BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan
yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan
negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan
perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi – tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia. Visi yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan tersebut dirumuskan sebagai “Indonesia
Sehat 2010”,menurut Depkes
1999. (http://www.litbang.depkes.go.id).
Untuk dapat mencapai tujuan pembangunan
kesehatan, maka penyelenggaraan upaya kesehatan perlu memperhatikan kebijakan
umum, diantaranya adalah peningkatan upaya kesehatan melalui pencegahan dan
pengurangan angka kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan
kecacatan dalam masyarakat terutama pada bayi, anak balita dan wanita hamil,
melahirkan dan masa nifas melalui upaya peningkatan (promosi) hidup sehat,
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular serta pengobatan dan rehabilitasi. (http://www.litbang.depkes.go.id)
Gangguan
jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara
maju,modern dan industri.Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah
penyakit degeneratif,kangker,gangguan jiwa dan kecelakaan (Mardjono dalam
Hawari 2001).Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai gangguan
yang menyebabkan kematian secara langsung,namun beratnya gangguan tersebut
dalam arti ketidakmampuan serta invaliditas baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan,karena mereka tidak produktif dan tidak
efisien.
Mengingat
masalah gangguan jiwa yang meningkat akhir-akhir ini dan terjadinya gempa
dahsyat dengan kekuatan 8.9 Skala Richter pada tanggal 28 Maret 2005 yang
melanda Kepulauan Nias, yang kesemuanya mengakibatkan dampak fisik dan
psikologis, maka WHO memandang perlu program CMHN.
Kegiatan
program CMHN merupakan serangkaian kegiatan yang dimulai dari proses rekruitmen
perawat CMHN yang akan mengikuti pelatihan, pertemuan persiapan yang melibatkan
beberapa sector yang terkait seperti Dinas Kesehatan dan pemerintah daerah
setempat dalam rangka memperoleh dukungan pelaksanan CMHN, kegiatan Pelatihan
Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat (Basic Course of Community Mental
Health Nursing (BC-CMHN) berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan bagi
perawat Puskesmas, sehingga memiliki kompetensi melaksanakan asuhan keperawatan
kepada pasien gangguan jiwa, selanjutnya implementasinya di masyarakat dan
kegiatan supervisi.
WHO
memandang pelaksanaan Program CMHN tersebut sangat positif karena dapat
memenuhi sasaran dalam upaya penanganan masalah pasien gangguan jiwa di
masyarakat. Berdasarkan dari uraian diatas, maka penulis mencantumkan judul
sebagai mana yaitu “Community Mental
Healthy Nursing (CMHN)”yg berarti
keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sehat jiwa, masalah
psikososial, dan gangguan jiwa ?
2. Apa yang dimaksud dengan konsep dasar
community mental heart nursing?
3. Bagaimana konseptual model keperawatan jiwa
komunitas?
4. Bagaimana peran dan fungsi perawat kesehatan
jiwa komunitas?
5. Bagaimana kompetensi perawatan kesehatan jiwa
komunitas (competent of caring)
6. Bagaimana pelayanan
keperawatan jiwa komunitas ?
7. Apa saja enis Gangguan
Jiwa yang ditangani (Anak, Remaja, dan Lansia)
8. Bagaimana perkembangan keperawatan jiwa
komunitas ?
9. Bagaimana perawatan klien
gangguan jiwa ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Untuk mendapatkan informasi tentang ilmu
keperawatan khususnya pada bidang keperawatan kesehatan jiwa komunitas.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Memperoleh informasi tentang keberadaan CMHN pada ilmu
keperawatan saat ini.
b.
Mengetahui
konseptual model keperawatan kesehatan jiwa masayarakat yang ada.
c. Memperoleh pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada kesehatan jiwa komunitas
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Sehat Jiwa, Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa
1. Pengertian Sehat jiwa
a.
Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat
dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain
b.
Kesehatan jiwa adalah suatu kondiri
yang memungkinkan perkembangan optimal bagi individu secara fisik,intelektual
dan emosional sepanjang hal itu tidak bertentangn dengan kepentingan orang lain
(WHO)
c.
Sehat jiwa menurut Dirjen Keswa Depkes
RI (1991) adalah kondisi yang memungkinkan berkembangnya fisik,intelektual dan
emosional seseorang secara oftimal sehingga ia mampu tumbuh dan beradaptasi
dengan lingkungannya secara wajar dengan harkat martabat manusia
d. Kesehatan
jiwa deselenggarakan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara oftimal baik
intelektual maupun emosional (pasal 24,UU tentang kesehatan,1992).Upaya
peningkatan kesehatan jiwa dilakukan untuk mewujudkan jiwa yang sehat secara
oftimal,baik intelektual maupun emosional melalui pendekatan peningkatan
kesehatan,pencegahan dan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan,agar
seseorang dapat tetap atau kembali hidup secara harmonis,baik dalam lingkungan
keluarga,lingkungan kerja dan atau dalam lingkungan masyarakat.
e. Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental
sejahera yang memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang
utuh dari kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia.
Ciri-ciri
sehat jiwa adalah :
a. Bersikap positif terhadap diri sendiri
b. Mampu tumbuh, berkembang dan mencapai
aktualisasi diri.
c. Mampu mengatasi stress atau perubahan pada
dirinya
d. Bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan
yang diambil
e. Mempunyai persepsi yang realistis dan
menghargai perasaan perasaan serta sikap orang lain
f.
