1.
Definisi
Anemia sel sabit adalah sejenis anemia kongenital dimana
sel darah merah berbentuk menyerupai sabit, karena adanya hemoglobin abnormal.
(Noer Sjaifullah, 1999).
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat
adanya defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri.
(Suzanne C. Smeltzer, 2002) Anemia Sel Sabit (Sickle cell anemia) disebut juga anemia
drepanositik, meniskositosis, penyakit hemoglobin S.
Penyakit sel sabit (sickle cell disease) adalah suatu penyakit keturunan yang
ditandai dengan sel darah merah yang berbentuk sabit dan anemia hemolitik
kronik.
Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki
hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya abnormal, sehingga
mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan menyebabkan bentuk sel menjadi
seperti sabit. Sel yang berbentuk sabit menyumbat dan merusak pembuluh darah
terkecil dalam limpa, ginjal, otak, tulang dan organ lainnya serta menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen ke organ tersebut. Sel sabit ini rapuh dan akan
pecah pada saat melewati pembuluh darah, menyebabkan anemia berat, penyumbatan
aliran darah, kerusakan organ dan mungkin kematian.
2.
Anatomi Fisiologi
Sel darah merah atau eritrosit adalah merupakan cairan
bikonkaf yang tidak berinti yang kira – kira berdiameter 8 m, tebal bagian tepi 2 m pada
bagian tengah tebalnya 1 m atau kurang. Karena sel itu lunak dan lentur maka
dalam perjalanannya melalui mikrosirkulasi konfigurasinya berubah. Stroma
bagian luar yang mengandung protein terdiri dari antigen kelompok A dan B serta
faktor Rh yang menentukan golongan darah seseorang. Komponen utama sel darah
merah adalah protein hemoglobin (Hb) yang mengangkut O2 dan CO2
dan mempertahankan pH normal melalui serangkaian dapar intraselluler. Molekul – molekul Hb
terdiri dari 2 pasang rantai polipeptida (globin) dan 4 gugus heme, masing – masing
mengandung sebuah atom besi. Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang
sangat sempurna.
3.
Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang timbul akibat
dari anemia sel sabit adalah penyumbatan pembuluh darah dengan manifestasi
sebagai berikut :
a.
Infrak pada
berbagai organ seperti ginjal , paru – paru dan susunan saraf.
b.
Pada anak berupa
kegagalan untuk tumbuh dengan normal , gangguan pertumbuhan dan perkembangan
serta sering terserang infeksi bakteri khuhusnya infeksi pneumokok.
c.
Limpa
membesar tetapi karena adanya infrak berulang menyebabkan limpa menjadi atrofi
dan tidak berfungsi sebelum anak mencapai 8 tahun. Proses ini disebut sebagai
outosplenektomi. Kepekaan terhadap infeksi menetap selama hidup.
d.
Tangan dan
kaki bengkak,terasa sakit , meradang ( sindrom tangan dan kaki yang dikenal
sebagai daktilitis ) terlihat pada sekitar 20% - 30%anak – anak berumur 2
tahun. Daktilitis di akibatkan oleh iskemia dan infrak tulang metakarpal serta
tulang metatarsal keadaan tersebut disertai oleh demam.
e.
Krisis sel
sabit. Krisis yang menyakitkan rekuren dan melemahkan merupakan penyebab utama
morbiditas penyakit sel sabit.
f.
Tanda – tanda
pada jantung akibat anemia seperti takikardia atau bising sering terjadi. Dapat
juga terjadi pembesaran jantungdan payah jantung kongestif.
g.
Pada ginjal
dapat terjadi gangguan kemampuan pemekatan urine. Infrak berulang dapat
mengakibatkan nekrosis papila dan hematuria.
h.
Pada paru
sering terjadi infeksi paru yang berulang.
i.
Tukak tungkai
kronis di atas mata kaiki dan sepanjang permukaan medial tibia.
4.
Etiologi
Penyakit sel sabit adalah hemoglobinopati yang disebabkan
oleh kelainan struktur hemoglobin. Kelainan struktur terjadi pada fraksi globin
di dalam molekul hemoglobin. Globin tersusun dari dua pasang rantai
polipeptida. Misalnya, Hb S berbeda dari Hb A normal karena valin menggantikan
asam glutamat pada salah satu pasang rantainya. Pada Hb C, lisin terdapat pada
posisi itu.
