BAB II
LANDASAN TEORI

      A.    Anatomi Fisiologi tulang
Seperti yang telah kita ketahui pada bagian apa yang terjadi secara normal ? tulang anda secara konstant mengalami peremajaan jaringan tulang lama di rombak dan tulang baru di bentuk untuk menggantikan nya. Kedua proses ini di kenal sebagai remodelling atau regenerasi tulang, dan di sebabkan oleh aksi dua jenis sel yang berbeda dalam tulang.
1.      Osteoklast
Merombak tulang dengan menggunakan asam dan enzim (suatu proses yang secara teknik dikenal sebagai resorpsi tulang). Enzim merupakan protein mempercepat reaksi kimia.
2.      Osteoblast
Menghasilkan tulang baru untuk menggantikan tulang lama yang di rombak oleh osteoklast (pembentukan tulang)
Saat anda mencapai usia 35 tahun, kepadatan tulang anda mulai menurun karena kecepatan pembentukan tulang. Selanjutnya, jelaslah bahwa saat anda bertambah tua maka kepadatan tulang secara alamiah akan menurun di bawah tingkat kepadatan sebagai orang dewasa muda yang sehat akan tetapi, bila perbedaan ini menjadi bertambah besar (yaitu kepadatan tulang anda menurun lebih rendah lagi) maka anda disebut mengalami osteopenia atau kepadatan tulang rendah. Bila perbedaan ini menjadi bertambah besar maka anda mengalami osteoporosis
Tulang kortikal yang padat maupun tulang trabekular berspons mengandung suatu matriks yang hampir seluruhnya di susun oleh serabut kolagen. Kolagen merupakan serabut putih yang tidak dapat di renggangkan yang memiliki kekuatan tegangan yang besar (dengan kata lain kuat saat anda tarik). Akan tetapi agar tulang anda memiliki kompresi (tekanan) sebaik mungkin (dengan kata lain, kuat saat anda dorong), matriks ini harus di perkuat oleh sejumlah garam tulang. Ini merupakan sumber kalsium dan fosfat keduanya merupakan komponen esensial dari garam tulang utama (dikenal sebagai hidroksiapatit). Sebagian besar makanan mengandung jumlah fosfat yang cukup sehingga lebih umum terjadi kekurangan kalsium atau vitamin D yang dapat menurunkan kekuatan tulang daripada kekuatan fosfat. Vitamin D di perlukan tubuh agar dapat menyerap kalsium dari makanan di dalam usus. Sebagaian besar vitamin D di buat di kulit anda dengan adanya paparan sinar matahari tetapi tetap membutuhkan suplemen vitamin D dari makanan

       B.     Definisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007)
Osteoporosis yang biasa kita kenal dengan pengeroposan tulang adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosft, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratoroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosterone pada pria) Juga persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap kalsium dari makanan dan memasukkan kedalam tulang.
Secara progresif, tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis.(www.medicastore.com)

          C.    Faktor Resiko
1.      Faktor resiko yang tidak dapat diubah
a.       Usia
Lebih sering terjadi pada lansia
b.      Jenis Kelamin
Wanita 3 kali lebih sering terjadi dibandingkan pria. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh faktor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil.
c.       Ras
Kulit putih mempunyai resiko paling tinggi.
d.      Keturunan/Riwayat keluarga
Sejarah keluarga juga memengaruhi penyakit ini. Pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis,anak-anak yang dilahirkannya cenderung mempunyai penyakit yang sama.
e.       Bentuk tubuh
Adanya kerangka tubuh yang lemah dan skoliosis vertebra menyebabkan penyakit ini. Keadaan ini terutama terjadi pada wanita antara usia 50-60 tahun dengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70 tahun dengan BMI (body mass index) [berat badan dibagi kuadrat tinggi badan] yang rendah
2.      Faktor resiko yang dapat diubah
a.       Merokok
b.      Defisiensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada makanana, perokok berat, peminum alkohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. Oleh karena itu, proses pembentukan tulang oleh osteoblas menjadi melemah.
Dampak konsumsi alkohol pada osteoporosis berhubungan dengan jumlah alhkohol yang dikonsumsi. Konsumsi alkohol yang berlebihan akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari darah ke tulang. Mengonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir per hari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan tersebut menyebabkan kalsium banyak terbuang bersama air kencing karena berkurangnya daya serap kalsium itu tadi. Kekurangan protein dan kalsium pada masa kanak-kanak dan remaja menyebabkan tidak tercapainya massa tulang yang maksimal pada waktu dewasa.
c.       Gaya hidup
Aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyanga berat badan merupakan stimulus penting bagi resorpsi tulang. Beban fisik yang terintegrasi merupakan penentu dari puncak massa tulang.
d.      Gangguan Makan
e.       Menopause dini (Menopouse yang terjadi pada usia 46 tahun) dan hormonal, yaitu kadar estrogen plasma yang kurang. Disini kadar estrogen menurun.
Dengan menurunnya kadar estrogen, resorpsi tulang menjadi lebih cepat sehingga akan terjadi penurunan masa tulang yang banyak. Bila tidak segera diintervensi, akan cepat terjadi osteoporosis.
 