Mampu
menyuaikan diri dengan lingkungan
Ciri – ciri individu yang sehat jiwa meliputi
menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu menghadapi stress kehidupan yang
wajar, mampu bekerja produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya dapat berperan
serta dalam lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya
dan merasa nyaman bersama orang lain.
2.
Masalah
Psikososial
Masalah
psikososial yaitu setiap perubahan dalam kehidupan individu baik yang bersifat
psikologis ataupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik dan dianggap
berpotensi cukup besar sebagai faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa, atau
(gangguan kesehatan) secara nyata, atau
sebaliknya masalah kesehatan jiwa yang berdampak pada lingkungan sosial.
Ciri-ciri
masalah psikososial, yaitu :
a.
Cemas,
hawatir berlebihan, takut
b.
Mudah
tersinggung
c.
Sulit
berkonsentrasi
d.
Bersifat
ragu-ragu merasa rendah diri
e.
Merasa
kecewa
f.
Pemarah
dan agresif
g.
Reaksi
fisik seperti jantung berdebar,, otot tegang, sakit kepala
3.
Gangguan
Jiwa
Gangguan
jiwa yaitu suatu perubahan pada fungsi gangguan jiwa yang menyebabkan adanya
gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau
hambatan dalam melaksanaan peran.
Ciri-ciri gangguan jiwa, yaitu :
a.
Sedih
berkepanjangan
b. Tidak bersemangat dan cenderung malas
c. Marah tanpa sebab
d. Menggantung diri
e. Tidak mengenali orang
f.
Bicara
kacau
g. Bicara sendiri
h. Tidak mampu merawat diri
B.
Konsep Dasar Community Mental Healthy Nursing
1.
Pengertian
Keperawatan kesehatan jiwa komunitas adalah
pelayanan keperawatan yang komprehensif , holistik, dan paripurna yang berfokus
pada masyarakat yang sehat jiwa , rentan terhadap stress (resiko gangguan jiwa)
dan dalam tahap pemulihan serta pencegahan kekambuhan (gangguan jiwa).
Pelayanan keperawatan komprehensif adalah
pelayanan yang berfokuskan pada pencegahan primer pada anggota masyarakat yang
sehat jiwa, pencegahan sekunder pada anggota masyarakat yang mengalami masalah
psikososial (resiko gangguan jiwa) dan pencegahan tersier pada pasien gangguan
jiwa dengan proses pemulihan.
Pelayanan keperawatan holistik adalah
pelayanan menyeluruh pada semua aspek kehidupan manusia yaitu aspek
bio-psiko-sosio-cultural dan spiritual.
a. Aspek (bio-fisik)
Dikaitkan dengan masalah kesehatan fisik
seperti kehilangan orang tubuh yag dialami anggota masyarakat akibat bencana
yang memerlukan pelayanan dala rangka adaptasi mereka terhadap kondisi
fisiknya. Demikian pula dengan penyakit fisik lain baik yang akut,kronis maupun
terminal yang memberi dampak pada kesehatan jiwa.
b. Aspek psikologis
Dikaitkan dengan berbagai masalah psikologis yang
dialami masyarakat seperti ketakutan, trauma,kecemasan maupun kondisi yang
lebih berat yang memerlukakan pelayanan agar mereka dapat beradaptasi dengan
situasi tersebut.
c. Aspek sosial
Dikaitkan dengan kehilangan suami/istri/anak ,
keluarga dekat, kehilangan pekerjaan , tempat tinggal, dan harta benda yang
memerlukan pelayanan dari berbagai sektor terkait agar mereka mampu
mempertahankan kehidupan sosial yang memuaskan.
d. Aspek cultural
Dikaitkan dengan tolong menolong dan
kekeluargaan yang dapat digunakan sebagai sistem pendukung sosial dalam
mengatasi berbagai permasalahan yang ditemukan.
e. Aspek spiritual
Dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan yang
kuat yang dapat diperdayakan sebagai potensi masyarakat dalam mengatasi
berbagai konflik dan masalah kesehatan yang terjadi.
Pelayanan keperawatan paripurna adalah
pelayanan pada semua jenjang pelayanan yaitu dari pelayanan kesehatan jiwa
spesialis , pelayanan kesehatan jiwa integratif dan pelayanan kesehatan jiwa
yang bersumber daya masyarakat. Perberdayaan seluruh potensi dan sumber daya
yang ada dimasyarakat diupayakan agar terwujud masyarakat yang mandiri dalam
memelihara kesehatannya.
2.
Prinsip-Prinsip
Keperawatan Kesehatan Jiwa
a.
Therapeutic Nurse patient relationship
(hubungan yang terapeutik antara perawat dengan klien).
b.
Conceptual models of psychiatric
nursing (konsep model keperawatan jiwa).
c.
Stress adaptation model of psychiatric
nursing (model stress dan adaptasi dalam keperawatan jiwa).
d.
Biological context of psychiatric
nursing care (keadaan-keadaan biologis dalam keperawatan jiwa).
e.
Psychological context of psychiatric
nursing care (keadaan-keadaan psikologis dalam keperawatan jiwa).
f.
Sociocultural context of psychiatric
nursing care (keadaan-keadaan sosial budaya dalam keperawatan jiwa).
g.
Environmental context of psychiatric
nursing care (keadaan-keadaan lingkungan dalam keperawatan jiwa).
h.
Legal ethical context of psychiatric
nursing care (keadaan-keadaan legal etika dalam keperawatan jiwa).
i.
