A.      Pengertian
Bronkhitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronkhitis dapat bersifat akut maupun kronis. (Manurung : 2008 )
Bronkhitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus dan trakea oleh berbagai sebab. Bronkhitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti rhinovirus, respiratory syncitial virus (RSV), virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie virus (Muttaqin : 2008)
Bronkhitis merupakan inflamasi bronkus pada saluran napas bawah. Penyakit ini dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau pajanan iritan yang terhirup. (Chang : 2010).

Sputum (dahak) adalah bahan yang dikeluarkan dari paru dan trakea melalui  mulut, Biasanya juga disebut dengan ecpectoratorian (Dorland, 1992).
Klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan penyebabnya :
1.      Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan  berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian  bawah.
2.      Sputum banyak sekali & purulen → proses supuratif (eg. Abses paru)
3.      Sputum yg terbentuk perlahan & terus meningkat → tanda bronkhitis/  bronkhiektasis
4.      Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi.
5.      Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya  verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dalam sputum. Sputum hijau ini sering  ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam  bronkus yang melebar dan terinfeksi.
6.      Sputum merah muda & berbusa → tanda edema paru akut.
7.      Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.
8.      Sputum berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.
 
B.       Etiologi
Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi timbulnya bronkhitis, yaitu : rokok, infeksi dan polusi. Selain   itu terdapat pula hubungannya dengan faktor keturunan dan status sosial
1.      Rokok
Secara patologis rokok berhubungan dengan hiperplasi kelenjar mucus bronkus dan metaplasia skuamus epitel saluran pernapasan juga dapat menyebabkan bronkotriksi akut
2.      Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie.
3.      Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai factor penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi. Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkhitis adalah zat-zat pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon, aldehid,ozon.
4.      Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah factor keturunan berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1- antitripsin yang merupakan suatu problem, dimana kelainan ini diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
5.      Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk
(Manurung, 2008 )


C.      Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronchitis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya, dan ada tidaknya komplikasi lanjut. Ciri khas pada penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya haemaptoe dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan .
Bronchitis yang mengenai bronkus pada lobis atas sering dan memberikan gejala sebagai berikut :
1.         Batuk
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali, puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian :
·           Lapisan teratas agak keruh
·           Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
·           Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang  rusak ( celluler debris ).

2.         Haemaptoe?
Hemaptoe terjadi pada 50 % kasus bronchitis, kelainan ini terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah ( pecah ) dan timbul perdarahan. Perdarahan yang timbul bervariasi mulai dari yang paling ringan ( streaks of blood ) sampai perdarahan yang cukup banyak ( massif ) yaitu apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri broncialis ( daerah berasal dari peredaran darah sistemik )
Pada dry bronchitis ( bronchitis kering ), haemaptoe justru gejala satu-satunya karena bronchitis jenis ini letaknya dilobus atas paru, drainasenya baik, sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk., pasien tanpa batuk atau batukya minimal. Pada tuberculosis paru, bronchitis ( sekunder ) ini merupakan penyebab utama komplikasi haemaptoe.

3.         Sesak nafas ( dispneu )
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya.

4.         Demam berulang
Bronchitis merupakan penyakit yang berjalan kronik, sering mengalami infeksi berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam (demam berulang).

5.         Kelainan fisis
Tanda-tanda umum yang ditemukan meliputi sianosis, jari tubuh, manifestasi klinis komplikasi bronchitis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Ditemukan ronchi basah yang jelas pada lobus bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waku kewaktu atau ronci basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural atau timbul lagi diwaktu yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat menimbulkan kelainan berikut : terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran medistenum kedaerah paru yang terkena. Bila terjadi komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai dengan pneumonia. Wheezing sering ditemukan apa bila terjadi obstruksi bronkus.

