tab 250 mg sampai anak beratnya lebih dari 40 kg.
2)
Eritromisin (E.E.S., E-Mycin, Ery-Tab) Eritromisin
menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi
peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk
menangkap. Hal ini diindikasikan untuk staphylococcal, streptokokus, klamidia,
dan infeksi mikoplasma.
3)
Azitromisin (Zithromax) Azitromisin
bertindak dengan mengikat subunit 50S ribosom mikroorganisme rentan dan blok
pemisahan peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis
protein untuk menangkap. Sintesis asam nukleat tidak terpengaruh. Azitromizin berkonsentrasi
di fagosit dan fibroblast, seperti yang ditunjukkan oleh dalam teknik inkubasi
in vitro. In vivo studi menunjukkan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat menyebabkan distribusi obat kejaringan meradang.
Azitromisin memperlakukan
ringan sampai sedang infeksi mikroba.
4)
Tetrasiklin (Sumycin) Tetrasiklin
bisa menjadi pilihan di luar Amerika Serikat. Memperlakukan organisme gram
positif dan gram-negatif, serta infeksi mikoplasma, klamidia, dan riketsia.
Agen ini menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat dengan 30S dan,
mungkin, 50S subunit ribosom (s). Hal ini kurang efektif daripada eritromisin.
5)
Cefditoren (Spectracef) Cefditoren
adalah sefalosporin semisintetik diberikan sebagai prodrug a. Hal ini
dihidrolisis oleh esterases selama penyerapan dan didistribusikan dalam
sirkulasi darah sebagai cefditoren aktif.
Bakterisida aktivitas hasil dari penghambatan
sintesis dinding sel melalui afinitas untuk penisilin-mengikat protein. Tidak
ada penyesuaian dosis diperlukan untuk gangguan ginjal ringan (CrCl 50-80
mL/min/1.73 m2) atau ringan sampai sedang kerusakan hati. Hal ini diindikasikan
untuk eksaserbasi akut dari bronkitis kronis yang disebabkan oleh strain rentan
pyogenes S.
Dosis 400-mg diindikasikan untuk AECB
disebabkan oleh strain rentan H influenzae, H parainfluenzae, S pneumoniae
(penisilin rentan strain saja), atau M catarrhalis.
6)
Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim DS,
Septra) Trimetoprim-sulfametoksazol menghambat sintesis
bakteri asam dihydrofolic dengan bersaing dengan para-aminobenzoic acid,
menghasilkan penghambatan pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri
trimetoprim-sulfametoksazol termasuk patogen saluran kemih biasa, kecuali
Pseudomonas aeruginosa. Seperti tetrasiklin, ia memiliki aktivitas in vitro
terhadap pertusis B. Hal ini tidak berguna pada infeksi mikoplasma.
7)
Amoksisilin (Biomox, Trimox, Amoxil) Amoksisilin
mengganggu sintesis dinding sel mucopeptides selama multiplikasi aktif,
sehingga aktivitas bakterisidal terhadap bakteri rentan.
8)
Levofloksasin (Levaquin) Levofloksasin
memiliki properti bacteriocidal dengan menghambat DNA gyrase dan, akibatnya,
pertumbuhan sel.
9)
Klaritromisin (Biaxin) Klaritromisin
adalah antibiotik makrolida semisintetik yang reversibel mengikat ke situs P
dari subunit 50S ribosomal organisme rentan dan dapat menghambat RNA-dependent
sintesis protein dengan merangsang pemisahan peptidil t-RNA dari ribosom,
menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri.
10)
Doksisiklin (Bio-Tab, Doryx, Vibramycin) Doksisiklin
adalah spektrum-luas, antibiotik bakteriostatik sintetis berasal di kelas
tetrasiklin. Hal ini hampir sepenuhnya diserap, berkonsentrasi dalam empedu,
dan diekskresikan dalam urin dan feses sebagai metabolit aktif biologis dalam
konsentrasi tinggi.
Hal ini menghambat sintesis protein dan, dengan demikian, pertumbuhan bakteri dengan mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri yang rentan. Ini dapat menghalangi disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap.
