BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem saraf adalah suatu jalinan yang kompleks sangat khusus dan saling
berhubungan satu dengan yang lain. Fungsi dari system saraf adalah
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitar. Semua aktivitas kehidupan manusia dikontrok oleh system
saraf dan dikoordinasikan oleh system musculoskeletal untuk dapat bergerak.
Terdapat 2 komponen system saraf, yaitu neuron dan neuroglia. Neuron
adalah struktur yang kompleks dan merupakan system komunikasi utama tubuh
manusia, memiliki berbagai macam bentuk.
Sedangkan neuroglia adalah merupakan tempat suplai nutrisi dan proteksi
pada neuron. Neuroglia merupakan unsure seluler dari susunan saraf yang tidak
menghantarkan system saraf. Jumlah neuroglia bertambah seiring dengan aktivitas
dari neuron. Sekitar 90% di dalam SSP bukanlah neuron tetapi sel glia
atau neuroglia. Meskipun berjumlah besar, sel glia hanya menempati
sekitar separuh dari volume otak karena sel ini tidak membentuk cabang sebanyak
yang dimiliki oleh neuron.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah
sebagai berikut :
1.
Apa yang
dimaksud dengan neuroglia?
2.
Apa saja jenis
neuroglia?
3.
Apa saja
komponen neuroglia?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, kami dapat mengambil tujuan sebagai
berikut :
1.
Menjelaskan
pengertian neuroglia.
2.
Menjelaskan
jenis neuroglia.
3.
Menjelaskan
komponen neuroglia.
BAB II
PEMBAHASAN
JENIS DAN KOMPONEN SEL GLIA
Neuroglia
( berasal dari kata ‘nerve glue’ )
yang pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Virchow pada tahun
1854. Neuroglia tersusun atas berbagai macam sel yang secara
keseluruhan menyokong, melindungi dan berperan sebagai sumber nutrisi bagi sel
saraf (Neuron), baik pada susunan saraf pusat
(SSP) maupun pada susunan saraf tepi (SST). Sel-sel glia memegang
peranan sangat penting dalam menunjang aktivitas neuron. Sel ini sangat penting
bagi integritas struktur sistem saraf dan bagi fungsi normal neuron.
Neuroglia adalah sel penyokong
untuk neuron-neuron SSP, sedangkan sel Schwann menjalankan fungsi tersebut pada
SST. Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medula spinalis. Neuroglia
jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10:1. Tidak seperti neuron, sel glia tidak
membentuk atau mengeluarkan impuls saraf. Sel ini berkomunikasi dengan neuron
dan di antara mereka sendiri melalui sinyal kimiawi. Selama beberapa waktu
sejak penemuannya pada abad ke-19, sel glia dianggap oleh para ilmuwan adalah
“semen” pasif yang secara fisik menopang neuron yang secara fungsional penting.
Namun, dalam decade terakhir, beragam peran penting yang dimiliki oleh sel ini
mulai terungkap. Sel glia berfungsi sebagai jaringan ikat
SSP dan karenanya membantu menunjang neuron baik secara fisik maupun metabolik.
Sel-sel ini secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel
khusus yang mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal bagi
fungsi neuron.
Selain itu, sel-sel ini secara aktif memodulasi sinaps dan kini dianggap sama pentingnya seperti neuron dalam
proses belajar dan mengingat.
Ada 2 jenis sel glia :
1.
Sel glia pada sistem saraf pusat
2.
Sel glia pada sistem saraf tepi
A.
SEL
GLIA DI SISTEM SARAF PUSAT
Di
dalam sistem saraf pusat, terdapat empat sel glia :
1.
Astrosit
Astrosit
yang diberi nama demikian karena berbentuk seperti bintang (astro artinya “bintang”, sit artinya “sel”), adalah sel glia yang paling
banyak. Sel ini memliki fungsi penting, diantaranya :
a.
Sebagai “lem” (glia artinya
“lem”) utama SSP, astrosit menyatukan neuron-neuron dalam hubungan ruang yang benar.
b.