            D.    Hormon didalam Tulang
1.      Estrogen
Penyebab osteoporosis yang paling penting adalah penurunan kadar strogen yang terjadi pada wanita saat menopouse. Ovarium wanita mulai membuat estrogen saat pubertas, dan hormon ini membantu membatasi jumlah reabsorpsi tulang hingga menopouse. Estrogen mengurangi aktivitas sel osteoklas yang melakukan resorps tulang yang beberapa ahli percaya bahwa estrogen bahkan dapat mematikan sel osteoklas. Oleh karena itu, penurunan kadar estrogen yang terjadi saat menopouse akan meningkatkan kecepatan reapsopsi tulang sehingga pengeroposan tulang terjadi lebih cepat.
2.      Testosteron
Seperti yang telah kita ketahui, osteoporosis dapat dialami oleh pria seperti halnya wanita, dan kadar hormon juga dapat berperan pada pria. Pria memiliki estrogen meskipun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit daripada wanita. Yang lebih penting pada pria adalah peran hormon pria yaitu testosteron yang dibuat dalam testis. Bila jumlah testosteron yang dihasilkan abnormal rendah, maka pria tersebut dianggap mengalami, hipogonadisme. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama osteoporosis pada pria. Terdapat sejumlah alasan mengapa testosteron yang dibuat terlalu sedikit.
a.       Testis tidak tumbuh dengan semestinya, sehingga hormon yang dihasilkan sangat sedikit.
b.      Peradangan atau cidera testis dapat mengganggu proses testosteron.
c.       Alkohol menurunkan kadar testosteron, sehingga konsumsi alkohol secara berlebihan dapat meningkatkan resiko osteoporosis
d.      Pria usia pertengahan atau lanjut usia menghasilkan lebih sedikit testosteron di bandingkan pria yang lebih muda
3.      Hormon paratiroid
Hormon paratiroid yang di hasilkan oleh kelenjar paratiroid di leher, mengendalikan pergerakan kalsium dan fosfat di antara tulang dan darah. Kalsium dan fosfat di butuhkan untuk kekuatan kompresi (tekanan di dalam tulang) sehingga hormon paratiroid dapat mempengaruhi kekuatan tulang dengan meningkatkan atau menurunkan kadar zat-zat gizi di dalam tulang. Bila kadar vitamin D menurun maka hal ini memicu peningkatan kadar hormon paratiroid. Hal ini memungkinkan kadar kalsium darah di pertahankan walaupun terdapat pengeluaran kalsium dari tulang. Bila kadar hormon paratiroid terlalu tinggi (di sebabkan oleh hiperparatiroidisme, di mana kelenjar paratiroid terlalu aktif atau vitamin D yang ada sangat sedikit juga menyebabkan peningkatan kadar hormon paratiroid) maka hal ini dapat menyebabkan kerapuhan tulang.
4.      Kalsitonin
Kalsitonin yang diproduksi kelenjar tiroid adalah hormone yang menonaktifkan sel yang merusak tulang sehingga hilangnya massa tulang yang terhambat, kalsitonin mencegah hilangnya massa tulang belakang namun kurang efektif di bagian tulang lain seperti tulang pinggul. Penelitian menunjukkan bahwa kalsitonin mengurangi resiko patah tulang, namun tidak semua ahli yakin.
Ketika kalsium dalam darah tinggi kalsitonin menurunkan kalsium dan fosfat dalam darah dengan menghambat resorpsi tulang dalam pemecahan penghancuran matrik ekstraseluler tulang.
Kalsitonin di produksi oleh sel C kelenjat tiroid, juga memiliki pengaruh pada kadar kalsium plasma. Dalam jangka pendek kalsitonin menunrunkan perpindahan kalsium dari cairan tulang ke dalam plasma. Dalam jangka panjang kalsitonin menurunkan rearsorpsi tulang menurunkan kadar fosfat serta menurunkan konsentrasi kalsium plasma.
5.      Kalsitriol
Vitamin D tidak aktif, sementara kalsitiriol menurunkan bentuk vitamin D yang aktif. Kalsitriol terbukti  mencegah hilangnya massa tubuh dan mengurangi resiko patah tulang belakang.
Vitamin D dianggap sebagai Pro-Hormon dalam pengertian yang sama seperti yodium merupakan pro-hormon untuk tiroksin. Vitamin D merupakan pro-hormon steroid, bentuk aktifnya tampak sebagai suatu hormon. Prohormon vitamin D melalui berbagai perubahan metabolic di dalam tubuh akan diubah menjadi hormon kalsitriol.
Kalstriol meningkat konsentrasi fosfat dan kalsium plasma dengan meningkatnya absorpsi kalsium dalam fosfat dari saluran gastrointerstinal dan juga meningkatkan rearbsorpsi tulang dan meningkatkan pengaruh hormon paratiroid di nevron untuk mendukung rearbsorpsi kalsium di tubulus ginjal.