Substitusi asam amino pada penyakit sel sabit
mengakibatkan penyusunan kembali sebagian besar molekul hemoglobin jika terjadi
deoksigenasi (penurunan tekanan O2). Sel – sel darah merah kemudian
mengalami elongasi dan menjadi kaku serta berbentuk sabit.
Deoksigenasi dapat terjadi karena banyak alasan.
Eritrosit yang mengandung Hb S melewati sirkulasi mikro secara lebih lambat
daripada eritrosit normal, menyebabakan deoksigenasi menjadi lebih lama.
Eritrosit Hb S melekat pada endotel, yang kemudian memperlambat aliran darah.
Peningkatan deoksigenasi dapat mengakibatkan SDM berada di bawah titik kritis
dan mengakibatkan pembentukan sabit di dalam mikrovaskular.
Karena kekakuan dan bentuk membrannya yang tidak
teratur, sel-sel sabit berkelompok, dan menyebabkan sumbatan pembuluh darah,
krisis nyeri, dan infark organ (Linker, 2001). Berulangnya episode pembentukan
sabit dan kembali ke bentuk normal menyebabkan membran sel menjadi rapuh dan
terpecah-pecah. Sel-sel kemudian mengalami hemolisis dan dibuang oleh sistem
monositmakrofag. Dengan demikian siklus hidup SDM jelas berkurang, dan
meningkatnya kebutuhan menyebabkan sumsum tulang melakukan penggantian. Hal-hal
yang dapat menjadi penyebab anemia sel sabit adalah infeksi, disfungsi jantung,
disfungsi paru, anastesi umum, dataran tinggi, dan menyelam. (Price A Sylvia,
2006).
5.
Patofisiologi
Efeknya adalah
satu substitusi asam amino pada rantai beta hemoglobin karena hemoglobin A
normal mengandung dua rantai α dan dua rantai β, maka terdapat dua gen untuk
sintesa tiap rantai. Trait sel sabit hanya mendapat satu gen normal, sehingga
SDM masih mampu mensintesa kedua rantai β dan βs, jadi mereka mempunyai
hemoglobin A dan S sehingga mereka tidak menderita anemia dan tampak sehat.
Apabila dua orang dengan trait sel sabit sama menikah, beberapa anaknya akan
membawa dua gen abnormal dan hanya mempuntai rantai βs dan hanya hemoglobin S,
maka anak akan menderita anemia sel sabit. (Smeltzer C Suzanne, 2002).
6.
Manifestasi Klinis
Penderita selalu mengalami berbagai tingkat anemia dan
sakit kuning (jaundice) yang ringan, tetapi mereka hanya memiliki sedikit
gejala lainnya. Berbagai hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah oksigen dalam
darah, (misalnya olah raga berat, mendaki gunung, terbang di ketinggian tanpa
oksigen yang cukup atau penyakit) bisa menyebabkan terjadinya krisis sel sabit,
yang ditandai dengan :
a.
Semakin memburuknya anemia
secara tiba – tiba nyeri (seringkali dirasakan di perut atau tulang – tulang
panjang)
b.
Demam, kadang sesak nafas.
c.
Nyeri perut bisa sangat hebat
dan bisa penderita bisa mengalami muntah; gejala ini mirip dengan apendisitis
atau suatu kista indung telur.
Pada anak – anak, bentuk yang umum dari krisis sel sabit adalah sindroma dada,
yang ditandai dengan nyeri dada hebat dan kesulitan bernafas. Penyebab yang
pasti dari sindroma dada ini tidak diketahui tetapi diduga akibat suatu infeksi
atau tersumbatnya pembuluh darah karena adanya bekuan darah atau embolus
(pecahan dari bekuan darah yang menyumbat pembuluh darah).
Sebagian besar penderita mengalami pembesaran limpa selama masa
kanak-kanak. Pada umur 9 tahun, limpa terluka berat sehingga mengecil dan tidak
berfungsi lagi. Limpa berfungsi membantu melawan infeksi, karena itu penderita
cenderung mengalami pneumonia pneumokokus atau infeksi lainnya.
Infeksi virus bisa menyebabkan berkurangnya pembentukan sel darah,
sehingga anemia menjadi lebih berat lagi. Lama – lama hati menjadi lebih
besar dan seringkali terbentuk batu empedu dari pecahan sel darah merah yang
hancur. Jantung biasanya membesar dan sering ditemukan bunyi murmur. Anak – anak yang
menderita penyakit ini seringkali memiliki tubuh yang relatif pendek, tetapi
lengan, tungkai, jari tangan dan jari kakinya panjang. Perubahan pada tulang
dan sumsum tulang bisa menyebabkan nyeri tulang, terutama pada tangan dan kaki.