Astrosit berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron ke tujuan
akhirnya selama perkembangan otak masa janin.
c.
Sel-sel glia ini memicu pembuluh darah
halus otak menjalani perubahan anatomik dan fungsional yang berperan dalam
pembentukan sawar darah-otak suatu pembatas sangat selektif antara darah dan
otak yang akan segera dibahas secara lebih detail.
d.
Astrosit penting dalam perbaikan cedera
otak dan dalam pembentukan jaringan parut saraf.
e.
Sel ini berperan dalam aktifitas neurontransmitter.
Astrosit menyerap dan menguraikan glutamat dan asam gama-amino butirat (GABA),
yang masing-masing adalah neurotransmitter eksitatorik dan inhibitorik,
sehingga kerja pembawa-pembawa pesan kimiawi ini terhenti.
f.
Astrosit menyerap kelebihan K+
dari CES otak ketika aktivitas potensial aksi yang tinggi menglahkan kemampuan
pompa Na+ - K+
mengembalikan K+ yang keluar kedalam neuron. (Ingatlah bahwa K+ meninggalkan neuron
ketika fase turun potensial aksi). Dengan menyerap
kelebihan K+,
astrosit membantu mempertahankan
konsentrasi ion CES otak yang sesuai agar eksitabilitas saraf normal. Jika
kadar K+ di CES otak dibiarkan meningkat maka gradien konsentrasi K+
yang berkurang antara CIS neuron dan CES sekitar akan menurunkan membran neuron
mendekati ambang, bahkan saat istirahat. Hal ini akan meningkatkan kepekaan
otak terhadap rangsangan. Pada kenyataannya peningkatan konsentrasi K+
CES otak mungkin merupakan salah satu faktor yang berperan dalam lepas muatan konvulsif eksplosif sel otak yang
terjdi selama bangkitan (seizure) epileptik.
g.
Dalam penelitian-penelitian terakhir astrosit bersama dengan sel glia lain diketahui
meningkatkan pembentukan sinaps dan memodifikasi transmisi sinaps. Astrosit
berkomunikasi dengan neuron dan dengan astrosit lain melalui sinyal kimiawi
dengan dua cara. Pertama, ditemukan adanya taut celah antara astrosit-astrosit
itu sendiri dan antara astrosit dan neuron. Sinyal kimiawi dapat berjalan
langsung antara sel-sel melalui saluran penghubung kecil ini tanpa masuk ke CES
sekitar. Kedua,
astrosit memiliki reseptor untuk neurotransmitter glutamat yang sering dikeluarkan
oleh neuron. Selain itu, pada sebagian
kasus, pembentukan potensial
aksi neuron di otak memicu pelepasan ATP bersama dengan neurotransmitter klasik
dari
terminal akson. Pengikatan
glutamat ke reseptor astrosit dan/atau deteksi ATP ekstrasel oleh astrosit
menyebabkan influks kalsium ke dalam sel glia ini. Peningkatan kalsium intrasel
kemudian mendorong astrosit itu sendiri mengelurkan ATP sehingga sel-sel glia
sekitar menjadi aktif. Dengan cara ini, astrosit berbagi informasi dengan
aktivitas potensil aksi suatu neuron di sekitarnya. Karena itu, astrosit dapat
berkomunikasi dengan sesamanya melalui pertautan antar-astrosit di taut celah dan melalui perambatan gelombang
kalsium. Lebih lanjut, astrosit dan sel glia lain juga dapat mengeluarkan
neurotransmitter yang sama dengan yang dikeluarkan oleh neuron, serta sinyal
kimiawi lain. Bahan-bahan kimia ekstrasel yang dikeluarkan oleh sel glia ini
dapat memengaruhi eksitabilitas neuron dan memperkuat aktivitas sinaps,
misalnya dengan meningkatkan pelepasan neurotransmitter oleh neuron atau
mendorong pembentukan sinaps baru. Modulasi aktivitas sinaps oleh sel glia
kemungkinan besar penting dalam ingatan
dan belajar. Para ilmuan kini mencoba memilah-milah “percakapan” dua arah yang
terjadi antara sel glia dan neuron karena dialog ini berperan penting dalam
memproses informasi di otak.