Implementing the nursing process :
standards of care (penatalaksanaan proses keperawatan: dengan standar- standar
perawatan).
j.
Actualizing the Psychiatric Nursing
Role : Professional Performance Standards (aktualisasi peran keperawatan jiwa:
melalui penampilan standar-standar professional).
3.
Jenis
– jenis CMHN
a. Basic Course (BC) CMHN
Sasaran : perawat keswamas (puskesmas)
Kegiatan :perawat diberikan pelatihan cara memberikan asuhan keperawatan (7 Dx Keperawatan) pada klien dan
keluarga pasien gangguan jiwa dirumah.
b.
Intermediate
Course (IC) CMHN
Sasaran : Kader Keswa dan Perawat Keswa (Puskesmas)
Kegiatan :
1.
Membentuk desa
siaga sehat jiwa
2.
Merekrut dan
melatih kader keswa untuk skreening ggn jiwa di masyarakat, masalah psikososial
dan sehat jiwa.
3.
Melatih
perawat keswa mengintervensi klien dengan masalah psikososial dan mengembangkan
rehabilitasi pasien gangguan jiwa.
c.
Advance
Course (AC) CMHN
Sasaran : individu, keluarga, staf
puskesmas, kelompok formal dan informal serta masyarakat luas
Kegiatan :
1.
Manajemen keperawatan kesehatan jiwa
2.
Kerjasama
Lintas sektoral
1. Psycoanalytical
(Freud, Erickson). Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapt terjadi pada
seseorang apabila ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu
atau insting). Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk
mematuhi tata tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan
mendorong terjadinya penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral). Faktor
penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik intrapsikis
terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral dimana anak
tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk belajar
berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada mulutnya
pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang membekas
pada masa dewasa. Proses terapi pada model ini adalah menggunakan metode
asosiasi bebas dan analisa mimpi, transferen untuk memperbaiki traumatic masa
lalu. Misalnya klien dibuat dalam keadaan ngantuk yang sangat. Dalam keadaan
tidak berdaya pengalaman alam bawah sadarnya digali dengamn
pertanyaan-pertanyaan untuk menggali traumatic masa lalu. Hal ini lebih dikenal
dengan metode hypnotic yang memerlukan keahlian dan latihan yang khusus. Dengan
cara demikian, klien akan mengungkapkan semua pikiran dan mimpinya, sedangkan
therapist berupaya untuk menginterpretasi pikiran dan mimpi pasien. Peran
perawat adalah berupaya melakukan assessment atau pengkajian mengenai
keadaan-keadaan traumatic atau stressor yang dianggap bermakna pada masa lalu
misalnya ( pernah disiksa orang tua, pernah disodomi, diperlakukan secar kasar,
diterlantarkan, diasuh dengan kekerasan, diperkosa pada masa anak), dengan
menggunakan pendekatan komunikasi terapeutik setelah terjalin trust (saling
percaya).
2. Interpersonal
( Sullivan, peplau). Menurut konsep model ini, kelainan jiwa seseorang bias
muncul akibat adanya ancaman. Ancaman tersebut menimbulkan kecemasan (Anxiety).
Ansietas timbul dan alami seseorang akibat adanya konflik saat berhubungan
dengan orang lain (interpersonal). Menurut konsep ini perasaan takut seseorang
didasari adnya ketakutan ditolak atau tidak diterima oleh orang sekitarnya.
Proses terapi menurut konsep ini adalh Build Feeling Security (berupaya
membangun rasa aman pada klien), Trusting Relationship and interpersonal
Satisfaction (menjalin hubungan yang saling percaya) dan membina kepuasan dalam
bergaul dengan orang lain sehingga klien merasa berharga dan dihormati. Peran
perawat dalam terapi adalah share anxieties (berupaya melakukan sharing
mengenai apa-apa yang dirasakan klien, apa yang biasa dicemaskan oleh klien
saat berhubungan dengan orang lain), therapist use empathy and relationship (
perawat berupaya bersikap empati dan turut merasakan apa-apa yang dirasakan
oleh klien). Perawat memberiakan respon verbal yang mendorong rasa aman klien
dalam berhubungan dengan orang lain.
3. Social
( Caplan, Szasz). Menurut konsep ini seseorang akan mengalami gangguan jiwa
atau penyimpangan perilaku apabila banyaknya factor social dan factor
lingkungan yang akan memicu munculnya stress pada seseorang ( social and
environmental factors create stress, which cause anxiety and symptom). Prinsip
proses terapi yang sangat penting dalam konsep model ini adalah environment
manipulation and social support ( pentingnya modifikasi lingkungan dan adanya
dukungan sosial) Peran perawat dalam memberikan terapi menurut model ini adalah
pasien harus menyampaikan masalah menggunakan sumber yang ada di masyarakat
melibatkan teman sejawat, atasan, keluarga atau suami-istri. Sedangkan
therapist berupaya : menggali system sosial klien seperti suasana dirumah, di
kantor, di sekolah, di masyarakat atau tempat kerja.