D.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Cultures dan Staining. Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza, Mycoplasmapneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah dikembangkan untuk diagnosis laboratorium pneumoniaeinfection C. Mendapatkan usap tenggorokan. Budaya dan gram stain dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak menunjukkan pertumbuhan atau florae pernapasan hanya normal. Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.
2.      Kadar Procalcitonin. Kadar  procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan dan mengurangi penggunaan antibiotik
3.      Sitologi sputum. Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.
4.      Radiografi Dada. Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain infeksi.
5.      Bronkoskopi. Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk mengecualikan aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.
6.      Tes Influenza. Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
7.      Spirometri. Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis akut sering memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan besar dalam volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini biasanya menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
8.      Laringoskopi. Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
9.      Temuan histologis. Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa, edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit paru obstruktif kronis.

Jenis Cairan :
1.      Transudat adalah Cairan ekstravaskuler dengan kadar protein yang rendah dan berat jenis dibawah 1,102; pada hakekatnya transudat adalah ultrafitrat plasma darah yang terbentuk karena kenaikan tekanan cairan atau penurunan tekanan osmotik pada didalam plasma. (Robbin, S.L.2007.hal.30)
Transudat bisa disebabkan oleh proses non infeksi seperti pada penyakit:
a.       Gagal jantung kongestif
Menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan berlebihan kedalam rongga pleura (efusi pleura)
b.      Sindrome Nefrotik
c.       Asites (pada Sirosis Hepatis)
d.      Hidronefrosis, dll
Karakteristik transudat (yang membedakan dengan Eksudat) menurut Ronald A. Sacher, Richard A. McPherson (2004) :
a.       Memiliki berat jenis dibawah 1.105
b.      Kandungan protein kurang dari 3.0 gr/dL
c.       Rasio dengan LDH serum kurang dari 0.6
d.      Tidak dapat membeku
Pada tahap paling awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskuler dan pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini yang dinamakan  transudat,  pada  dasarnya  merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein. Tetapi transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskuler yang memungkinkan  pergerakan cairan kaya protein, bahkan ke dalam intertisium (disebut eksudat).

2.      Eksudat
Apabila membran kapiler rusak oleh peradangan atau neoplastik. Akibatnya protein yang berukuran besar dan konstituen darah lainnya bocor keluar intravaskuler masuk kedalam jaringan dan rongga tubuh. Inflamasi aktif akan meningkatkan kandungan protein. Cairan kaya protein dan sel darah putih yang tertimbun dalam ruang ekstravaskular sebagai akibat reaksi radang disebut eksudat.
Jenis-jenis eksudat:
a.       Serosa
Merupakan eksudat jernih, mengandung sedikit protein (efusi)  akibat radang yang ringan. Eksudat serosa berasal dari serum atau hasil sekresi sel mesotel yang  melapisi peritoneum, pleura, perikardium. Contoh lepuh dari kulit yang berasal dari infeksi luka bakar, effusi pleura.
b.      Seroanguinosa
Merupakan eksudat yang berwarna kemerahan, yang disebabkan oleh adanya perdarahan (terdapatnya sel darah merah) pada efusi.
c.       Fibrinosa
Merupakan eksudat yang mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku. Keadaan  ini terjadi pada jejas berat yang menyebabkan permeabilitas pembuluh darah meningkat dan molekul besar seperti fibrin  dapat keluar. Eksudat fibrinosa sering dijumpai di atas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan perikardium, tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi lapisan di atas membran yang terkena.
d.      Purulenta
Merupakan eksudat yang mengandung nanah/pus yaitu campuran leukosit  yang rusak, jaringan nekrotik serta mikroorganisme yang musnah. Organisme tertentu misalnya stafilokokus akan mengakibatkan supurasi terlokalisasi dan disebut kuman piogenik.