Hal ini menghambat sintesis protein dan, dengan demikian, pertumbuhan bakteri dengan mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri yang rentan. Ini dapat menghalangi disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap.
b.
Antitusif/ekspektoran Data jarang
membuktikan khasiat ekspektoran luar tabung tes.
1)
Guaifenesin dengan dekstrometorfan (Humibid DM,
Robitussin DM) Agen ini memperlakukan batuk kecil yang
dihasilkan dari bronkial dan iritasi tenggorokan.
2)
Kodein / guaifenesin (Robitussin AC) Para antitusif
prototipe, kodein, telah digunakan dengan
sukses dalam beberapa batuk kronis dan akibat batuk-model, tetapi data klinis
kurang banyak untuk pengobatan pada infeksi saluran pernapasan.
c.
Bronkodilator Studi terbatas
telah menunjukkan keuntungan menggunakan bronkodilator dan keunggulan mungkin
untuk antibiotik untuk menghilangkan gejala bronkitis.
1)
Albuterol (Proventil, Ventolin) Albuterol
melemaskan otot polos bronkial dengan tindakan pada reseptor beta2-dengan
sedikit efek pada kontraktilitas otot jantung.
2)
Metaproterenol sulfat Metaproterenol
merupakan agonis beta untuk bronchospasms yang rileks otot polos bronkial
dengan tindakan pada reseptor beta2 dengan sedikit efek pada kontraktilitas
otot jantung.
3)
Teofilin (Theo-24, Uniphyl) Teofilin
digunakan untuk mengontrol gejala seperti bronkospasme, dyspnea, dan batuk
kronis pada pasien stabil dengan bronkitis kronis. Ini potentiates katekolamin
eksogen dan merangsang pelepasan katekolamin endogen dan relaksasi otot
diafragma, yang, pada gilirannya, merangsang pembesaran broncho.
4)
Ipratropium Ipratropium
adalah bronkodilator antikolinergik yang sering digunakan untuk mengontrol
gejala seperti bronkospasme, dyspnea, dan batuk kronis pada pasien stabil
dengan bronkitis kronis.
d.
Kortikosteroid, sistemik
Untuk pasien dengan eksaserbasi akut dari
bronchitis kronis, kursus singkat terapi kortikosteroid sistemik dapat
diberikan dan telah terbukti efektif.
1)
Prednisolon (Pediapred, Orapred) Prednisolon
bekerja dengan mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit
polimorfonuklear dan mengurangi permeabilitas kapiler.
2)
Prednisone (Sterapred) Prednisone
dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan permeabilitas
kapiler dan aktivitas leukosit polimorfonuklear menekan. Prednisone
menstabilkan membran lisosomal dan menekan limfosit dan produksi antibodi.
e.
Kortikosteroid, Inhalasi
Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi
paling ampuh agen. Bentuk inhalasi adalah topikal aktif, sulit diserap, dan
paling mungkin menyebabkan efek samping. Pada pasien yang stabil dengan
bronkitis kronis, pengobatan dengan agonis beta-long-acting ditambah dengan
kortikosteroid inhalasi mungkin menawarkan bantuan dari batuk kronis.
1)
Beklometason (Qvar) Beklometason
menghambat mekanisme bronkokonstriksi, menyebabkan relaksasi otot langsung
halus, dan dapat menurunkan jumlah dan aktivitas sel-sel inflamasi, yang pada
gilirannya menurunkan hyperresponsiveness saluran napas. Ini tersedia dalam
dosis meteran inhaler (MDI) yang memberikan 40 atau 80 mcg / aktuasi.
2)
Flutikason (Flovent HFA, Flovent Diskus) Flutikason
memiliki aktivitas vasokonstriksi dan anti-inflamasi yang sangat kuat. Ini
tersedia dalam MDI (44 mcg, 110-mcg, atau 220-mcg per aktuasi) dan bubuk Diskus
untuk inhalasi (50-mcg, 100-mcg, atau 250-mcg per aktuasi).