4. Existensial
( Ellis, Rogers). Menurut teori model ekistensial gangguan perilaku atau
gangguan jiwa terjadi bila individu gagal menemukan jati dirinya dan tujuan
hidupnya. Individu tidak memiliki kebanggan akan dirinya. Membenci diri sendiri
dan mengalami gangguan dalam Body imagenya. Prinsip dalam proses terapinya
adalah : mengupayakan individu agar berpengalaman bergaul dengan orang lain,
memahami riwayat hidup orang lain yang dianggap sukses atau dapat dianggap
sebagai panutan(experience in relationship), memperluas kesadaran diri dengan
cara introspeksi (self assessment), bergaul dengan kelompok sosial dan
kemanusiaan (conducted in group), mendorong untuk menerima jatidirinya sendiri
dan menerima kritik atau feedback tentang perilakunya dari orang lain
(encouraged to accept self and control behavior). Prinsip keperawatannya adalah
: klien dianjurkan untuk berperan serta dalam memperoleh pengalaman yang
berarti untuk memperlajari dirinya dan mendapatkan feed back dari orang lain,
misalnya melalui terapi aktivitas kelompok. Terapist berupaya untuk memperluas
kesadaran diri klien melalui feed back, kritik, saran atau reward &
punishment.
5. Supportive
Therapy ( Wermon, Rockland). Penyebab gangguan jiwa dalam konsep ini adalah:
factor biopsikososial dan respo maladaptive saat ini. Aspek biologisnya menjadi
masalah seperti: sering sakit maag, migraine, batuk-batuk. Aspek psikologisnya
mengalami banyak keluhan seperti : mudah cemas, kurang percaya diri, perasaan
bersalah, ragu-ragu, pemarah. Aspek sosialnya memiliki masalah seperti : susah
bergaul, menarik diri,tidak disukai, bermusuhan, tidak mampu mendapatkan
pekerjaan, dan sebagainya. Semua hal tersebut terakumulasi menjadi penyebab
gangguan jiwa. Fenomena tersebut muncul akibat ketidakmamupan dalam beradaptasi
pada masalah-masalah yang muncul saat ini dan tidak ada kaitannya dengan masa
lalu. Prinsip proses terapinya adalah
menguatkan respon coping adaptif, individu diupayakan mengenal telebih dahulu
kekuatan-kekuatan apa yang ada pada dirinya; kekuatan mana yang dapat dipakai
alternative pemecahan masalahnya. Perawat harus membantu individu dalam
melakukan identifikasi coping yang dimiliki dan yang biasa digunakan klien.
Terapist berupaya menjalin hubungan yang hangat dan empatik dengan klien untuk
menyiapkan coping klien yang adaptif.
6. Medica
( Meyer, Kraeplin). Menurut konsep ini gangguan jiwa cenderung muncul akibat
multifactor yang kompleks meliputi: aspek fisik, genetic, lingkungan dan factor
sosial. Sehingga focus penatalaksanaannya harus lengkap melalui pemeriksaan
diagnostic, terapi somatic, farmakologik dan teknik interpersonal. Perawat
berperan dalam berkolaborasi dengan tim medis dalam melakukan prosedur
diagnostic dan terapi jangka panjang, therapist berperan dalam pemberian
terapi, laporan mengenai dampak terapi, menentukan diagnose, dan menentukan
jenis pendekatan terapi yang digunakan.
C.
Peran dan Fungsi Perawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas
Keperawatan
kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya
dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya.
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan jiwa.
Center for Mental
Health Services secara resmi mengakui keperawatan kesehatan
jiwa sebagai salah satu dari lima inti disiplin kesehatan jiwa. Perawat jiwa
menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik,, teori kepribadian,
dan perilaku manusia untuk mendapatkan suatu kerangka berpikir teoritis yang
mendasari praktik keperawatan.
1.
Pengkajian yg mempertimbangkan budaya
2.
Merancang dan mengimplementasikan
rencana tindakan
3.
Berperan serta dalam pengelolaan kasus
4.
Meningkatkan dan memelihara kesehatan
mental, mengatasi pengaruh penyakit mental - penyuluhan dan konseling
5.
Mengelola dan mengkoordinasikan sistem
pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan pasien, keluarga staf dan pembuat
kebijakan
6.
Memberikan pedoman pelayanan kesehatan
D.
Kompetensi
Perawat Kesehatan Jiwa Komunitas (Competent Of Caring)
1. Pengkajian
biopsikososial yang peka terhadap budaya.
2. Merancang
dan implementasi rencana tindakan untuk klien dan keluarga.
3. Peran
serta dalam pengelolaan kasus: mengorganisasikan, mengkaji, negosiasi,
koordinasi pelayanan bagi individu dan keluarga.
4. Memberikan
pedoman pelayanan bagi individu, keluarga, kelompok, untuk menggunakan sumber
yang tersedia di komunitas kesehatan mental, termasuk pelayanan terkait,
teknologi dan sistem sosial yang paling tepat.
5. Meningkatkan
dan memelihara kesehatanmental serta mengatasi pengaruh penyakit mental melalui
penyuluhan dan konseling.
6. Memberikan
askep pada penyakit fisik yang mengalami masalah psikologis dan penyakit jiwa
dengan masalah fisik.
7. Mengelola
dan mengkoordinasi sistem pelayanan yang mengintegrasikan kebutuhan klien,
keluarga, staf, dan pembuat kebijakan.
E.
Pelayanan Keperawatan Jiwa Komunitas
Pelayanan
keperawatan jiwa komprehensif adalah pelayanan keperawatan jiwa yang diberikan
pada masyarakat pasca bencana dan konflik, dengan kondisi masyarakat yang
sangat beragam dalam rentang sehat – sakit yag memerlukan pelayanan keperawatan
pada tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Pelayanan keperawatan
kesehatan jiwa yang komprehensif mencakup 3 tingkat pencegahan yaitu pencegaha
primer , sekunder, dan tersier.