E.      Pena                               talaksanaan
1.      Farmakoterapi
a.      Antimikroba
Penelitian telah difokuskan pada individu sehat (pasien dengan asma ) atau pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Antimikroba muncul dengan manfaat kecil ketika merawat pasien dengan COPD, dan trimetoprim-sulfametoksazol tetap menjadi pilihan yang baik dan murah. Amoksisilin dan doksisiklin juga alternatif yang baik. Oleh karena itu, memperluas penggunaan antimikroba pada pasien dengan asma dan orang lain dengan cadangan kardiopulmoner yang terbatas mungkin wajar.
1)        Amoksisilin dan klavulanat (Augmentin) Agen ini menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mengikat terhadap penisilin-mengikat protein. Penambahan klavulanat menghambat beta-laktamase bakteri. Ini adalah antibiotik alternatif yang baik untuk pasien alergi atau intoleran terhadap kelas makrolida. Hal ini biasanya ditoleransi dengan baik dan menyediakan cakupan yang baik dari agen infeksi yang paling, tetapi tidak efektif terhadap spesies Mycoplasma dan Legionella. Waktu paruh dari dosis oral 1-1,3 jam. Ini memiliki penetrasi jaringan yang baik tetapi tidak masuk dalam cairan cerebrospinal.
Untuk anak lebih dari 3 bulan, basis protokol dosis amoksisilin pada konten. Karena berbeda amoksisilin / asam klavulanat rasio pada tab 250 mg (250/125) vs tab mg 250-kunyah (250/62.5), jangan gunakan tab 250 mg sampai anak beratnya lebih dari 40 kg.

2)        Eritromisin (E.E.S., E-Mycin, Ery-Tab) Eritromisin menghambat pertumbuhan bakteri, kemungkinan dengan menghambat disosiasi peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap. Hal ini diindikasikan untuk staphylococcal, streptokokus, klamidia, dan infeksi mikoplasma.

3)        Azitromisin (Zithromax) Azitromisin bertindak dengan mengikat subunit 50S ribosom mikroorganisme rentan dan blok pemisahan peptidil tRNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap. Sintesis asam nukleat tidak terpengaruh. Azitromizin berkonsentrasi di fagosit dan fibroblast, seperti yang ditunjukkan oleh dalam teknik inkubasi in vitro. In vivo studi menunjukkan bahwa konsentrasi dalam fagosit dapat menyebabkan distribusi obat kejaringan meradang. Azitromisin memperlakukan ringan sampai sedang infeksi mikroba.

4)        Tetrasiklin (Sumycin) Tetrasiklin bisa menjadi pilihan di luar Amerika Serikat. Memperlakukan organisme gram positif dan gram-negatif, serta infeksi mikoplasma, klamidia, dan riketsia. Agen ini menghambat sintesis protein bakteri dengan mengikat dengan 30S dan, mungkin, 50S subunit ribosom (s). Hal ini kurang efektif daripada eritromisin.

5)        Cefditoren (Spectracef) Cefditoren adalah sefalosporin semisintetik diberikan sebagai prodrug a. Hal ini dihidrolisis oleh esterases selama penyerapan dan didistribusikan dalam sirkulasi darah sebagai cefditoren aktif.
Bakterisida aktivitas hasil dari penghambatan sintesis dinding sel melalui afinitas untuk penisilin-mengikat protein. Tidak ada penyesuaian dosis diperlukan untuk gangguan ginjal ringan (CrCl 50-80 mL/min/1.73 m2) atau ringan sampai sedang kerusakan hati. Hal ini diindikasikan untuk eksaserbasi akut dari bronkitis kronis yang disebabkan oleh strain rentan pyogenes S.
Dosis 400-mg diindikasikan untuk AECB disebabkan oleh strain rentan H influenzae, H parainfluenzae, S pneumoniae (penisilin rentan strain saja), atau M catarrhalis.

6)        Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim DS, Septra) Trimetoprim-sulfametoksazol menghambat sintesis bakteri asam dihydrofolic dengan bersaing dengan para-aminobenzoic acid, menghasilkan penghambatan pertumbuhan bakteri. Aktivitas antibakteri trimetoprim-sulfametoksazol termasuk patogen saluran kemih biasa, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Seperti tetrasiklin, ia memiliki aktivitas in vitro terhadap pertusis B. Hal ini tidak berguna pada infeksi mikoplasma.

7)        Amoksisilin (Biomox, Trimox, Amoxil) Amoksisilin mengganggu sintesis dinding sel mucopeptides selama multiplikasi aktif, sehingga aktivitas bakterisidal terhadap bakteri rentan.