Bisa terjadi episode nyeri tulang dan demam dan sendi panggul
mengalami kerusakan hebat sehingga pada akhirnya harus diganti dengan sendi
buatan. Sirkulasi ke kulit yang jelek dapat menyebabkan luka terbuka di
tungkai, terutama pada pergelangan kaki. Kerusakan pada sistem saraf bisa
menyebabkan stroke. Pada penderita lanjut usia, paru – paru dan ginjal mengalami
penurunan fungsi. Pria dewasa bisa menderita priapisme (nyeri ketika mengalami
ereksi).
7.
Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan darah lengkap :
retikulosit (jumlah darah bervariasi dari 30% – 50%), leukositos
(khususnya pada krisis vaso oklusit) penurunan Hb/Ht dan total SDM.
b.
Pemeriksaan pewarnaan SDM :
menunjukkan sabit sebagian atau lengkap, sel bentuk bulan sabit.
c.
Tes tabung turbiditas sabit :
pemeriksaan rutin yang menentukan adanya hemoglobin S, tetapi tidak membedakan
antara anemia sel sabit dan sifat yang diwariskan (trait).
d.
Elektroforesis hemoglobin :
mengidentifikasi adanya tipe hemoglobin abnormal dan membedakan antara anemia
sel sabit dan anemia sel trait.
e.
LED : meningkat.
f.
GDA : dapat menunjukkan
penurunan PO2.
g.
Bilirubin serum : meningkat.
h.
LDH : meningkat.
i.
IVP : mungkin dilakukan untuk
mengevaluasi kerusakan ginjal.
j.
Radiografik tulang : mungkin
menunjukkan perubahan tulang.
k.
Rontgen : mungkin menunjukkan
penipisan tulang
(Doenges E.M, 2002, hal : 585).
8.
Penatalaksanaan
Sekitar 60% pasien anemia sel sabit mendapat serangan
nyeri yang berat hampir terus – menerus dan terjadinya anemia sel sabit selain
dapat disebabkan karena infeksi dapat juga disebabkan oleh beberapa faktor
misalnya perubahan suhu yang ekstrim, stress fisis atau emosional lebih sering
serangan ini terjadi secara mendadak.
Orang dewasa dengan anemia sel sabit sebaiknya
diimunisasi terhadap pneumonia yang disebabkan pneumokokus. Tiap infeksi harus
diobati dengan antibiotik yang sesuai. Transfusi sel darah merah hanya
diberikan bila terjadi anemia berat atau krisis aplastik
Pada kehamilan usahakan agar Hb berkisar sekitar 10 – 12
g/dl pada trimester ketiga. Kadar Hb perlu dinaikkan hingga 12 – 14 g/dl
sebelum operasi. Penyuluhan sebelum memilih teman hidup adalah penting untuk
mencegah keturunan yang homozigot dan mengurangi kemungkinan heterozigot. (Noer
Sjaifullah H.M, 1999, hal : 534)
9.
Komplikasi
Infeksi sering terjadi dan dapat berlangsung fatal pada
masa anak-anak kematian mendadak dapat terjadi karena krisis sekuestrasi dimana
terjadi pooling sel darah merah ke RES dan kompartemen vaskular sehingga
hematokrit mendadak menurun. Pada orang dewasa menurunnya faal paru dan ginjal
dapat berlangsung progresif. Komplikasi lain berupa infark tulang, nekrosis
aseptik kaput femoralis, serangan-serangan priapismus dan dapat berakhir dengan
impotensi karena kemampuan ereksi. Kelainan ginjal berupa nekrosis papilla
karena sickling dan infaris menyebabkan hematuria yang sering berulang-ulang
sehingga akhirnya ginjal tidak dapat mengkonsentrasi urine. Kasus-kasus Hb S
trait juga dapat mengalami hematuria. (Noer Sjaifullah H.M, 1999, hal : 536).
Asuhan keperawatan Sickle Cell Disease
1.
Pengkajian
a.
Pengumpulan
Data
1)
Identifikasi Pasien : nama pasien, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2)
Identitas penanggung
3)
Keluhan utama dan riwayat kesehatan masa lalu
Keluhan utama: pada
keluhan utama akan nampak semua apa yang dirasakan pasien pada saat itu seperti
kelemahan, nafsu makan menurun dan pucat.