1.
Pencegahan Primer
Fokus
pelayanan keperawatan jiwa adalah pada peningkatan kesehatan dan pencegahan
terjadinya gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan
jiwa , mempertahankan dan meningkatkan kesehtan jiwa. Target pelayanan yaitu
anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan jiwa sesuai dengan kelompok umur
yaitu anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Aktivitas pada pencegahan primer
adalah program pendidikan kesehatan , program stimulasi perkembangan, program
sosialisasi kesehatan jiwa , manajemen stress , persiapan menjadi orang tua. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
a. Memberikan pendidikan kesehatan pada orangtua
antara lain :
1) Pendidikan menjadi orangtua
2) Pendidikan tentang perkembangan anak sesuai
dengan usia.
3) Memantau dan menstimulasi perkembangan
4) Mensosialisasikan anak dengan lingkungan
b. Pendidikan kesehatan mengatasi stress
1) Stress pekerjaan
2) Stress perkawinan
3) Stress sekolah
4) Stress pasca bencana
c. Program dukungan sosial diberikan pada anak
yatim piatu , individu yang kehilangan pasangan , pekerjaan, kehilangan rumah/
tempat tinggal , yang semuanya ini mungkin terjadi akibat bencana. Beberapa
kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Memberikan informasi tentang cara mengatasi
kehilangan
2) Menggerakkan dukunganmasyarakat seperti
menjadi orangtua asuhbagi anak yatim piatu.
3) Melatih keterampilan sesuai dengan keahlian
masing-masing untuk mendapatkan pekerjaan
4) Mnedapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk
memperoleh tempat tinggal.
d. Program pencegahan penyalahgunaan obat.
Penyalahgunaan obat sering digunakan
sebagai koping untuk mengtasi masalah. Kegiatan yang dilakukan:
1) Pendidikan kesehatan melatih koping positif
untuk mengatasi stress
2) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan
dan perasaan tanpa menyakiti orang lain.
3) Latihan afirmasi dengan menguatkan aspek-aspek
positif yang ada pada diri seseorang.
e. Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri
merupakan salah satu cara penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami
keputus asaan. Oleh karena itu perlu dilakukan program :
1) Memberikan informasi untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri.
2) Menyediakan lingkungan yang aman untuk
mencegah bunuh diri.
3) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
2.
Pencegahan Sekunder
Fokus
pelayanan keperawatan pada pencegahan sekunder adalah deteksi dini dan
penanganan dengan segera masalah psikososial dan gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah menurunkan angka kejadian gangguan jiwa. Target pelayanan
adalah anggota masyarakat yang beresiko atau memperlihatkan tanda-tanda masalah
dan gangguan jiwa. Aktivitas pada pencegahan sekunder adalah :
a. Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara
memperoleh informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan
lain dan penemuan langsung.
b. Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Melakukan
pengkajian 2menit untuk memperoleh data fokus pada semua pasien yang berobat
kepukesmas dengan keluhan fisik.
2)
Jika
ditemukan tanda-tanda yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi maka
lanjutkan pengkajian dengan menggunakan pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
3)
Mengumumkan
kepada masyarakat tentang gejala dini gangguan jiwa (di tempat– tempat umum)
4)
Memberikan
pengobatan cepat terhadap kasus baru yang ditemukan sesuai dengan standar
pendelegasian program pengobatan (bekerja sama dengan dokter) dan memonitor
efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien minum obat.
5)
Bekerja
sama dengan perawat komunitas dalam pemberian obat lain yang dibutuhkan pasien
untuk mengatasi gangguan fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang
memerlukan pengobatan).
6)
Melibatkan
keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan keluarga agar melaporkan segera
kepada perawat jika ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan
menginformasikan jadwal tindak lanjut.
7)
Menangani
kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien ditempat yang aman, melakukan
pengawasan ketat, menguatkan koping, dan melakukan rujukan jika mengancam
keselamatan jiwa.
8)
Melakukan
terapi modalitas yaitu berbagai terapi keperawatan untuk membantu pemulihan
pasien seperti terapi aktivitas kelompok , terapi keluarga dan terapi
lingkungan.
9)
Memfasilitasi
self-help group (kelompok pasien, kelompok keluarga, atau kelompok masyarakat
pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang mebahas masalah-masalah yang terkait dengan
kesehatan jiwa dan cara penyelesaiannya.
10) Menyediakan hotline service untuk
intervensikrisis yaitu pelayanan dalam 24 pukul melalu telepon berupa pelayan
konseling.
11) Melakukan tindakkan lanjut (follow-up) dan
rujukan kasus.
3.
Pencegahan Tersier
Pencegahan
tersier adalah pelayanan keperawatan yang berfokus pelayana keperawatan adalah
: pada peningkatkan fungsi dan sosialisasi serta pencegahan kekambuhan pada
pasien gangguan jiwa. Tujuan pelayanan adalah mengurangi kecacatan atau
ketidakmampuan akibat gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan. Aktifitas pada pencegahan tersier
meliputi :
1. Program dukungan sosial dengan menggerakan
sumber-sumber dimasyarakat seperti : sumber pendidikan, dukungan masyrakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayan terdekat yang terjangkau
masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :
a.
Pendidikan
kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat terhadap penerima pasien
gangguan jiwa.
b.