8)        Levofloksasin (Levaquin) Levofloksasin memiliki properti bacteriocidal dengan menghambat DNA gyrase dan, akibatnya, pertumbuhan sel.

9)        Klaritromisin (Biaxin) Klaritromisin adalah antibiotik makrolida semisintetik yang reversibel mengikat ke situs P dari subunit 50S ribosomal organisme rentan dan dapat menghambat RNA-dependent sintesis protein dengan merangsang pemisahan peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan penghambatan pertumbuhan bakteri.

10)    Doksisiklin (Bio-Tab, Doryx, Vibramycin) Doksisiklin adalah spektrum-luas, antibiotik bakteriostatik sintetis berasal di kelas tetrasiklin. Hal ini hampir sepenuhnya diserap, berkonsentrasi dalam empedu, dan diekskresikan dalam urin dan feses sebagai metabolit aktif biologis dalam konsentrasi tinggi.
Hal ini menghambat sintesis protein dan, dengan demikian, pertumbuhan bakteri dengan mengikat 30S dan kemungkinan 50S subunit ribosom bakteri yang rentan. Ini dapat menghalangi disosiasi peptidil t-RNA dari ribosom, menyebabkan RNA-dependent sintesis protein untuk menangkap.

b.      Antitusif/ekspektoran  Data jarang membuktikan khasiat ekspektoran luar tabung tes.
1)      Guaifenesin dengan dekstrometorfan (Humibid DM, Robitussin DM) Agen ini memperlakukan batuk kecil yang dihasilkan dari bronkial dan iritasi tenggorokan.
2)      Kodein / guaifenesin (Robitussin AC) Para antitusif prototipe, kodein, telah digunakan dengan sukses dalam beberapa batuk kronis dan akibat batuk-model, tetapi data klinis kurang banyak untuk pengobatan pada infeksi saluran pernapasan.

c.       Bronkodilator  Studi terbatas telah menunjukkan keuntungan menggunakan bronkodilator dan keunggulan mungkin untuk antibiotik untuk menghilangkan gejala bronkitis.
1)      Albuterol (Proventil, Ventolin) Albuterol melemaskan otot polos bronkial dengan tindakan pada reseptor beta2-dengan sedikit efek pada kontraktilitas otot jantung.
2)      Metaproterenol sulfat Metaproterenol merupakan agonis beta untuk bronchospasms yang rileks otot polos bronkial dengan tindakan pada reseptor beta2 dengan sedikit efek pada kontraktilitas otot jantung.
3)      Teofilin (Theo-24, Uniphyl) Teofilin digunakan untuk mengontrol gejala seperti bronkospasme, dyspnea, dan batuk kronis pada pasien stabil dengan bronkitis kronis. Ini potentiates katekolamin eksogen dan merangsang pelepasan katekolamin endogen dan relaksasi otot diafragma, yang, pada gilirannya, merangsang pembesaran broncho.
4)      Ipratropium Ipratropium adalah bronkodilator antikolinergik yang sering digunakan untuk mengontrol gejala seperti bronkospasme, dyspnea, dan batuk kronis pada pasien stabil dengan bronkitis kronis.

d.      Kortikosteroid, sistemik
Untuk pasien dengan eksaserbasi akut dari bronchitis kronis, kursus singkat terapi kortikosteroid sistemik dapat diberikan dan telah terbukti efektif.
1)        Prednisolon (Pediapred, Orapred) Prednisolon bekerja dengan mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear dan mengurangi permeabilitas kapiler.
2)        Prednisone (Sterapred) Prednisone dapat menurunkan peradangan dengan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler dan aktivitas leukosit polimorfonuklear menekan. Prednisone menstabilkan membran lisosomal dan menekan limfosit dan produksi antibodi.
 