Terdapat
dua jenis astrosit :
a. Astrosit
protoplasmatis terdapat banyak pada substantia grisea. Sel-sel ini mempunyai
tonjolan-tonjolan sitoplasmatis yang meluas dari seluruh permukaan sel.
Kadang-kadang tonjolan tersebut berakhir pada pembuluh darah kecil sebagai
cabang-cabang yang lebih kecil membentuk "perivascular feet". Di
dalam sitoplasmanya dapat diperlihatkan butir-butir yang dinamakan gliosom.
b. Astrosit
fibrosa sebaliknya terdapat lebih banyak dalam substanstia alba. Perbedaannya
dengan astrosit protoplasmatis dapat dilihat dari tonjolan-tonjolannya yang
lebih panjang dan lurus dengan sedikit percabangan. Di dalam tonjolan-tonjolan
tersebut terdapat gambaran filamen.
2.
Oligodendrosit
Oligodendroglia bentuknya lebih kecil daripada
astrosit dengan cabang sitoplasmanya lebih pendek dan jumlah cabang sedikit
(oligo= sedikit). Intinya kecil,
dan sitoplasma disekitar inti sedikit, tampak sebagai pinggiran perinuklear.
Mengandung ribosom, kompleks Golgi, mikrotubulus dan neurofilamen.
Sel
ini terutama ada di substansia grisea yang berhubungan erat dengan perikarion
neuron (sel-sel satelit perineuronal) dan di substansia alba dalam jumlah yang
sedikit yang terletak di antara berkas-berkas akson. Lainnya terletak dekat
dengan pembuluh darah (perivaskular).
Fungsi oligodendroglia adalah membentuk
selubung mielin di SSP dan sebagai sel penyokong. Cabang sitoplasma yang serupa
daun dari badan-badan sel meluas melingkar mengitari serat-serat saraf secara
spiral. Tiap oligodendroglia mempunyai beberapa cabang sehingga dapat membentuk
sarung-sarung myelin disekitar beberapa serat-serat saraf yang berdekatan.
Oligondendrosit membentuk selubung mielin insulatif
disekitar akson SSP. Oligodendrosit memiliki beberapa juluran memanjang yang
masing-masing membungkus (seperti
dadar gulung) sepotong akson antarneuron untuk membentuk segmen mielin.
Oligodendroglia atau oligodendrosit seperti astrosit
memiliki silinder sitoplasma yang panjang dan merupakan sel glia yang bertanggung jawab menghasilkan
myelin dalam SSP. Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron dan
membrane plasmanya membungkus tonjolan neuron sehingga membentuk selubung
mielin. Mielin pada SST dibentuk oleh sel Schwann. Fungsi pada oligodendrosit adalah
membentuk selubung mielin di SSP.
3.
Mikroglia
Mikroglia adalah sel pertahanan imun SSP. Sel
“pembersih” ini adalah “sepupu” monosit, sejenis sel darah putih yang
meninggalkan darah dan membentuk lini pertama pertahanan di berbagai jaringan
di seluruh tubuh. Mikroglia berasal dari jaringan sumsum tulang yang sama
dengan yang menghaslkan monosit. Selama perkembangan masa mudigah, bermigrasi
ke SSP, tempat sel-sel ini berdiam diri sampai diaktifkan oleh infeksi atau cedera.
Dalam keadaan istirahat, mikroglia adalah sel
“berbulu” dengan banyak cabang panjang yang memancar keluar. Mikroglia dalam
keadaan istirahat bukan sekedar sel pengawas. Sel ini mengeluarkan
faktor-faktor pertumbuhan dalam konsentrasi yang rendah, misalnya faktor pertumbuhan
saraf, yang membantu neuron dan sel glia lain bertahan hidup dan tumbuh. Jika
terjadi masalah di SSP, mikroglia menarik cabang-cabangnya, membulat, dan
menjadi sangat mobile, bergerak menuju daerah yang bermasalah untuk
menyingkirkan semua benda asing atau sisa jaringan. Dalam keadaan aktif,
mikroglia mengeluarkan bahan-bahan kimia dekstruktif untuk menyerang sasaran
mereka.