Penjelasan
tentang pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam penanganan pasien yang
melayani kekambuhan.
2.
Program
rehabilitas untuk memberdayakan pasien dan keluarga hingga mandiri berfokus
pada kekuatan dan kemampuan pasien dan keluarga dengan cara :
a. Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang tepat
b. Mengembangkan sistem pendukung dengan
memberdayakan keluarga dan masyarakat.
c. Menyediakan pelatihan dan kemampuan dan
potensi yang perlu dikembangkan oleh pasien, keluarga dan masyarakat agar
pasien produktif kembali.
d. Membantu pasien dan keluarga merencanakan dan
mengambil keputusan untuk dirinya.
3.
Program
sosialisasi
a. Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b. Mengembangkan keterampilan hidup (aktifitas
hidup sehari-hari [ADL],mengelola rumah tangga, mengembangkan hobi
c. Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan
santai, pergi ke tempat rekreasi.
d. Kegiatan sosial dan keagamaan (arisan bersama,
pengajian bersama, majelis taklim, kegiatan adat)
4.
Program
mencegah stigma. Stigma merupaka anggapan yang keliru dalam masyarakat terhadap
gangguan jiwa, oleh karena itu, perlu diberikan program mencegah stigma untuk
menghindari isolasi dan deskriminasi terhadap pasien gangguan jiwa. Beberapa
kegiatan yang dilakukan, yaitu :
a. Memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta tentang sikap dan
tindakan menghargai pasien gangguan jiwa.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat,
atau orang yang berpengaruh dalam rangka mensosialisasikan kesehatan jiwa dan
gangguan jiwa.
F.
Jenis
Gangguan Jiwa yang ditangani pada (Anak, Remaja dan Lansia)
1.
Jenis
gangguan jiwa yang ditangani pada Anak
Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2007, persentase gangguan
jiwa mencapai 11,6 % dari
sekitar 19 juta penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Hal ini menjadikan
masalah kesehatan jiwa sebagai prioritas bagi Kementerian Kesehatan karena
merupakan tantangan yang besar dengan kompleksitas tinggi di berbagai lapisan
dan aspek kehidupan. Anak-anak dapat menderita gangguan jiwa,
sebagai berikut :
a. Gangguan kecemasan : Anak-anak
dengan gangguan kecemasan menanggapi hal-hal tertentu atau situasi dengan rasa
takut dan ketakutan, serta dengan tanda-tanda fisik dari kecemasan (gugup),
seperti detak jantung yang cepat dan berkeringat.
b. Gangguan perilaku : Anak-anak
dengan gangguan ini cenderung untuk menentang aturan dan sering mengganggu di
lingkungan terstruktur, seperti sekolah.
c. Gangguan perkembangan : Anak-anak
dengan gangguan ini biasanya pola pemikiran mereka memiliki masalah dalam
memahami dunia di sekitar mereka.
d. Gangguan makan : Gangguan makan dapat melibatkan
emosi dan sikap, serta perilaku yang tidak biasa, terkait dengan kondisi tubuh
bahkan makanan.
e. Gangguan Eliminasi : Gangguan ini
mempengaruhi perilaku yang terkait dengan pembuangan limbah tubuh (feses dan
urin).
f.
Gangguan Afektif :
Gangguan ini melibatkan perasaan sedih terus menerus bahkan berubahnya suasana
hati dengan cepat.
g. Skizofrenia : Ini
adalah gangguan serius yang melibatkan persepsi terdistorsi dan pikiran.
h. Gangguan Tic : Gangguan
ini menyebabkan seseorang untuk melakukan aktifitas yang sama serta berulang,
gerakan tiba-tiba dan tak terkendali serta sering.
Beberapa
penyakit, seperti gangguan kecemasan, gangguan makan, gangguan afektif, dan
skizofrenia, dapat terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Sedangkan
gangguan perilaku dan gangguan perkembangan, gangguan eliminasi, gangguan
belajar dan komunikasi dimulai pada masa kanak-kanak saja, meskipun dapat berlanjut
terus sampai dewasa. Dalam kasus yang jarang terjadi, gangguan tic dapat
terjadi pada orang dewasa. Tetapi hal yang tidak biasa bagi seorang anak
memiliki lebih dari satu gangguan.
2.
Jenis Gangguan jiwa yang ditangani pada Remaja
a.
Gangguan Cemas
Cemas (ansietas) adalah perasaan
gelisah yang dihubungkan dengan suatu antisipasi terhadap bahaya, ini berbeda
dengan rasa takut, yang merupakan bentuk respon emosional terhadap bahaya yang
obyektif, walaupun manifestasifisiologik yang ditimbulkannya sama cemas
merupakan suatu bentuk pengalamanan yang umum, tapi dapat ditemui dalam bentuk
yang berbeda pada gangguan psikiatrik dan gangguan medis Diagnosis mengenai
cemas ditegakkanapabila gejala cemas mendominasi dan menyebabkan distres (rasa
tertekan) atau gangguan yang nyata.
b.
Gangguan Depresi
Dalam perkembangan normal pun seorang
remaja mempunyai kecenderungan untuk mengalami depresi, oleh karena itu
sangatlah penting untuk membedakan secara jelas dan hati-hati antara depresi
yang disebabkan oleh gejolak
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
mood yang normal pada remaja (adolescent turmoil) dengan depresi yang patologik. Akibat sulitnya membedakan antara kedua kondisi diatas, membuat depresi pada remaja sering tidak terdiagnosis, bila tidak ditangani dengan baik, gangguan psikiatrik pada remaja sering kali akan berlanjut sampai
masa dewasa. Menurut Carlson, seperti yang dikutip oleh shafii membagi depresi pada remaja menjadi tipe primer dan sekunder.