3)
Budesonide (Pulmicort Flexhaler, Pulmicort
Respules) Budesonide mengurangi peradangan pada saluran
udara dengan beberapa jenis menghambat sel-sel inflamasi dan produksi sitokin
dan penurunan mediator lain yang terlibat dalam respon asma. Ini tersedia
sebagai bubuk Flexhaler untuk inhalasi (90 mcg / aktuasi [diberikan sekitar 80
mcg / aktuasi]) dan suspensi Respules untuk inhalasi.
f.
Antivirus Agen
Vaksinasi
influenza menawarkan perlindungan lebih besar bagi populasi tepat karena mereka
menawarkan cakupan untuk influenza A dan B. Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit (CDC) rekomendasi sementara untuk musim flu 2010-2011 merekomendasikan
vaksinasi diperluas, semua orang berusia 6 bulan dan lebih tua harus menerima
vaksin influenza tahunan . Vaksin 2010-2011 akan menjadi vaksin trivalen. Virus
influenza A, termasuk subtipe 2 H1N1 dan H3N2, dan B influenza virus saat ini
beredar di seluruh dunia, tetapi prevalensi masing-masing dapat bervariasi di
antara masyarakat dan dalam komunitas tunggal selama musim influenza.
Pada musim flu
2009-2010, sekitar 99% dari virus influenza H1N1 yang diketik. Di Amerika
Serikat, 4 resep obat antivirus (misalnya, oseltamivir, zanamivir, amantadine,
rimantadine) disetujui untuk pengobatan dan kemoprofilaksis influenza. Sebagian
besar dari influenza 2009-2010 adalah rentan terhadap oseltamivir dan zanamivir
namun resisten terhadap adamantanes (amantadine, rimantadine). Selain itu, FDA
mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan inhibitor neuraminidase ketiga,
peramivir, untuk pengobatan pasien rawat inap dengan influenza H1N1 yang
berpotensi mengancam nyawa infeksi yang dicurigai atau dikonfirmasi
laboratorium. Peramivir IV tersedia melalui CDC atas permintaan dari dokter
berlisensi [23]. Rekomendasi lengkap tersedia dalam CDC Kesehatan Penasehat.
1)
Zanamivir (Relenza) Zanamivir
merupakan penghambat neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan
virus influenza yang menghancurkan reseptor sel terinfeksi untuk hemagglutinin
virus. Dengan menghambat neuraminidase virus rilis, virus dari sel terinfeksi
dan penyebaran virus yang menurun. Hal ini efektif terhadap kedua influenza A
dan B dan dihirup melalui perangkat inhalasi Diskhaler oral. Disk foil Edaran
mengandung 5 mg lecet obat dimasukkan ke dalam perangkat inhalasi disediakan.
2)
Rimantadine (Flumadine) Rimantadine
menghambat replikasi virus influenza A H1N1 virus,, H2N2 dan H3N2 dan mencegah
penetrasi virus ke host melalui uncoating menghambat CATATAN A. influenza:
Karena resistensi, ini tidak direkomendasikan oleh CDC pada musim flu
2005-2006. Laboratorium pengujian oleh CDC pada strain dominan influenza (H3N2)
saat ini beredar di Amerika Serikat menunjukkan bahwa itu adalah tahan terhadap
obat ini.
3)
Oseltamivir (Tamiflu) Oseltamivir
menghambat neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan virus
influenza yang merusak reseptor sel yang terinfeksi untuk hemagglutinin virus.
Dengan neuraminidase virus menghambat, agen ini menurunkan pelepasan virus dari
sel yang terinfeksi dan dengan demikian penyebaran virus. Hal ini efektif dalam
mengobati influenza A atau B. Mulai dalam waktu 40 jam onset gejala. Ini
tersedia sebagai kapsul dan suspensi oral.
4)
Peramivir (Rapiacta) Peramivir
adalah inhibitor neuraminidase penelitian. Darurat penggunaan otorisasi telah
dikeluarkan oleh FDA untuk penggunaan peramivir pada orang dewasa dirawat di
rumah sakit dan pasien anak dengan dicurigai atau dikonfirmasi laboratorium
2009 influenza H1N1 tidak responsif terhadap oseltamivir atau zanamivir, pada
pasien tidak dapat mengambil PO atau obat inhalasi (atau rute pengiriman tidak
diandalkan atau layak), atau pada pasien lain yang ditentukan oleh dokter.
g.