Riwayat kesehatan masa
lalu: riwayat kesehatan masa lalu akan memberikan informasi kesehatan atau
penyakit masa lalu yang pernah diderita.
4)
Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit anemia sel
sabit dapat disebabkan oleh kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang
tua yang sama-sama trait sel sabit
5)
Riwayat kesehatan sekarang
a)
Klien terlihat keletihan dan lemah
b)
Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
c)
Mengeluh nyeri mulut dan lidah
6)
Pemeriksaan fisik
a)
Aktivitas/ istirahat
Gejala: keletihan/kelemahan terus
– menerus sepanjang hari, kehilangan produktivitas, kebutuhan tidur lebih besar
dan istirahat
Tanda: Tidak bergairah, gangguan
gaya berjalan (nyeri)
b)
Sirkulasi
Gejala: palpitasi atau nyeri dada
anginal
Tanda: takikardi, disritmia
(hipoksia), tekanan darah menurun, nadi lemah, pernapasan lambat, warna kulit
pucat atau sianosis, konjungtiva pucat.
c)
Eliminasi
Gejala: sering berkemih, nokturia
( berkemih malam hari)
Tanda: nyeri tekan pada abdomen,
hepatomegali, asites, urine encer, kuning pucat, hematuria, berat jenis urine
menurun
d)
Integritas ego
Gejala: mudah marah, kuatir,
takut
Tanda: ansietas, gelisah
e)
Makanan/ cairan
Gejala: haus, anoreksia, mual/
muntah
Tanda: penurunan berat badan,
turgor kulit buruk dengan bekas cubitan, tampak kulit dan membran mukosa
kering.
f)
Hygiene
Gejala: keletihan/ kelemahan,
kesulitan mempertahankan nyeri
Tanda: ceroboh, penampilan tidak
rapi
g)
Neurosensori
Gejala: sakit kepala/pusing,
gangguan penglihatan, kesemutan pada ekstremitas
Tanda: kelemahan otot, penurunan
kekuatan otot, ataksia, kejang
h)
Nyeri/ kenyamanan
Gejala: nyeri punggung, sakit
kepala
Tanda: penurunana rentang gerak,
gelisah
i)
Pernapasan
Gejala: dispnea saat bekerja/
istirahat
Tanda: distres pernapasan akut,
bunyi bronkial, bunyi napas menurun, mengi
j)
Keamanan
Gejala: riwayat transfusi
Tanda: demam ringan, gangguan
penglihatan, gangguan ketajaman penglihatan
k)
Seksualitas
Gejala: kehilangan libido,
amenorea, priapisme
Tanda: maturitas seksual
terlambat, serviks dan dinding vagina (anemia)
2.
Diangnosa keperawatan
a.
Nyeri b/d diogsigenasi jaringan
(Hb menurun).
b.
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan fungsi / gangguan
pada sum-sum tulang.
c.
Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot.
d.
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d porsi makan tidak
dihabiskan.
e.
Integritas kulit b/d menurunnya aliran
darah ke jaringan.
f.
Resiko tinggi infeksi b/d gangguan integritas kulit.
g.
Kecemasan / kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi
tentang penyakitnya.
3.
Rencana Keperawatan
a.
Nyeri b/d diogsigenasi jaringan (HB rendah)
Tujuan : tidak merasakan nyeri
Tindakan Keperawatan :
1)
Kaji tingkat nyeri
R/: dengan mengkaji tingkat
nyeri dapat mempermudah dalam menentukan intervensi selanjutnya.
2)
Anjurkan klien teknik nafas
dalam
R/: dengan menarik nafas dalam
memungkinkan sirkulasi O2 ke jaringan terpenuhi.
3)
Kolaborasi pemberian penambah
darah
R/: membantu klien dalam
menaikkan tekanan darah dan proses penyembuhan.
b.
Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan fungsi / gangguan
sumsum tulang
Tujuan : perfusi jaringan adekuat
Tindakan Keperawatan :
1)
Ukur tanda – tanda vital
R/: untuk mengetahui derajat /
adekuatnya perfusi jaringan dan menentukan intevensi selanjutnya.
2)
Tinggikan kepala tempat tidur
klien
R/: meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
3)
Pertahankan suatu lingkungan
yang nyaman
R/: vasekonstriksi menurunkan
sirkulasi perifer dan menghindari panas berlebihan penyebab vasodilatasi.