4.
Sel
Ependim
Sel Ependim melapisi bagian dalam rongga-rongga
berisi cairan di SSP. Ketika system saraf berkembang pada masa mudiga dari
tabung saraf berongga, rongga sentral awal pada tabung ini dipertahankan dan
dimodifikasi untuk membentuk ventrikel dan kanalis sentralis. Ventrikel terdiri
dari empat rongga yang saling berhubungan didalam interior otak serta juga
bersambungan dengan kanalis sentralis sempit yang membentuk terowongan dibagian
tengah medulla spinalis. Sel-sel ependim yang melapisi ventrikel ikut membentuk
cairan serebrospinal,suatu topik yang akan segera kita bahas. Sel-sel ependim
adalah salah satu dari beberapa jenis sel yang memiliki silia. Gerakan silia
sel ependim ikut berperan mengalirkan cairan serebrospinal diseluruh ventrikel.
Yang menarik, riset-riset baru berhasil menemukan
sel ependim yang sama sekali berbeda : sel ini berfungsi sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk
tidak saja sel glia lain tetapi juga neuron. Pandangan tradisional telah lama
menganggap bahwa otak dewasa tidak membentuk neuron baru. Kemudian pada akhir
1990 an, para ilmuwan menemukan bahwa neuron-neuron baru ternyata terbentuk
disatu terbatas, yaitu dibagian tertentu hipokampus,suatu struktur yang penting
untuk belajar dan megingat. Neuron dibagian otak lainnya dianggap tidak dapat
digantikan. Tetapi penemuan bahwa sel ependim adalah prekurser bagi
neuron-neuron baru mengisyaratkan bahwa otak dewasa memiliki potensi lebih
besar untuk memperbaiki bagian yang rusak daripada yang selama ini dianggap.
Saat ini belum ada bukti bahwa otak secara spontan memperbaiki diri setelah
gangguan yang merusak neuron misalnya trauma kepala,stroke,penyakit neurodegenaratif.
Tampaknya sebagian besar daerah otak tidak dapat mengaktifkan mekanisme untuk
mengganti neuron yang hilang,mungkin karena : “campuran” bahan-bahan kimia
penunjang yang diperlukan tidak tersedia.
Fungsi sel ependim adalah melapisi bagian dalam
rongga otak dan medulla spinalis,
ikut membentuk cairan serebrospinal,
berfungsi sebagai sel puncaneuron dengan potensi membentuk neuron dan sel glia baru.
B.
SEL
GLIA DI SISTEM SARAF TEPI
Sel Schwann
Sel Schwann
(bahasa Inggris:
Schwann cell, neurolemmocyte) adalah sejenis sel glial yang disebut menurut
nama seorang ilmuwan
Jerman
yaitu Theodor Schwann.
Pada akson sistem saraf tepi, sel Schwann memungkinkan
terjadinya transduksi sinyal elektrik dari dendrit menuju terminal
akson, dengan melilitkan membran
plasmanya secara konsentrik sepanjang akson yang dikenal sebagai selubung
mielin.
Pada sistem saraf pusat, selubung mielin terbentuk
oleh oligodendrosit. Sel Schwann sebagai neuron unipolar, sebagaimana
oligodendrosit, membentuk mielin
dan neurolemma pada SST. Neurolema
adalah membran sitoplasma halus yang dibentuk oleh sel–sel Schwann yang
membungkus serabut akson neuron dalam SST, baik yang bermielin maupun tidak
bermielin. Neurolema merupakan struktur penyokong dan pelindung bagi serabut
akson.
SELUBUNG MIELIN
Selubung mielin
adalah lapisan yang melingkari akson secara konsentris dan terdiri atas lipid
dan neurokeratin. Pada susunan saraf pusat selubung
mielin dibentuk oleh sel oligodendroglia
sedangkan pada susunan saraf tepi dibentuk oleh sel Schwann.