Analgesik / antipiretik
Analgesik dan
antipiretik sering membantu dalam menghilangkan kelesuan malaise, yang terkait,
dan demam terkait dengan penyakit.
1)
Ibuprofen (Ibuprin, Advil, Motrin) Ibuprofen
biasanya DOC untuk pengobatan ringan sampai nyeri sedang, jika tidak ada
kontraindikasi ada.
2)
Acetaminophen (Tylenol, Panadol, Aspirin Bebas
Anacin) Acetaminophen adalah DOC untuk pengobatan nyeri
pada pasien yang telah mendokumentasikan hipersensitivitas terhadap aspirin
atau NSAID, yang memiliki penyakit pencernaan bagian atas, atau yang mengambil
antikoagulan oral.
2.
Medis
a.
Jangan
beri obat antihistamin berlebih.
b.
Beri
antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
c.
Dapat
diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
d.
Chloral
hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif
3.
Pengobatan konservatif, terdiri atas :
a.
Pengelolaan umum
Pengelolaan
umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
1)
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh
:
Membuat
ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah
/ menghentikan rokok
Mencegah
/ menghindari debu,asap dan sebagainya.
2)
Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan
drainase postural
Pasien
dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama
10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural
ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya
gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan
dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan
memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.
3)
Mencairkan sputum yang kental
Dapat
dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya.
4)
Mengatur posisi tempat tidur pasien
Sehingga
diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
5)
Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya
infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai
agar infeksi tidak berkelanjutan.
b.
Pengelolaan khusus.
1)
Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi
dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA) untuk
pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya
digunakan. Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian
antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman
terhadap antibiotic secara empiric. Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada
pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic.
Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic
diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa
antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna
kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini
apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala
lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini
hanya bersifat sementara.
2)
Drainase secret dengan bronkoskop
Cara
ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain :
·
Menentukan
dari mana asal secret
·
Mengidentifikasi
lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
·
Menghilangkan
obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
3)
Pengobatan simtomatik
Pengobatan
ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan
pasien.
4)
Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila
ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV
1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
5)
Pengobatan hipoksia
Pada
pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
6)
Pengobatan haemaptoe
Tindakan
yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau
sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
7)
Pengobatan demam
Pada
pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam,
lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic
perlu juga diberikan obat antipiretik.
8)
Pengobatan pembedahan
·
Tujuan
pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
·
Indikasi
pembedahan :
Pasien
bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak
berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu
dipertimbangkan untuk operasi.
Pasien
bronchitis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau
haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini
mutlak perlu tindakan operasi.
·
Kontra
indikasi
Pasien
bronchitis dengan COPD
Pasien
bronchitis berat
Pasien
bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
·
Syarat-syarat
operasi.
Kelainan
( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah
paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian
paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis
kronik.
·
Cara
operasi.
Operasi elektif :
pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang
gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi.
Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif :
ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru,
misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi
syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
·
Persiapan
operasi :
Pemeriksaan
faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning
dan USG : Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien, memperbaiki
keadaan umum pasien
F.
Komplikasi
Ada
beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1.
Bronchitis kronik
2.
Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder
terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
3.
Pleuritis.
Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4.
Efusi pleura atau empisema
5.
Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6.
Haemaptoe
terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis ) ,cabang
arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi
haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
7.
Sinusitis
merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8.
Kor pulmonal kronik
pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi
gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi
hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner
kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
9.
Kegagalan pernafasan
merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas
10. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik
dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan
pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.
2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
http://dafid-pekajangan.blogspot.com
http://harnawatiaj.wordpress.com
http://ranikoko.blogspot.com
http://kmbmimiasunarti.blogspot.com
http://ccazzavva.blogspot.com
http://rifky-pebrianzah.blogspot.com