            E.     Klasifikasi
1.      Osteoporosis primer, keadaan umum/biasa terjadi dan bukan keadaan patologis (alami)
a.       Tipe 1 adalah tipe yang timbul pada wanita pascamenopause pada usia rata-rata 55-65 tahun.
b.      Tipe 2 terjadi pada orang lanjut usia, baik pria maupun wanita. Terjadi pada usia > 65 th, terjadi pada laki-laki dan perempuan tetapi 2 X lebih sering pada wanita.
2.      Osteoporosis sekunder, terjadi karena penyakit dan obat-obatan.
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit penyakit tulang erosif dan akibat obat-obatan  yang toksik untuk tulang (misalnya glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada kurang lebih 2-3 juta klien.
3.      Osteoporosis idiopatik, idiopatik= belum diketahui penyebabnya dan ditemukan pada:
a.       Usia kanak-kanak (juvenil)
b.      Usia remaja (adolesen)
c.       Wanita pra-menopouse
d.      Pria usia pertengahan

       F.     Etiologi
Kadar hormon tiroid dan paratiroid yang berlebihan dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dalam jumlah yang lebih banyak. Obat-obat golongan steroid pun dapat mengakibatkan hilangnya kalsium dari tulang.
Proses pembentukan dan penimbunan sel-sel tulang sampai tercapai kepadatan maksimal berjalan paling efisien sampai umur kita mencapai 30 tahun.
Semakin tua usia kita, semakin sedikit jaringan tulang yang dibuat. Padahal, di usia tersebut, jaringan tulang yang hilang semakin banyak. Penelitian memperlihatkan bahwa sesudah usia mencapai 40 tahun, kita semua akan kehilangan tulang sebesar setengah persen setiap tahunnya. Pada wanita dalam masa pascamenopause, keseimbangan kalsium menjadi negatif dengan tingkat 2 kali lipat dibanding sebelum menopause.
Faktor hormonal menjadi sebab mengapa wanita dalam masa pascamenopause mempunyai resiko lebih besar untuk menderita osteoporosis. Pada masa menopause, terjadi penurunan kadar hormon estrogen. Estrogen memang merupakan salah satu faktor terpenting dalam mencegah hilangnya kalsium tulang. Selain itu, estrogen juga merangsang aktivitas osteoblas serta menghambat kerja hormon paratiroid dalam merangsang osteoklas.
Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna. Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat dipertahankan.
Semakin tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah).
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih meningkat lagi pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari 45 tahun).
Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu dimana testis berhenti memproduksi testosteron. Dengan demikian, pria tidak begitu mudah/ beresiko kecil mengalami osteoporosis dibanding wanita.
Selain estrogen, berbagai faktor yang lain juga dapat mempengaruhi derajat kecepatan hilangnya massa tulang. Salah satu hal yang utama adalah kandungan kalsium di dalam makanan kita. Masalahnya, semakin usia kita bertambah, kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium dari makanan juga berkurang.
Beberapa klasifikasi etiologi dari Osteoporosis:
1.      Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa kulit putuh Kaukasia.
Jadi seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun/tahan terhadap fraktur karena osteoporosis.
2.      Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetik. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
3.      Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
4.      Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya.
Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
5.      Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif.
6.      Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
7.      Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah.
Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
8.      Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.I ndividu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
a.       Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurangnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus  berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
b.      Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast).
Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
c.       Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
d.      Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

            G.    Manifestasi Klinis
1.      Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2.      Rasa sakit oleh karena adanya fraktur pada anggota gerak
3.      Nyeri timbul mendadak.
4.      Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang. Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah pergelangan tangan, panggul dan vertebra.
5.      Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
6.      Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas atau karena suatu pergerakan yang salah.
7.      Deformitas vertebra thorakalis menyebabkan penurunan tinggi badan, Hal ini terjadi oleh karena adanya kompresi fraktur yang asimtomatis pada vertebra.
Tulang Lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi karena adalah patah tulang lengan di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles, Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami secara perlahan.

