A.
Pengertian
OSAS (Obstructive Sleep
Apneu Syndrom) didefinisikan sebagai berhentinya aliran udara pernapasan selama
10 detik - 45 detik, yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas.
OSA
ditandai oleh kolaps & obstruksi sistem saluran napas atas yg terjadi saat
tidur. Episode obstruksi berhubungan dengan penurunan berulang saturasi
oksihemoglobin dan Microarrousal - fragmented sleep
Mendengkur
dan OSA di jumpai pada pria dewasa, wanita dewasa dan anak - anak. Berdasarkan
hasil studi di Indonesia, perbandingan penderita Snoring dan OSA pria dan
wanita adalah 7 : 1.
Prevalensi
penderita OSA di USA, untuk usia di atas 40 tahun adalah 45% Pria dan 10-15 %
adalah wanita, sedangkan untuk usia di bawah 40 tahun adalah 60 % Pria, 40 %
Wanita.
B.
Etiologi
Pada anak anak lebih banyak
disebabkan karena pembesaran amandel (tonsil), pada orang dewasa disebabkan
oleh karena banyak hal.
Obstruksi pada hidung dapat terjadi akibat
inflamasi mukosa atau kelainan struktural. Selain itu obstruksi saluran napas
dapat pula tejadi pada level velofaring atau restopalatal, retroglosal,
dan hipofaring.
Faktor risiko :
Dahulu diyakini bahwa laki-laki,
usia lanjut, dan obesitas merupakan faktor risiko OSA. Obesitas meningkatkan
resistensi saluran napas karena penumpukan lemak yang mempersempit dan menutup
saluran napas atas ketika otot berelaksasi. Usia tua meningkatkan resiko karena
penurunan massa otot yang digantikan oleh lemak. Begitu pula, laki-laki lebih
cenderung mengalami OSA karena hormone yang mengubah struktur saluran napas
atas. Namun, penelitian terkini menunjukkan beberapa faktor risiko berikut:
1. Saluran napas: mulai dari hidung,
palatum mole (nasofaring), lidah (orofaring), hipofaring
2. Aktivitas neuromuskuler
3. Central sleep apnea, central
breathing instability, hypocapnia
C.
Patofisiologi
Faring
adalah struktur yang sangat lentur. Pada saat inspirasi, otot-otot dilator faring berkontraksi 50 mili-detik sebelum kontraksi
otot pernafasan sehingga
lumen faring tidak kolaps akibat tekanan intrafaring yang negative oleh karena kontraksi otot dinding dada dan diafragma. Pada
waktu tidur aktivitas otot dilator
faring relatif tertekan (relaksasi) sehingga ada kecenderungan lumen faring menyempit pada saat inspirasi. Hal ini terjadi hanya
pada sebagian orang, terutama
berhubungan dengan ukuran faring dan faktor-faktor yang mengurangi dimensi statik lumen sehingga menjadi lebih sempit
atau menutup pada waktu tidur.
Ada tiga faktor
yang berperan pada patogenesis OSA: Faktor pertama adalah obstruksi saluran
napas daerah faring akibat pendorongan lidah dan palatum ke belakang yang dapat menyebabkan oklusi nasofaring dan
orofaring, yang menyebabkan terhentinya aliran udara, meskipun
pernapasan masih berlangsung pada saat tidur. Hal ini menyebabkan apnea,
asfiksia sampai periode arousal.
Faktor kedua
adalah ukuran lumen faring yang dibentuk oleh otot dilatorfaring (m. pterigoid
medial, m. tensor veli palatini, m. genioglosus, m. geniohiod,dan 4 m.
sternohioid) yang berfungsi menjaga keseimbangan tekanan faring pada saat
terjadinya tekanan negatif intratorakal akibat kontraksi diafragma. Kelainan fungsi kontrol neuromuskular pada otot dilator faring
berperan terhadap kolapsnya saluran
napas. Defek kontrol ventilasi di otak menyebabkan kegagalan atau terlambatnya refleks otot dilator faring, saat pasien
mengalami periode apnea hipopnea.
Faktor
ketiga adalah kelainan kraniofasial mulai dari hidung sampai hipofaring yang dapat menyebabkan penyempitan pada
saluran napas atas. Kelainan
daerah ini dapat menghasilkan tahanan yang tinggi. Tahanan ini juga merupakan predisposisi kolapsnya saluran napas atas.
Kolaps nasofaring ditemukan
pada 81% dari 64 pasien OSA dan 75% di antaranya memiliki lebih dari satu penyempitan saluran napas atas.