4)
Anjurkan klien untuk
menghentikan aktivitas bila terjadi kelemahan
R/: Stres kardiopulmonal
dapat menyebabkan kompensasi.
c.
Aktivitas intolerance b/d kelemahan otot
Tujuan : aktifitas toleransi, dengan kriteria : klien bisa melakukan
aktivitas sendiri.
Tindakan Keperawatan :
1)
Kaji tingkat aktivitas klien
R/: untuk mengetahui aktivitas
yang dilakukan klien dan untuk menetukan intervensi selanjutnya.
2)
Dekatkan alat – alat yang dibutuhkan
klien
R/: untuk membantu klien
dalam memenuhi kebutuhannya.
3)
Bantu pasien dalam melakukan
latihan aktif dan pasif
R/: untuk meningkatkan
sirkulasi jaringan.
4)
Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan ADLnya
R/: dengan bantuan perawat dan
keluarga klien dapat memenuhi kebutuhannya.
5)
Berikan lingkungan tenang
R/: meningkatkan istirahat
untuk menurunkan regangan jantung dan paru.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d porsi
makan tidak dihabiskan
Tujuan : nutrisi terpenuhi dengan kriteria : nafsu makan meningkat, porsi
makan dihabiskan.
Tindakan Keperawatan :
1)
Kaji riwayat nutrisi termasuk
makanan yang disukai
R/: mengidentifikasi
efisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2)
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit
tapi sering dan bervariasi
R/: pemasukan makanan atau
menambah kekuatan dan diberikan sedikit-sedikit agar pasien tidak merasa bosan.
3)
Beri HE tentang pentingnya
makanan atau gizi
R/: makanan yang bergizi dapat
mempercepat penyembuhan penyakitnya.
4)
Timbang berat badan setiap hari
R/: mengawasi penurunan BB
atau efektivitas intervensi nutrisi.
5)
Penatalaksanaan pemberian
vitamin B1
R/: vitamin bisa menambah
nafsu makan.
6)
Konsul pada ahli gizi
R/: membantu dalam membuat
rencana diit untuk memenuhi kebutuhan individu.
e.
Gangguan integritas kulit b/d menurunnya aliran darah ke
jaringan
Tujuan : Mempertahankan integritas kulit dengan kriteria : kulit
segar, sirkulasi darah lancer
Tindakan Keperawatan :
1)
Kaji integritas kulit, catat
pada perubahan turgor, gangguan warna
R/: kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilitas.
2)
Anjurkan permukaan kulit kering
dan bersih.
R/: area lembab,
terkontamiansi memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme
patogenik.
3)
Ubah posisi secara periodic
R/: meningkatkan sirkulasi ke
semua area kulit membatasi iskemia jaringan / mempengaruhi hipoksia selular.
4)
Tinggikan ekstremitas bawah
bila duduk
R/: meningkatkan aliran balik
vena menurunkan statis vena / pembentukan edema.
f.
Resiko tinggi infeksi b/d gangguan integritas kulit.
Tujuan : Mencegah / menurunkan resiko infeksi
Tindakan Keperawatan :
1)
Berikan perawatan kulit
R/: menurunkan resiko kerusakan kulit / jaringan dan infeksi.
2)
Dorong perubahan posisi /
ambulasi yang sering
R/: meningkatkan ventilasi
semua segmen paru dan membantu mobilisasi sekresi.
3)
Tingkatkan masukan cairan
adekuat
R/: membantu dalam
mengencerkan sekret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah
statis cairan tubuh.
4)
Pantau suhu, catat adanya
menggigil dan takikardia
R/: adanya proses inflamasi /
infeksi membutuhkan evaluasi / pengobatan.
g.
Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang
penyakitnya
Tujuan : memahami tentang penyakitnya, mau menerima keadaan penyakitnya, klien
tidak bertanya tentang penyakitnya.
Tindakan Keperawatan :
1)
Berikan informasi tentang
penyakitnya
R/: memberikan dasar
pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat, menurunkan
ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
2)
Kaji pengetahuan pasien tentang
penyakitnya
R/: memberi pengetahuan
berdasarkan pola kemampuan klien untuk memilih informasi.
3)
Dorong mengkonsumsi sedikitnya
4-6 liter cairan perhari
R/: mencegah dehidrasi dan
konsekuensi hiperviskositas yang dapat membuat sabit / krisis.
4)
Dorong latihan rentang gerak
dan aktivitas fisik teratur dengan keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
R/: Mencegah demineralisasi
tulang dan dapat menurunkan resiko fraktur.