Dalam keadaaan segar selubung mielin sangat
refraktil dan putih (mielin memberikan warna putih pada substansia alba otak dan medula spinalis). Mielin yang terutama
terdiri atas lipid, melarut sesudah cara-cara fiksasi biasa, meninggalkan
anyaman bahan-bahan protein yang disebut neurokeratin disekeliling serat saraf.
Mielin dapat difiksasi dan terpulas hitam osmium tetraoksida. Sesudah difiksasi
dengan bikromat, mielin dapat dapat diwarnai dengan hematoksilin.
Dengan mikroskop cahaya, selubung mielin terlihat sebagai silinder yang tidak sempurna atau
terputus-putus, karena pada setiap jarak 0,1-1,5 mm terdapat celah pada
selubung-selubung yang dikenal sebagai nodus Ranvier atau pinggetan Ranvier. Pada
pulasan perak nodus Ranvier akan terisi oleh endapan perak yang dikenal sebagai
palang
Ranvier. Dengan mikroskop elektron terlihat bahwa mielin merupakan
suatu seri lapisan konsentris membran plasma sel Schwann atau
oligodendroglia.
Proses Pembentukan
Selubung Mielin
Proses pembentukan selubung mielin diawali oleh
terjadinya invaginasi serat
saraf ke dalam sitoplasma sel Schwann. Kedua ujung sitoplasma sel Schwann
kemudian akan menyatu dan membungkus serat saraf. Tempat penyatuan awal ini
dikenal sebagai mesaxon interna. Mesaxon kemudian meluas ke arah dalam
membentuk lapisan atau lamel-lamel sitoplasma sel Schwann. Sitoplasma sel
Schwann kemudian menghilang dan ke dua sisi dalam membran sitoplasma akan
menyatu dan menebal membentuk garis perioda. Membran ekstraselular
dari sitoplasma sel Schwann kemudian mendekat tetapi tidak menyatu membentuk garis
interperioda. Pada akhir proses mielinisasi terjadi penyatuan dinding
sitoplasma sel Schwann untuk kedua kali yang disebut mesaxon eksterna.
Pada saat penyatuan kedua sisi dalam membran
sitoplasma sel Schwann terdapat kegagalan di beberapa tempat sehingga
meninggalkan sejumlah kecil sitoplasma yang terjerat dalam selubung milein yang
dikenal sebagai celah atau insisura Schmidt Lanterman. Fiksasi dengan menggunakan
osmium tetraoksida dapat menunjukkan adanya celah Schmidt Lanterman.
Pada SSP, proses pembentukan selubung mielin
berjalan serupa dengan proses pembentukan di SST, tetapi pada SSP satu sel
oligodendroglia dapat membuat selubung mielin untuk beberapa serat saraf.
Hipotesis tentang pembentukan lamel-lamel mielin ini
dikenal sebagai teori “Jelly Roll”.
Fungsi Selubung Mielin
Fungsi
selubung mielin adalah seperti insulator pada kawat listrik. Arus listrik
meloncat dari dari nodus Ranvier yang satu ke nodus Ranvier berikutnya dengan
sangat cepat (saltatory conduction). Dengan demikian kecepatan rambat saraf
listrik pada saraf yang bermielin jauh lebih cepat dibandingkan dengan serat
saraf tanpa mielin.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat
diambil adalah Neuroglia
adalah sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, sedangkan sel Schwann menjalankan
fungsi tersebut pada SST. Neuroglia menyusun 40% volume otak dan medula
spinalis. Neuroglia jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan
perbandingan sekitar 10:1. Sel glia berfungsi sebagai jaringan ikat SSP dan
karenanya membantu menunjang neuron baik secara fisik maupun metabolik. Sel-sel
ini secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel khusus
yang mengelilingi neuron di dalam batas-batas sempit yang optimal bagi fungsi neuron.
Selain itu, sel-sel ini secara aktif memodulasi sinaps dan kini dianggap sama
pentingnya seperti neuron dalam proses belajar dan mengingat. Kini kita akan
melihat peran spesifik 4 tipe utama sel glia di SSP-astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependim.
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif.
2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.