Periode apnea adalah terjadinya henti napas selama
10 detik atau lebih. Periode hipopnea adalah terjadinya keadaan reduksi
aliran udara sebanyak lebih-kurang 30% selama 10 detik yang berhubungan dengan penurunan saturasi oksigen darah sebesar 4%. Apnea terjadi karena kolapsnya saluran napas atas secara total, sedangkan hipopnea kolapsnya sebagian, namun jika
terjadi secara terus menerus dapat
menyebabkan apnea.
Suara
mendengkur timbul akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas akibat
sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah atau palatum. Sumbatan terjadi akibat kegagalan otot-otot
dilator saluran nafas atas menstabilkan
jalan nafas pada waktu tidur di mana otot-otot faring berelaksasi, lidah dan palatum jatuh ke belakang sehingga terjadi
obstruksi.
Trauma pada
jaringan di saluran nafas atas pada waktu mendengkur mengakibatkan kerusakan pada serat-serat otot dan
serabut-serabut saraf perifer. Akibatnya
kemampuan otot untuk menstabilkan saluran nafas terganggu dan meningkatkan kecenderungan saluran nafas untuk
mengalami obstruksi. Obstruksi yang
diperberat oleh edema karena vibrasi yang terjadi pada waktu mendengkur dapat berperan pada progresivitas mendengkur menjadi sleep apnea pada individu tertentu.
Obstructive Sleep Apnoea (OSA) ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas baik komplet atau parsial selama
tidur. Akibatnya aliran udara pernafasan
berkurang (hipopnea) atau terhenti (apnea) sehingga terjadi desaturasi oksigen (hipoksemia) dan penderita berkali-kali
terjaga (arousal). Kadang-kadang penderita benar-benar terbangun pada saat apnea di
mana mereka merasa tercekik. Lebih sering
penderita tidak sampai terbangun tetapi terjadi partial arousal yang berulang, berakibat pada
berkurangnya tidur dalam atau tidur gelombang lambat.Keadaan ini menyebabkan
penderita mengantuk pada siang hari, kurang perhatian,konsentrasi dan ingatan
terganggu. Kombinasi hipoksemia dan partial arousal yang
disertai dengan peningkatan aktivitas adrenergik menyebabkan takikardi dan hipertensi sistemik. Banyak penderita OSA tidak merasa
mempunyai masalahdengan tidurnya dan datang ke dokter hanya karena teman tidur
mengeluhkan suara
mendengkur yang keras (fase preobstruktif) diselingi oleh keadaan senyap yang lamanya bervariasi (fase apnea obstruktif).
D.
Manifestasi
Klinis
Gejala pada malam hari:
1. Mendengkur dengan bunyi keras dan
mengganggu
2. Napas berhenti di sela - sela
mendengkur dan diakhiri dengan mendengus
3. Rasa sesak dan tercekik yang membuat
penderita terbangun
4. Tidur tidak nyenyak karena sering
terbangun dan berubah posisi
Gejala pada pagi hari:
1. Bangun dengan perasaan tidak segar
2. Sakit kepala pagi hari
3. Sakit atau nyeri tenggorokan pada saat
bangun tidur
4. Mengantuk yang berlebihan di siang
hari (Excessive Daytime Sleepiness, EDS)
5. Kelelahan berkepanjangan
6. Perubahan kepribadian
7. Gangguan kosentrasi dan memori
E.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan saluran napas mulai dari
level hidung sampai daerah laring dengan nasofaringoskopi serat optik. Lokasi
obstruksi ini penting diketahui berkaitan dengan kesesuaian derajat berat atau
ringannya OSA yang penetapannya dilakukan melalui pemeriksaan polisomnografi.
Hasil polisomnografi akan menentukan jenis terapi yang tepat untuk pasien,
apakah dilakukan dengan teknik bedah atau non bedah.
Dalam mengobati OSA, setiap pasien
akan mendapatkan terapi pengobatan yang berbeda, beda, sesuai dengan penyebab
OSA. Dan untuk menemukan lokasi sumbatan / obstruksi penyebab OSA secara pasti,
segeralah konsultasi ke dokter dan diperlukan pemeriksaan diagnostik, seperti:
1. Indeks Masa Tubuh:
< 30, 65 % OSA
> 30, 25 % - 30 % OSA
2. Pemeriksaan Fisik : Hidung, THT,
lidah dll
- Skala Tidur Epworth (ESS), < 10 cenderung OSA
- Nasolaringkospi
- Sleep Endoscopy, dengan cara pembiusan dengan pemberian obat tidur
- Sefalometri : pemeriksaan tulang
- Sleep test ;
- Polisomnografi:
- Evaluasi gangguan tidur: EEG, EMG, EOG, ECG
- Beratnya snoring, jumlah henti nafas, lokasi penyempitan, saturasi oksigen, dll.
F.
Penatalaksanaan
Tujuan dari manajemen
adalah menurunkan resiko terjadinya gangguan kardiovaskular dan kondisi
hipersomnolen pada pasien OSA. Pengobatan yang dapat diberikan adalah :
1.
Pengobatan
konservatif yaitu perubahan posisi tidur miring
ke samping kanan atau kiri yang bergantung pada perbaikan nilai IGR?.
Selain itu, pasien dapat pula menurunkan berat badan (penurunan 10% menurunkan
IGR 26%), menghindari minuman beralkohol, dan mengurangi konsumsi obat sedatif.
2.
Pengobatan
dengan Continous Positive Airway Pressure
(CPAP)
Penggunaan masker
terhubung dengan tekanan oksigen yang dipompa secara berkala sesuai dengan
pernapasan pneumatic. CPAP ini diindikasikan untuk pasien dengan IGR > 30
kali kejadian per jam. Pasien dengan IGR < 30, akan membutuhkannya apabila
hipersomnolen siang hari, gangguan konsentrasi, dan adanya penyakit
serebrovaskular (hipertensi, strok, penyakit jantung koroner).
3.
Penggunaan
alat penopang mulut
American
Academy of Sleep Medicine merekomendasikan alat
ini untuk OSA derajat ringan sampai sedang. Penggunaannya adalah untuk menjaga
patensi saluran napas atas meskipun keberhasilan terapinya tidak bermakna.
4.
Pembedahan
Tindakan bedah yang
dilakukan untuk OSA adalah uvupalatofaringoplasti, ovulopalatoplasti dengan sinar
laser, tonsilektomi, ablasi, atau reseksi parsial lidah, rekonstruksi rahang
atas dan bawah, sampai dengan trakeostomi. Hasil maksimal dengan tindakan bedah
ini adalah 40% untuk mengatasi OSA.
G.
Komplikasi
1.
Komplikasi kardiovaskular Hipoksia nokturnal berulang, hiperkapnia,
dan asidosis respiratorik dapat mengakibatkan
terjadinya hipertensi pulmoner yang
merupakan penyebab kematian pasien OSAS. Hipertensi pulmoner kemudian
berkembang menjadi korpulmonal. Prevalens hipertensi pulmoner pada anak dengan
OSAS tidak diketahui. Brouilette dkk. Melaporkan bahwa korpulmonal terjadi pada
55% dari 22 anak dengan OSAS, sedangkan Guilleminault dkk. Melaporkan adanya
cardiorespiratory failure pada 20% dari 50 pasien.
2.
Enuresis
Enuresis dapat merupakan komplikasi OSAS. Kemungkinan etiologinya karena
kelainan dalam regulasi hormon yang mempengaruhi cairan tubuh. Enuresis,
khususnya yang sekunder, dapat membaik setelah obstruksi jalan napas-atas
diatasi.
3.
Penyakit respiratorik Penyakit
OSAS lebih mungkin mengaspirasi sekret dari saluran respiratorik atas yang dapat menyebabkan kelainan saluran
respiratorik-bawah yang akjirnya memungkinkan terjadinya infeksi respiratorik.
Keadaan akan membaik setelah dilakukan tonsilektomi dan/atau adenoidektomi.
Beberapa anak dengan tonsil yang besar akan mengalami disfagia atau merasa
sering tercekik dan berisiko mengalami aspirasi pneumonia.
4.
Gagal napas dan kematian
Sebuah laporan kasus melaporkan adanya gagal napas pada pasien OSAS berat atau
karena komplikasi perioperatif.
5.
Komplikasi neurobeharioral? Komplikasi neurobehavioral terjadi akibat
hipoksia kronis nokturnal, asidosis, dan sleep fragmentation. Rasa mengantuk
pada siang hari yang berlebihan dilaporkan terjadi pada 31-84% anak dengan
OSAS. Keluhan lain yang dapat menyertai OSAS adalah keterlambatan perkembangan,
penampilan di sekolah yang kurang baik, hiperaktif, agresif, dan menarik diri
dari kehidupan sosial. Manifestasi gangguan kognitif yang lebih ringan dapat
sering terjadi. Suatu penelitian menunjukkan bahwa perbaikan OSAS yang berat
dapat menyebabkan perbaikan yang nyata pada fungsi kognitif.
6.
Gagal tumbuh Gagal
tumbuh merupakan komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak dengan OSAS,
yaitu kira-kira 27-56%. Penyebab gagal tumbuh pada anak dengan OSAS adalah
anoreksia, disfaga, sekunder akibat hipertrofi adenoid dan tonsil, peningkatan
upaya untuk bernapas, dan hipoksia. Pertumbuhan yang cepat terjadi setelah
adenotonsilektomi.