1. Tipe
primer : bila tidak ada gangguan psikiatrik sebelumnya
2. Tipe
sekunder : bila gangguan yang sekarang mempunyai hubungan dengan gangguan
psikiatrik sebelumnya. Pada gangguan depresi yang sekunder biasanya lebih
kacau, lebih agresif, mempunyai lebih banyak kelelahan sometik, dan lebih
sering terlihat mudah tersinggung, putus asa, mempunyai ide bunuh diri, problem
tidur, penurunan prestasi sekolah, harga diri yang rendah , dan tidak patuh.
c.
Gangguan somatoform ( Psikosomatik )
Gangguan ini lebih dikenal di
masyarakat umum sebagai gangguan psikosomatik . Ciri uatama dari gangguan
somatoform adalah adanya keluhan gejala fisik yang berulang, yang disertai
dengan dengan permintaan pemeriksaan medis : meskipun sudah berkali-kali
terbukti hasilnya negatif dan juga telah dijelaskan oleh dokter bahwa tidak
ditemukan kelainan fisik yang menjadi dasar keluhannya. Pasien biasanya menolak
adanya kemungkinan penyebab psikologis, walaupun ditemukan gejala ansietas dan
depresi yang nyata.
d. Gangguan
Psikotik
Gangguan psikotik adalah suatu kondisi
terdapatnya gangguan yang berat dalam kemampuan menilai realitas, yang bukan
karena retardasi mental atau gangguan penyalahgunaan NAPZA. Terdapat gejala
yaitu waham , halusinasi,
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
perilaku yang sangat kacau , pembicaraan yang inkoheren ( kacau ) , tingkah laku agitatif dan disorientasi yang termasuk gangguan psikotik antara lain :
·
Skizofrenia
·
Gangguan mood / afektif yang disertai
dengan gejala psikotik
·
Gangguan waham
·
Gangguan mental organik dengan gejala
psikotik ( yang ditandai oleh adanya antara lain delirium,demensia )
Skizofrenia pada masa kanak dan remaja
didefinisikan sama dengan skizofrenia pada masa dewasa, dengan gejala psikotik
yang khas, seperti adanya defisit pada fungsi adaptasi, waham, halusinasi,
asosiasi yang melonggar atau inkoherensi ( isi pikir yang kacau ), katatonia,
afek yang tumpul atau tidak dapat diraba-rabakan.
e. Gangguan
Penyalahgunaan NAPZA ( Narkotik, Alkohol, Psikotropika, dan zat Adikiflainnya )
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
Penyalahgunaan Napza di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat . faktor risiko yang dapat diidentifikasi pada remaja penyalahgunaan NAPZA :
·
Konflik keluarga yang berat
·
Kesulitan Akademik
·
Adanya komorbiditas dengan gangguan
psikiatrik lain, seperti gangguan tingkah laku dan depresi.
·
Penyalahgunaan NAPZA oleh orang –tua
dan teman
·
Impulsivitas
·
Merokok pada usia terlalu muda.
Semakin banyak faktor risiko yang ada, semakin
besar kemungkinan seorang remaja akan menjadi penggunaan NAPZA.
3.
Jenis Gangguan Jiwa yang ditangani pada Lansia
a.
Skizofernia
Skizofrenia
Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang
dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih
gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada
segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka
prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992).
Gangguan
skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran
sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan
gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah
marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang
disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita,
sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang. Ganguan
skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas
seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau
mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia
merasa menjadi orang ketiga.
b.
Parafrenia
Parafrenia
merupakan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia
(lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering
dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan
gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan
kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid
(curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah
atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun
sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik
terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas
sosial rendah atau lebih rendah.
c.
Gangguan
Jiwa Afektif
Gangguan
jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi
(afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi.
Gangguan afektif ini antara lain:
1) Gangguan
Afektif tipe Depresif
2) Gangguan
Afektif tipe Manik
d.
Neurosis
Gangguan
neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar
untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai
gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa
mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa
memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia)
berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia
(lansia). Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya
tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya
tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara
kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Secara umum gangguan neurosis dapat
dikategorikan sebagai berikut:
1) Neurosis
cemas dan panic
2) Neurosis
obsesif kompulsif
3) Neurosis
fobik
4) Neurosis
histerik (konversi)
5) Gangguan
somatoform
6) Hipokondriasis
G.
PERKEMBANGAN
KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS
Menangani klien yang memiliki masalah sikap,
perasaan dan konflik
↓
Pencegahan primer
↓
Penanganan multidisiplin
↓
Spesialisasi keperawatan jiwa
1.
DULU :
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
Pasien Gangguan Jiwa dianggap sampah, memalukan dipasung
2.
SEKARANG :
a. Meningkatkan Iptek
b. Pengetahuan masyarakat
tentang gangguan jiwa meningkat
c. Perlu pemahaman tentang
human right
d. Penting meningkatkan mutu
pelayanan dan perlindungan konsumen.
H.
Perawatan
Klien Gangguan Jiwa
1. Perawatan
di Rumah Sakit Jiwa.