e.       Kortikosteroid, Inhalasi
Kortikosteroid adalah obat anti-inflamasi paling ampuh agen. Bentuk inhalasi adalah topikal aktif, sulit diserap, dan paling mungkin menyebabkan efek samping. Pada pasien yang stabil dengan bronkitis kronis, pengobatan dengan agonis beta-long-acting ditambah dengan kortikosteroid inhalasi mungkin menawarkan bantuan dari batuk kronis.
1)        Beklometason (Qvar) Beklometason menghambat mekanisme bronkokonstriksi, menyebabkan relaksasi otot langsung halus, dan dapat menurunkan jumlah dan aktivitas sel-sel inflamasi, yang pada gilirannya menurunkan hyperresponsiveness saluran napas. Ini tersedia dalam dosis meteran inhaler (MDI) yang memberikan 40 atau 80 mcg / aktuasi.
2)        Flutikason (Flovent HFA, Flovent Diskus) Flutikason memiliki aktivitas vasokonstriksi dan anti-inflamasi yang sangat kuat. Ini tersedia dalam MDI (44 mcg, 110-mcg, atau 220-mcg per aktuasi) dan bubuk Diskus untuk inhalasi (50-mcg, 100-mcg, atau 250-mcg per aktuasi).
3)        Budesonide (Pulmicort Flexhaler, Pulmicort Respules) Budesonide mengurangi peradangan pada saluran udara dengan beberapa jenis menghambat sel-sel inflamasi dan produksi sitokin dan penurunan mediator lain yang terlibat dalam respon asma. Ini tersedia sebagai bubuk Flexhaler untuk inhalasi (90 mcg / aktuasi [diberikan sekitar 80 mcg / aktuasi]) dan suspensi Respules untuk inhalasi.

f.       Antivirus Agen
Vaksinasi influenza menawarkan perlindungan lebih besar bagi populasi tepat karena mereka menawarkan cakupan untuk influenza A dan B. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) rekomendasi sementara untuk musim flu 2010-2011 merekomendasikan vaksinasi diperluas, semua orang berusia 6 bulan dan lebih tua harus menerima vaksin influenza tahunan . Vaksin 2010-2011 akan menjadi vaksin trivalen. Virus influenza A, termasuk subtipe 2 H1N1 dan H3N2, dan B influenza virus saat ini beredar di seluruh dunia, tetapi prevalensi masing-masing dapat bervariasi di antara masyarakat dan dalam komunitas tunggal selama musim influenza.
Pada musim flu 2009-2010, sekitar 99% dari virus influenza H1N1 yang diketik. Di Amerika Serikat, 4 resep obat antivirus (misalnya, oseltamivir, zanamivir, amantadine, rimantadine) disetujui untuk pengobatan dan kemoprofilaksis influenza. Sebagian besar dari influenza 2009-2010 adalah rentan terhadap oseltamivir dan zanamivir namun resisten terhadap adamantanes (amantadine, rimantadine). Selain itu, FDA mengeluarkan otorisasi darurat untuk penggunaan inhibitor neuraminidase ketiga, peramivir, untuk pengobatan pasien rawat inap dengan influenza H1N1 yang berpotensi mengancam nyawa infeksi yang dicurigai atau dikonfirmasi laboratorium. Peramivir IV tersedia melalui CDC atas permintaan dari dokter berlisensi [23]. Rekomendasi lengkap tersedia dalam CDC Kesehatan Penasehat.
1)        Zanamivir (Relenza) Zanamivir merupakan penghambat neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan virus influenza yang menghancurkan reseptor sel terinfeksi untuk hemagglutinin virus. Dengan menghambat neuraminidase virus rilis, virus dari sel terinfeksi dan penyebaran virus yang menurun. Hal ini efektif terhadap kedua influenza A dan B dan dihirup melalui perangkat inhalasi Diskhaler oral. Disk foil Edaran mengandung 5 mg lecet obat dimasukkan ke dalam perangkat inhalasi disediakan.
2)        Rimantadine (Flumadine) Rimantadine menghambat replikasi virus influenza A H1N1 virus,, H2N2 dan H3N2 dan mencegah penetrasi virus ke host melalui uncoating menghambat CATATAN A. influenza: Karena resistensi, ini tidak direkomendasikan oleh CDC pada musim flu 2005-2006. Laboratorium pengujian oleh CDC pada strain dominan influenza (H3N2) saat ini beredar di Amerika Serikat menunjukkan bahwa itu adalah tahan terhadap obat ini.
3)        Oseltamivir (Tamiflu) Oseltamivir menghambat neuraminidase, yang merupakan glikoprotein pada permukaan virus influenza yang merusak reseptor sel yang terinfeksi untuk hemagglutinin virus. Dengan neuraminidase virus menghambat, agen ini menurunkan pelepasan virus dari sel yang terinfeksi dan dengan demikian penyebaran virus. Hal ini efektif dalam mengobati influenza A atau B. Mulai dalam waktu 40 jam onset gejala. Ini tersedia sebagai kapsul dan suspensi oral.
4)        Peramivir (Rapiacta) Peramivir adalah inhibitor neuraminidase penelitian. Darurat penggunaan otorisasi telah dikeluarkan oleh FDA untuk penggunaan peramivir pada orang dewasa dirawat di rumah sakit dan pasien anak dengan dicurigai atau dikonfirmasi laboratorium 2009 influenza H1N1 tidak responsif terhadap oseltamivir atau zanamivir, pada pasien tidak dapat mengambil PO atau obat inhalasi (atau rute pengiriman tidak diandalkan atau layak), atau pada pasien lain yang ditentukan oleh dokter.

g.      Analgesik / antipiretik
Analgesik dan antipiretik sering membantu dalam menghilangkan kelesuan malaise, yang terkait, dan demam terkait dengan penyakit.
1)        Ibuprofen (Ibuprin, Advil, Motrin) Ibuprofen biasanya DOC untuk pengobatan ringan sampai nyeri sedang, jika tidak ada kontraindikasi ada.
2)        Acetaminophen (Tylenol, Panadol, Aspirin Bebas Anacin) Acetaminophen adalah DOC untuk pengobatan nyeri pada pasien yang telah mendokumentasikan hipersensitivitas terhadap aspirin atau NSAID, yang memiliki penyakit pencernaan bagian atas, atau yang mengambil antikoagulan oral.

2.      Medis
a.    Jangan beri obat antihistamin berlebih.
b.    Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
c.    Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
d.   Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedatif

3.      Pengobatan konservatif, terdiri atas :
a.      Pengelolaan umum
Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
1)   Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
Mencegah / menghentikan rokok
Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
2)   Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai berikut :
Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20 menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat dibantu dengan tindakan memberikan ketukan pada pada punggung pasien dengan punggung jari.
3)   Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat mukolitik dan sebagainya.
4)   Mengatur posisi tempat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
5)   Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan.

b.      Pengelolaan khusus.
1)      Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus (ISPA) untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan. Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric. Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara.
2)      Drainase secret dengan bronkoskop
Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien. Keperluannya antara lain :
·         Menentukan dari mana asal secret
·         Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
·         Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
3)      Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau membahayakan pasien.
4)      Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 < 70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
5)      Pengobatan hipoksia
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
6)      Pengobatan haemaptoe
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
7)      Pengobatan demam
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat antipiretik.
8)      Pengobatan pembedahan
·         Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
·         Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk operasi.
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengalami infeksi berulang atau haemaptoe dari daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
·         Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD
Pasien bronchitis berat
Pasien bronchitis dengan koplikasi kor pulmonal kronik dekompensasi.
·         Syarat-syarat operasi.
Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
·         Cara operasi.
Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi, yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
·         Persiapan operasi :
Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
Scanning dan USG : Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien, memperbaiki keadaan umum pasien

F.      Komplikasi
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
1.      Bronchitis kronik
2.      Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.
3.      Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
4.      Efusi pleura atau empisema
5.      Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
6.      Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis ) ,cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
7.      Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
8.      Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
9.      Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas
10.  Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa serta proteinurea.


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
http://dafid-pekajangan.blogspot.com
http://harnawatiaj.wordpress.com
http://ranikoko.blogspot.com
http://kmbmimiasunarti.blogspot.com
http://ccazzavva.blogspot.com
http://rifky-pebrianzah.blogspot.com



0 comments :

Post a Comment