         H.    Patofisiologi
Dalam keadaan normal, pada tulang kerangka tulang kerangka akan terjadi suatu proses yang berjalan secara terus menerus dan terjadi secara seimbang, yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang (remodeling).  Setiap perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya apabila proses resorbsi lebih besar daripada proses pembentukan tulang, maka akan terjadi pengurangan massa tulang dan keadaan inilah yang kita jumpai pada osteoporosis.
Dalam massa pertumbuhan tulang, sesudah terjadi penutupan epifisis, pertumbuhan tulang akan sampai pada periode yang disebut dengan peride konsolidasi. Pada periode ini terjadi proses penambahan kepadatan tulang atau penurunan porositas tulang pada bagian korteks. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia kuarang lebih antara 30-45 tahun untuk tulang bagian korteks dan mungkin keadaan serupa akan terjadi lebih dini pada tulang bagian trabekula.
Sesudah manusia mencapai umur antara 45-50 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami proses penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5% setiap tahun, sedangkan tulang bagian trabekula akan mengalami proses serupa pada usia lebih muda. Pada wanita, proses berkurangnya massa tulang tersebut pada awalnya sama dengan pria, akan tetapi pada wanita sesudah menopause, proses ini akan berlangsung lebiuh cepat. Pada pria seusia wanita menopause massa tulang akan menurun berkisar antara 20-30%, sedang pada wanita penurunan massa tulang berkisar antara 40-50%. Pengurangan massa tulang ini berbagai bagian tubuh ternyata tidak sama.
Dengan teknik pemeriksaan tertentu dapat dibuktikan bahwa penurunan massa tulang tersebut lebih cepat terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti berikut: metacarpal, kolum femoris serta korpus vertebra, sedang pada bagian tubuh yang lain, misalnya: tulang paha bagian tengah, tibia dan panggul, mengalami proses tersebut secara lambat.
Pada osteoporosis, terjadi proses pengurangan massa tulang dengan mengikuti pola yang sama dan berakhir dengan terjadinya penipisan bagian korteks serta pelebaran lumen, sehingga secara anatomis tulang tersebut tampak normal. Titik kritis proses ini akan tercapai apabila massa tulang yang hilang tersebut sudah sedemikian berat sehingga tulang yang bersangkutan sangat peka terhadap trauma mekanis dan akan mengakibatkan terjadinya fraktur. Saat-saat inilah merupakan masalah bagi para klinisi.
Bagian-bagian tubuh yang sering mengalami fraktur pada kasus osteoporosis adalah vertebra, paha bagian prosimal dan radius bagian distal. Osteoporosis dapat terjadi oleh karena berbagai sebab, akan tetapi yang paling sering dan paling banyak dijuumpai adalah osteoporosis oleh karena bertambahnya usia.

        I.       Komplikasi
1.      Fraktur pangkal paha, pergelangan tangan, kolumna vertebralis dan panggul.
2.      Hospitalisasi, penempatan di nursing home dan penurunan kemampuan untuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dapat terjadi setelah fraktur osteoporosis.

        J.      Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
2.      Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.






















                  Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
a.       Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebal seperti distal radius dan kalkaneus.
b.      Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
c.       Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
3.      Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
4.      Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
5.      Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
6.      Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan.
 Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
7.      CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3 baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
8.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b.       Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
c.       Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d.      Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.

K.    Pemeriksaan Penunjang
1.      Penilaian massa tulang.
2.      Pemeriksaan Radiomorfometri vertebra.
3.      Pemeriksaan Radiomorfologi Pelvis.
4.      Pemeriksaan Radiomorfologi Metakarfal.
 
      L.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bertujuan untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengkonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.
Wanita pascamenopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
1.      Terapi hormon pengganti bagi osteoporosis
Terapi hormon pengganti di pakai untuk pengobatan dengan estrogen dengan progesteron di buat oleh indung telur dan jumlahnya menurun selama menupause. Estrogen yang di gunakan dalam THP adalah estrogen alami sedangkan yang dipakai untuk kontrasepsi adalah sintetik dan lebih kuat. Karena progesteron alami sulit di berikan lewat oral (terurai dalam saluran pencernaan) dan mempunyai efek samping, bentuk sintesis yang di bentuk di gunakan dalam THP. Jika THP gabungan di berikan progesteron biasa di berikan selama 10-14 hari dari siklus 28 hari dan estrogen selama 21-28 hari
2.      Terapi non-hormonal bagi osteoporosis
a.       Bisfosfonat
Golongan obat sintesis untuk terapi osteoporosis. Efek utamanya untuk menonaktifkan sel-sel penghancur tulang sehingga penurunan masa tulang dapat di cegah
b.      Etidronat
Adalah preparat bisfosfonat pertama yang di gunakan untuk mengatasi osteoporosis. Preparat ini diberikan dalam siklus 90 hari bersama kalsium dalam bentuk didronel PMO.
c.       Alendronat
Alendronat jarang menimbulkan efek samping,namun bisa timbul diare,rasa sakit dan kembung pada perut dan gangguan pada tenggorokan atau esofagus.tablet alendronat harus diminum dengan benar sesuai ketentuan untuk menekan risiko gangguan tenggorokan.
d.      Vitamin D
Vitamin D sangat penting untuk kesehatan tulang.vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium oleh usus sehingga cukup tersedia kalsium untuk tulang.terdapat dua bentuk vitamin D dengan efek yang sama atau serupa yaitu D3 yang dibuat dalam kulit saat terkena sinar matahari dan vitamin D2 yang dioeroleh dari makanan.vitamin D bisa diberikan peroral atau suntikan.dalam bentuk tablet dosis yang dianjurkan adalah 800 international units perhari.
e.       Kalsitriol
Kalsitriol terbukti mencegah hilangnya massa tulang dan mengurangi resiko patah tulang belakang,diberikan dalam bentuk tablet dengan dosis 0,25 mg perhari.daya kerjanya yang kuat mungkin menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah dan urin.

       M.   Pencegahan
Ada beberapa langkah pencegahan :
1.       Mengkonsumsi kalsium dalam jumlah yang cukup sangat efektif, terutama sebelum tercapainya kepadatan tulang maksimal (sekitar umur 30 tahun).
2.       Konsumsi vitamin D (lewat makanan kaya vitamin D)
3.       Olah raga beban (misalnya berjalan dan menaiki tangga) akan meningkatkan kepadatan tulang.
4.       Estrogen membantu mempertahankan kepadatan tulang pada wanita dan sering diminum bersamaan dengan progesteron. Terapi sulih estrogen paling efektif dimulai dalam 4-6 tahun setelah menopause; tetapi jika baru dimulai lebih dari 6 tahun setelah menopause, masih bisa memperlambat kerapuhan tulang dan mengurangi resiko patah tulang.
Raloksifen merupakan obat menyerupai estrogen yang baru, yang mungkin kurang efektif daripada estrogen dalam mencegah kerapuhan tulang, tetapi tidak memiliki efek terhadap payudara atau rahim. Untuk mencegah osteroporosis, bisfosfonat (contohnya alendronat), bisa digunakan sendiri atau bersamaan dengan terapi sulih hormon.

Asuhan Keperawatan Pada Osteoporosis
Masalah keperawatan yang terjadi pada klien osteoporosis:
      1.      Nyeri b/d dampak sekunder dari fraktur vertebra.
    2.      Hambatan mobilitas fisik b/d disfungsi sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis), nyeri sekunder atau fraktur baru.
        3.      Resiko cedera b/d dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh.
       4.      Kurang perawatan diri b/d keletihan atau gangguan gerak.
      5.      Gangguan citra diri b/d perubahan dan ketergangtungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi.
       6.      Ketidakefektifan koping b/d gaya hidup atau perubahan peramn yang aktual atau dirasakan.
       7.      Defisiensi pengetahuan b/d salah persepsi atau kurang informasi.

DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.EGC, 2008
Syaifuddin. ANATOMI FISIOLOGI untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006
http://journals.lww.com/smajournalonline/Pages/collectiondetails.aspx?TopicalCollectionId=5
http://www.scribd.com/doc/16799605/Osteoporosis
Googlesbook.sistemmuskuloskeletal
http://marhenyantoz.wordpress.com/2011/03/27/osteoporosis/
www.mediastore.com

0 comments :

Post a Comment