Rencana keperawatan klien di rumah
sakit jiwa meliputi:
a. Rencana
tindakan keperawatan yang dilakukan selama klien dirawat: Pada awal klien di
rawat,perawat hendaknya melakukan kontrak hubungan dengan klien dan
keluarga.Keluarga mengetahui peran dan tanggung jawabnya dalam proses
keperawatan yang direncanakan melalui kontrak yang telah disepakati.Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama untuk membantu
klien mengungkapkan dan mengenal perasaannya,mengidentifikasi kebutuhan dan
masalahnya,mencari alternative pemecahan masalah,melaksanakan alternative yang
dipilih serta mengevaluasi hasilnya.Tindakan keperawatan terhadap keluarga
antara lain:
1) Menyertakan
keluarga dalam rencana perawatan klien
2) Menjelaskan
pola perilaku klien dan cara penanganannya
3) Membantu
keluarga berperilaku terapeutik,yang dapat menolong memecahkan masalah klien.
4) Mengadakan
pertemuan antar keluarga klien:diskusi,membagi pengalaman,mengatasi masalah
klien.
6) Menganjurkan
kunjungan keluarga yang teratur.
Persiapan Pulang: Perawatan di rumah
sakit akan bermakna jika dilajutkan dengan perawatan di rumah.Untuk itu,selama
di rumah sakit perlu dilakukan persiapan pulang.Persiapan pulang dilakukan
segera mungkin setelah dirawat serta diintegrasikan di dalam proses
keperawatan.Persiapan atau rencana pulang bertujuan untuk:
1)
Menyiapkan klien dan keluarga secara
fisik,psikologis dan sosial
2)
Meningkatkan kemandirian klien dan
keluarga.
3)
Melaksanakan rentang perawatan antara
rumah sakit dan masyarakat
4)
Melaksanakan proses pulang yang
bertahap.
b. Beberapa
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalampersiapan pulang adalah:
1) Pendidikan
(edukasi,reedukasi,reorientasi).Youssef menemukan penurunan angka kambuh pada
klien dan keluarga yang mengikuti program pendidikan.Pendidikan kesehatan ini
ditujukan pula untuk mencegah atau menguraikan dampak gangguan jiwa bagi klien.
Program pendidikan yang dapat dilakukan adalah: a) Ketrampilan khusus:
ADL,perilaku adaptif,aturan makan obat,penataan rumah tangga,identifikasi
gejala kambuh,pemecahan masalah. b) Keterampilan umum: komunikasi efektif,ekspresi
emosi yang konstruktif,relaksasi,pengelolaan stress (stress management).
2) Program
pulang bertahap.Setelah klien mempunyai kemampuan dan ktrampilan mandiri maka
klien dapat mengikuti program pulang bertahap.Tujuannya adalah melatih klien
kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat.Klien,keluarga,bahkan kalau perlu
masyarakat dipersiapkan, antara laian apa yang harus dilakukan klien di rumah,
apa yang harus dilakukan keluarga untuk membantu adaptasi.Kegiatan yang
dilakukan klien dan keluarga di rumah dapat dibuat daftar dan dievaluasi
keberhasilannya sebagai data untuk rencana berikut.
3) Rujukan.
Integrasi kesehatan jiwa di Puskesmas sebaiknya mempunyai hubungan langsung
dengan rumah sakit.Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya mengetahui
perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat rencana
pulang.
c. Rencana
Perawatan di rumah.
Setelah klien pulang ke rumah,
sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada Puskesmas di wilayahnya yang
mempunyai program integrasi kesehatan jiwa.Perawat komuniti yang menangani
klien dapat menganggap rumah klien sebagai “ruang perawatan”.Perawat,klien dan
keluarga bekerja sama untuk membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga
dan masyarakat.Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal
kunjungan rumah dan aftercare di Puskesmas. Perawat membantu klien dan
keluarga menyesuaikan diri dilingkungan keluarga,dalam hal
sosialisasi,perawatan mandiri dan kemampuan memecahkan masalah.
2. Penatalaksanaan Gangguan Jiwa Di Puskesmas
Perawat komuniti (Puskesmas) sebaiknya
mengetahui perkembangan klien di rumah sakit dan berperan serta dalam membuat
rencana pulang, dan sebaliknya pada klien gangguan jiwa yang akan dirujuk ke
RSJ.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keperawatan Jiwa
adalah pelayan keperawatan profesional didasarkan pada ilmu perilaku, Ilmu
keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan respon
psiko-sosial yang maladaptif yang disebabkan oleh gangguan bio-psiko-sosial,
dengan menggunakan diri sendiri dan terapi keperawatan jiwa (komunikasi
terapetik dan dan terapi modalitas keperawatan kesehatan jiwa) melalui
pendekatan proses keperawatan untuk meningkatkan, mencegah, mempertahankan dan
memulihkan masalah kesehatan jiwa. klien, (individu, keluarga, kelompok
komunitas).
Keperawatan
kesehatan jiwa merupakan proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan
dan mempertahankan perilaku yang mendukung pada fungsi yang terintegrasi
sehingga sanggup mengembangkan diri secara wajar dan dapat melakukan fungsinya
dengan baik, sanggup menjelaskan tugasnya sehari-hari sebagaimana mestinya,
Dalam mengembangkan upaya pelayanan keperawatan jiwa, perawat sangat penting
untuk mengetahui dan meyakini akan peran dan fungsinya, serta memahami beberapa
konsep dasar yangf berhubungan denga asuhan keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA