BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batu
ginjal atau kalkulus renal (nefrolitiasis) dapat terbentuk di mana saja di
dalam traktus urinarius kendati paling ditemukan pada piala ginjal (pelvis
renalis) atau kalises. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan bisa
soliter atau multiple (Buku Ajar Patofisiologi ; hal.582).
Batu
ginjaal memiliki ukuran dan tipe yang bervariasi. Batu yang kecil dapat tetap
berada di dalam pelvis renis atau turun ke dalam ureter. Batu staghorn
(silinder dari kalises dan system pengumpul/collecting
pelvis renis) dapat terbentuk dari batu yang menetap di dalam ginjal.
Batu
ginjal lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita dan jarang
ditemukan pada anak-anak. Batu kalsium umumnya terdapat pada laki-laki berusia
pertengahan dengan riwayat pembentukan batu di dalam keluarga.
Batu
ginjal jarang terjadi pada masyarakat kulit hitam di Amerika. Keadaan ini
prevalen di kawasan geografik tertentu seperti Amerika sebelah tenggara (yang
dinamakan “stone belt”), dan keadaan
ini mungkin disebabkan oleh hawa panas yang meningkatkan dehidrasi serta
memekatkan substansi yang membentuk batu atau terjadi karena kebiasaan makan
pada masyarakat setempat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, kami dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa yang dimaksud dengan
kalkulus renal?
2.
Apa saja etiologi kalkulus
renal?
3.
Apa saja jenis-jenis
kalkulus renal?
4.
Bagaimana patofisiologi
terjadinya kalkulus renal?
5.
Apa saja manifestasi klinis
klien dengan kalkulus renal?
6.
Apa saja pemeriksaan
diagnostic kalkulus renal?
7.
Bagaimana penatalaksanaan
klien dengan kalkulus renal?
8.
Apa saja komplikasi yang
dapat timbul dari kalkulus renal?
9.
Bagaimana asuhan
keperawatan pada klien dengan kalkulus renal?
C. Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, kami dapat mengambil tujuan sebagai berikut :
1.
Menjelaskan pengertian
kalkulus renal.
2.
Menjelaskan etiologi
kalkulus renal.
3.
Menjelaskan jenis-jenis
kalkulus renal
4.
Menjelaskan patofisiologi
kalkulus renal.
5.
Menjelaskan manifestasi
klinis klien dengan kalkulus renal
6.
Menjelaskan pemeriksaan
diagnostic kalkulus renal
7.
Menjelaskan
penatalaksanaan kalkulus renal.
8.
Menjelaskan komplikasi
yang dapat timbul dari kalkulus renal
9.
Menjelaskan asuhan
keperawatan pada klien dengan kalkulus renal.
BAB II
PEMBAHASAN
TINJAUAN
TEORI
A. Pengertian
Batu
ginjal atau kalkulus renal (nefrolitiasis) dapat terbentuk di mana saja di
dalam traktus urinarius kendati paling sering ditemukan pada piala ginjal
(pelvis renalis) atau kalises. Batu ginjal memiliki ukuran yang beragam dan
bisa soliter atau multiple (Buku Ajar Patofisiologi ; hal.582).
Batu
ginjal (kalkulus renal) adalah bentuk deposit mineral, paling umum oksalat dan
fosfat; namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkus
ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling
umum ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal (Marilyn, 2000; 686).
Batu
ginjal (kalkulus renal) adalah batu (kalkuli) di dalam nefron dan keberadaannya
dapat menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi, secara perlahan dapat
merusak unit fungsional (nefron) ginjal. Selain itu dapat menyebabkan nyeri
yang luar biasa dan ketidaknyamanan (Smeltzer, 1996 ; 1460).
B. Etiologi
Meskipun
penyebab pasti tidak diketahui, factor predisposisi terjadinya batu ginjal
meliputi :
1.
Dehidrasi
Kekurangan cairan (dehidrasi) akan mengakibatkan
ginjal bereaksi dengan cara menahan sebanyak mungkin cairan dan elektrolit
dalam tubuh sehingga jumlah urine yang dihasilkan akan sedikit dan berwarna
pekat yang akhirnya akan mempermudah terbentuknya batu ginjal. Dehidrasi dapat
menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang membentuk
batu di dalam urin.
2.
Infeksi
Batu struvite secara
khas mengendap karena infeksi, khususnya oleh spesies Pseudomonas atau Proteus.
Mikroorganisme pemecah ureum ini lebih sering di jumpai pada wanita.
3.
Perubahan pH urine (batu
kalsium karbonat terbentuk pada pH yang tinggi; batu asam urat pada pH yang
rendah)
4.
Obstruksi pada aliran
urine yang menimbulkan statis di dalam traktus urinarius
5.
Imobilisasi yang
menyebabkan kalsium terlepas ke dalam darah dan tersaring oleh ginjal
6.
Factor metabolic
7.
Factor makanan
Mengkonsumsi bahan makanan yang kaya kalsium, oksalat,
purin dan garam secara berlebihan dapat memperbesar risiko menderita batu
ginjal. Batu ginjal kalsium umumnya akan ditemukan pada orang yang banyak
mengonsumsi makanan yang kaya oksalat seperti teh, kopi, soft drink, kokoa, dan
sayur bayam. Sedangkan batu ginjal asam urat lebih tinggi kemungkinannya
diderita oleh orang yang sering mengonsumsi makanan seperti daging, jeroan dan
hasil laut seperti sea food.
8.
Penyakit renal
Penyakit ginjal yang dapat menyebabkan batu ginjal
seperti renal tubular acidosis, cystinuria dan hyperoxaluria.
·
Asidosis tubulus renalis adalah
suatu penyakit ginjal (renal)
khususnya pada bagian tubulus renalis-nya. Pada penderita penyakit ini, bagian
dari ginjal yang bernama tubulus renalis tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya, sehingga hanya sedikit asam yang dibuang ke dalam urin. Akibatnya terjadi penimbunan
asam dalam darah, yang mengakibatkan terjadinya asidosis, yakni tingkat
keasamannya menjadi di atas ambang normal.
·
Sistinuria
(Cystinuria) adalah suatu penyakit yang jarang
terjadi, yang menyebabkan dikeluarkannya asam amino sistin ke dalam air kemih
dan seringkali menyebabkan pembentukan batu sistin di dalam saluran kemih.
Bisanya karena ada kelainan pada tubulus renalis yang bersifat menurun.
·
Hyperoxaluria
adalah oksalat urin melebihi 45 gram/24
jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi
makanan kaya oksalat seperti teh, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk
sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
9.
Penyakit gout (penyakit
dengan peningkatan produksi asam urat atau penurunan ekskresinya)
C. Jenis-jenis Batu Ginjal
Batu
saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat,
asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan
tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan
timbulnya batu residif.
1. Batu
Kalsium
Batu
kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu
sekitar 75-80% dari seluruh batu saluran kemih.
Faktor
tejadinya batu kalsium adalah:
a.
Hiperkalsiuria:
Kadar kalsium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena
peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif),
gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria
renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif)
seperti pada hiperparatiroidisme primer atau tumor paratiroid.
b.
Hiperoksaluria:
Ekskresi oksalat urin melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien
pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti teh, kopi
instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama
bayam.
c.
Hiperurikosuria:
Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat
bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat.
Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau
berasal dari metabolisme endogen.
d.
Hipositraturia:
Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga
menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia
dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau
pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
e.
Hipomagnesiuria:
Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya
batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi
magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.
2. Batu
Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi
karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (urea splitter seperti:
Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus)
yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis
urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium,
amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan
karbonat apatit.
3. Batu
Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu
saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif,
pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan
salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang
besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu
asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari
atau dehidrasi dan hiperurikosuria.
D. Patofisiologi
Tipe batu ginjal yang
utama adalah kalsium oksalat dan kalsium fosfat yang menempati 75% hingga 80%
dari semua kasus batu ginjal; batu struvite
(magnesium, ammonium dan fosfat), 15% dan asam urat, 7%. Batu sistin
relatif jarang terjadi dan mewakili 1% dari semua batu ginjal.
Batu
ginjal terbentuk ketika terjadi pengendapan substansi yang dalam keadaan normal
larut di dalam urin, seperti kalsium oksalat dan kalsium fosfat. Dehidrasi
dapat menimbulkan batu ginjal karena peningkatan konsentrasi substansi yang
membentuk batu di dalam urin.
Pembentukan
batu terjadi di sekeliling suatu nucleus atau nidus pada lingkungan yang
sesuai. Kristal terbentuk dengan adanya substansi yang membentuk batu (kalsium
oksalat, kalsium karbonat, magnesium, ammonium, fosfat atau asam urat) dan
kemudian terperangkap dalam traktus urinarius. Di tempat ini, kristal tersebut
menarik kristal lain untuk membentuk batu. Urine yang sangat pekat dengan
substansi ini akan memudahkan pembentukan kristal dan mengakibatkan pertumbuhan
batu.
Batu
ginjal dapat terjadi pada papila renal, tubulus renal, kalises, piala ginjal,
ureter, atau dalam kandung kemih. Banyak batu berukuran kurang dari 5 mm, dan
biasanya batu dengan ukuran kecil ini akan keluar sendiri ke dalam urine. Batu
staghorn bisa terus tumbuh di dalam piala ginjal dan meluas ke dalam kalises
sehingga terbentuk batu yang bercabang-cabang dan akhirnya menimbulkan batu
ginjal jika tidak di angkat dengan pembedahan.
Batu kalsium memiliki ukuran paling kecil.
Sebagian besar di antaranya berupa kalsium oksalat atau campuran dengan fosfat.
Meskipun 80% kasus bersifat idiopatik, umumnya kasus-kasus tersebut terjadi
bersama hiperurikosuria (keadaan terdapatnya asam urat dengan kadar yang tinggi
di dalam urine). Imobilisasi yang lama dapat menimbulkan demineralisasi tulang,
hiperkalsiuria, dan pembentukan kalkulus. Di samping itu, hiperparatiroidisme,
asidosis tubulus renal dan asupan vitamin D atau kalsium yang berlebihan dari
makanan dapat menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Batu
struvite secara khas mengendap karena
infeksi, khususnya oleh spesies Pseudomonas
atau Proteus. Mikroorganisme pemecah
ureum ini lebih sering di jumpai pada wanita. Batu struvite dapat menghancurkan parenkim renal.
Penyakit
gout mengakibatkan produksi asam urat yang tinggi, hiperurikosuria dan batu
asam urat. Diet tinggi purin (seperti daging, ikan, dan unggas,) akan menaikkan
kadar asam urat di dalam tubuh. Enteritis regional dan kolitis ulseratif dapat
memicu pembentukan batu asam urat. Penyakit ini sering terjadi pada keadaan
kehilangan cairan dan bikarbonat yang menimbulkan asidosis metabolik. Urine
yang asam akan meningkatkan pembentukan batu asam urat.
Sistinuria
merupakan gangguan herediter langka, dan pada kondisi ini terdapat kekeliruan
metabolik yang menyebabkan penurunan reabsorpsi sistin di dalam tubulus renal.
Keadaan ini menyebabkan peningkatan jumlah sistim di dalam urin. Karena sistin
merupakan substansi yang relatif insolubel, keberadaanya turut menyebabkan
pembentukan kalkulus atau batu.
Jaringan
parut yang terinfeksi merupakan tempat ideal bagi pembentukan batu. Di samping
itu, kalkulus yang terinfeksi (biasanya batu magnesium amonium fosfat atau batu
staghorn) dapat terbentuk apabila bakteri menjadi nukleus dalam pembentukan
batu.
Stasis
urin memudahkan penimbunan unsur-unsur pembentukan batu yang kemudian saling
melekat dan mendorong terjadinya infeksi yang menambah obstruksi.
Batu
dapat masuk ke dalam ureter atau tetap tinggal di dalam piala ginjal. Dalam
piala ginjal, batu tersebut merusak atau menghancurkan parenkim renal dan dapat
menimbulkan nekrosis karena penekanan.
Di
dalam ureter, pembentukan batu menyebabkan obstruksi dalam bentuk hidronefrosis
dan cenderung timbul kembali. Nyeri yang membandel dan perdarahan serius juga
dapat terjadi karena batu ginjal dan kerusakan yang ditimbulkan. Batu yang
besar dan kasar akan menyumbat lubang sambungan uteropelvik dan meningkatkan
frekuensi serta kekuatan kontraksi peristaltik sehingga terjadi hematuria
akibat trauma. Biasanya pasien batu ginjal melaporkan rasa nyeri yang menjalar
dari sudut kostovertebral ke bagian pinggang dan kemudian ke daerah suprapubik
serta genitalia eksterna (kolik renal yang klasik). Intensitas nyeri
berfluktuasi dan dapat luar biasa sakitnya ketika intensitas nyeri tersebut
mencapai puncaknya. Pasien dengan batu ginjal di dalam piala ginjal dan kalises
dapat melaporkan nyeri konstan yang tumpul (rasa pegal). Ia juga dapat
melaporkan nyeri punggung jika batu tersebut menyebabkan sumbatan dalam ginjal
dan nyeri abdomen yang hebat bila batu tersebut berjalan ke bawah di sepanjang
ureter. Infeksi dapat terjadi dalam urin yang mengalami stasis atau sesudah
trauma jika batu ini menimbulkan mengikis permukaan saluran kemih. Jika batu
atau kalkulus terperangkap dan menyumbat aliran urine, maka dapat terjadi
hidronefrosis.
E. Pathway
|
||||||
|
|
|||||
|
|
|
||||||||||||
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala batu
ginjal yang mungkin meliputi :
1.
Nyeri hebat akibat
obstruksi
2.
Nausea dan vomitus
3.
Demam dan menggigil
karena infeksi
4.
Hematuria kalau batu
tersebut menimbulkan abrasi ureter
5.
Distensi abdomen
6.
Anuria akibat obstruksi
bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya dimiliki oleh
pasien.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi :
Pemeriksaan
radiologi wajib dilakukan pada pasien yang dicurigai mempunyai batu. Pada kasus
ini, diagnosis ditegakkan melalui radiografi. Pemeriksaan rutin meliputi:
a.
Foto abdomen dari ginjal,
ureter dan kandung kemih (KUB).
b.
USG atau excretory
pyelography (Intravenous Pyelography, IVP). Excretory pyelography tidak boleh
dilakukan pada pasien dengan alergi media kontras, kreatinin serum > 2
mg/dL, pengobatan metformin, dan myelomatosis.
c.
CT Scan
d.
IVP (Intravenous
Pyelography)
Pemeriksaan
radiologi khusus yang dapat dilakukan meliputi :
a.
Retrograde atau antegrade
pyelography
b.
Spiral (helical) unenhanced
computed tomography (CT)
c.
Scintigraphy
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium rutin meliputi:
a.
Sedimen urin / tes
dipstik untuk mengetahui sel eritrosit, lekosit, bakteri (nitrit), dan pH urin.
b.
Kreatinin serum untuk
mengetahui fungsi ginjal.
c.
C-reactive protein,
hitung leukosit sel B, dan kultur urin biasanya dilakukan pada keadaan demam.
d.
Natrium dan kalium darah
dilakukan pada keadaan muntah.
e.
Kadar kalsium dan asam
urat darah dilakukan untuk mencari faktor risiko metabolik.
H. Penatalaksanaan
Tujuan
dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu,
mencegah kerusakan neuron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi destruksi yang
terjadi (Suddarth, 2001 ; 1462-1465).
1.
Pengurangan
nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop
akibat nyeri yang luar biasa, mandi air panas atau hangat di area panggul,
pemberian cairan kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal jantung
kongestif. Pemberian cairan yang dibutuhkan mengurangi konsentrasi kristaloid
urin, mengencerkan urin, dan menjamin haluruan yang besar serta meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu hingga mendorong masase batu
kebawah.
2.
Pengangkatan
batu
Pemeriksaan sitoskopik dan pasase ureter kecil untuk
menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu terangkat, dapat dilakukan
analisa kimiawi untuk menentukan kandungan batu.
3.
Terapi
nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat pengenceran dimana batu
sering berbentuk dan membatasi makanan yang memberikan konstribusi pada
pembentukan batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan
kalsium dari tulang. Tujuan dari pemberian terapi diit rendah protein, rendah
garam adalah pembantu memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah
pembentukan batu ginjal.
4.
Lithotripsy
gelombang kejut eksternal
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan
prosedur non invasive yang digunakan untuk menghancurkan batu dikaliks ginjal.
Setelah batu pecah menjadi bagian kecil seperti pasir, sisa batu akan
dikeluarkan secara spontan. Kebutuhan anestesi bergantung pada tipe lithotripsy
yang digunakan, ditentukan oleh jumlah dan intensitas gelombang kejut yang
disalurkan.
5.
Metode
endourologi pengangkatan batu
Endourologi menggabungkan keterampilan ahli radiologi
dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan mayor. Nefrostomi
perkutan (nefrolitotomi perkutan) dilakukan dengan nefroskop dimasukkan ke
traktus perkutan yang sudah dilebarkan ke dalam parenkim renal. Batu dapat
diangkat dengan forceps atau jarring, tergantung dari ukuran. Alat ultrasound
dapat dimasukkan melalui selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang
ultrasound untuk menghancurkan batu.
6.
Pelarutan
batu
Infus cairan kemolitik, misal : agens pembuat basa
(alkylating) dan pembuat asam (acidifying) untuk melarutkan batu dapat
dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap
terapi lain dan menolak metode lain atau mereka yang memiliki batu yang mudah
larut (struvit).
7.
Pengangkatan
bedah
Dilakukan pada 1%-2% pasien dengan indikasi batu
tersebut tidak berespon terhadap bentuk penanganan lain atau mengkoreksi setiap
abnormalitas anatomik dalam ginjal untuk memperbaiki drainase urin.
I.
Komplikasi
Komplikasi
batu ginjal dapat terjadi menurut Guyton 1990 :
1. Gagal ginjal
Terjadinya
kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuluh darah yang disebut kompresi
batu pada membrane ginjal oleh karena suplai oksigen terhambat. Hal ini
menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal.
2. Infeksi
Dalam
aliran urin yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan
mikroorganisme. Sehingga akan menyebabkan infeksi pada peritoneal.
3. Hidronefrosis
Oleh
karena aliran urin terhambat menyebabkan urin tertahan dan menumpuk di ginjal
dan lama-kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
4. Avaskuler iskemia
Terjadi
karena aliran darah ke dalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian
jaringan.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
Di dalam focus pengkajian
ditemukan data dasar pengkajian menurut (marillyn, 2000 hal : 686-687) sebagai
berikut :
1. Aktivitas atau istirahat
Pekerjaan
monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi,
keterbatasan aktivitas atau mobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya
(penyakit tidak sembuh, cedera medulla spinalis).
2. Sirkulasi
Adanya
peningkatan tekanan darah atau nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit
hangat, kemerahan dan pucat.
3. Eliminasi
Riwayat
adanya ISK (Infeksi Saluran Kemih) kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus),
penurunan haluaran urin, kandung kemih penuh rasa terbakar, dorongan berkemih
dan diare. Ditandai adanya oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola
berkemih.
4. Makanan atau cairan
Adanya
gejala mual muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat
atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Ditandai dengan distensi abdominal, penurunan atau tidak adanya bising usus dan
muntah.
5. Nyeri atau keamanan
Gejala
episode akut nyeri berat, nyeri kolik, lokasinya tergantung pada lokasi batu.
Dengan tanda melindungi, perilaku distraksi, nyeri tekan pada area ginjal pada
palpasi.
6. Keamanan
Penggunaan
alcohol, demam dan menggigil
7. Penyuluhan atau
pembelajaran
Gejala
riwayat kalkunus dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, ISK (Infeksi
Saluran Kencing) kronis, riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya
a.
Adapun pemeriksaan
penunjang yang mendukung antara lain :
1)
Urinalisis
Warna mungkin kuning,
cokelat gelap, berdarah, secara umum menunjukkan SDM (Sel Darah Merah), SDP
(Sel Darah Putih), Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serpihan,
mineral, bakteri, pus, PH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat)
atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium
fosfat)
2)
Urin
(24 jam)
Kreatinin, asam urat,
kalsium, fosfat, oksalat atau sistin mungkin meningkat
3)
Kultur
urin
Mungkin menunjukkan ISK
(staphylococcus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
4)
Survey
biokimia
Peningkatan kadar
magnesium, kalsium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit
5)
Kreatinin
serum dan urin
Abnormal (tinggi pada
serum atau rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada
ginjal menyebabkan iskemia atau nekrosis
6)
Kadar
klorida dan bikarbonat serum
Peninggian kadar klorida
dan penurunan kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosisi tubulus ginjal.
7)
Hitung
darah lengkap
SDP (Sel Darah Putih)
mungkin meningkat menunjukkan infeksi atau septicemia
8)
Hemoglobin
dan hematocrit
Abnormal bila pasien
dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau
anemia (perdarahan, disfungsi atau gagal ginjal).
9)
Hormone
paratiroid
Mungkin meningkat bila
ada gagal ginjal, (PTH merangsang reabsorpsi kalsium dari tulang meningkatkan
sirkulasi serum dan kalsium urin)
10) Foto rontgen
Menunjukkan adanya
kalkuli dan perubahan pada area ginjal dan sepanjang saluran kemih.
11) IVP (Intravenous
Pyelography)
Memberikan konfirmasi
cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdominal pada struktur anatomi
(distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli.
12) Sistoureteroskopi
Visualisasi langsung
kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau obstruksi.
13) CT scan
Mengidentifikasi atau
menggambarkan kalkuli dan massa lain : ginjal, ureter, dan distensi kandung
kemih.
14) Ultrasound ginjal
Untuk menentukan
perubahan obstruksi, lokasi batu. (Doenges, 2000 hal: 687)
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan rasa nyaman
nyeri behubungan dengan obstruksi di ureter
2.
Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nausea dan vomitus
3.
Hipertermi berhubungan
dengan infeksi
4.
Ansietas berhubungan
dengan nyeri
C. Intervensi
Diagnosa
1 : Gangguan
rasa nyaman nyeri berhubungan dengan obstruksi di ureter
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri akan berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil : Melaporkan
nyeri berkurang sampai hilang; tampak rileks, mampu tidur atau istirahat
dengan tepat.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Monitor
dan mendokumentasi lokasi nyeri, lamanya intensitas (skala 0-10) dan
penyebaran
|
Nyeri
tiba-tiba dan hebat dapat mencetuskan ketakutan, gelisah dan ansietas berat.
|
Jelaskan
penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan karakteristik nyeri
|
Membantu dalam
meningkatkan kemampuan koping pasien dan dapat menurunkan ansietas
|
Berikan
tindakan nyaman, pijitan punggung
|
Meningkatkan
relaksasi, menurunkan ketegangan otot dan meningkatkan koping.
|
Bantu dan dorong teknik nafas dalam
|
Mengarahkan
kembali perhatian dan membantu dalam reaksasi otot.
|
Kolaborasi
pemberian kompres hangat area nyeri
|
Menghilangkan
tegangan otot dan dapat menurunkan reflek spasme
|
Kolaborasi pemberian
analgetik
|
Menurunkan
reflek spasme dapat menurunkan kolik dan nyeri.
|
Diagnosa 2 : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nausea dan vomitus
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil
: mempertahankan berat badan,
tidak terdapat tanda-tanda malnutrisi
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Awasi
konsumsi makanan/cairan per hari
|
Membantu
dalam mengindentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.
|
Anjurkan klien
mempertahankan masukan makanan harian
|
Mempertahankan
berat badab secara optimal
|
Perhatikan
adanya mual atau muntah
|
Membantu
mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan mengetahui gejala yang menyertai
akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah pemasukan.
|
Berikan makanan sedikit atau frekuensi
sering
|
Meminimalkan
anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik atau menurunnya
peristaltic
|
Kolaborasi pemberian antiemetic
|
Diberikan
untuk menghilangkan mual muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
|
Diagnosa
3 : Hipertermi berhubungan dengan infeksi
Tujuan
: Mendemonstrasikan
suhu dalam batas normal.
Kriteria
hasil : Menunjukkan
metode yang tepat untuk mengukur suhu, menjelaskan tindakan untuk
mencegah/memimalkan peningkatan suhu tubuh, melaporkan tanda dan gejala dini
hipertermi.
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau suhu
pasien (derajat dan pola); mengigil atau diaphoresis
|
Untuk mengetahui perubahan suhu pasien setiap 2 jam sekali.
|
Pamtau suhu
lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur, sesuai indikasi.
|
Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk
memepertahankan suhu mendekati normal.
|
Berikan kompres
mandi hangat, hindari pengunaan alkohol.
|
Dapat membantu mengurangi demam.
|
Berikan
antipiretik, misalnya ASA (aspirin,acetominofen (tylenol)).
|
Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada
hipotalamus.
|
Berikan selimut
pendingin.
|
Digunakan untuk mengurangi demam umumnya lebih besar dari
39,5-40oC.
|
Anjurkan asupan
cairan oral sedikitnya 2 liter sehari, dengan tambahan cairan selama
aktivitas yang berlebihan atau aktivitas sedang dalam cuaca panas.
|
Dengan pemenuhan kebutuhan cairan untuk menganti cairan yang
hilang akibat dari terjadi peningkatan suhu tubuh/hipertermi.
|
Ajarkan
pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermia (misalnya: sangat panas, dan keletihan akibat panas)
|
Pemberian pengetahuan cara mengukur suhu tubuh kepada
pasien/keluarga agar dapat melakukkan secara mandiri ketika tidak ada tenaga
medis.
|
Diagnosa
4 : Ansietas berhubungan dengan nyeri
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan
Kriteria
hasil : Klien menyatakan paham
kondisi dan hubungan tanda gejala dengan proses penyakit
|
|
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat ansietas klien
|
Untuk mengetahui tanda-tanda yang
menyebabkan cemas bertambah
|
Beri penjelasan
setiap melakukan tindakan
|
Menjalin
kepercayaan antara klien dengan tenaga kesehatan
|
Berikan penkes tentang penyakitnya
|
Menambah
pengetahuan klien
|
(Doenges,
200 hal : 677)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan sebelumnya adalah batu ginjal
(kalkulus renal) yaitu bentuk deposit mineral, paling umum oksalat dan fosfat;
namun asam urat dan kristal lain juga pembentuk batu. Meskipun kalkus ginjal
dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling umum
ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal (Marilyn, 2000; 686). Adapun etiologi
dari batu ginjal antara lain dehidrasi, infeksi, perubahan pH urine, obstruksi
pada aliran urine, imobilisasi, faktor metabolic, factor makanan, penyakit
renal dan penyakit gout. Jenis-jenis batu ginjal ada 3 antara lain batu kalsium, batu struvit, batu urat. Manifestasi
klinis dari pasien dengan kalkulus renal antara lain nyeri, nausea dan
vomitus, demam dan menggigil, hematuria, distensi abdomen, anuria akibat
obstruksi bilateral atau obstruksi pada ginjal yang tinggal satu-satunya
dimiliki oleh pasien. Penatalaksanaan pada pasien dengan kalkulus renal antara
lain pengurangan nyeri, pengangkatan batu, terapi nutrisi dan medikasi,
lithotripsy gelombang kejut eksternal, metode endourologi pengangkatan batu,
pelarutan batu, pengangkatan bedah. Sedangkan komplikasinya antara lain gagal
ginjal, infeksi, hidronefrosis, avaskuler iskemia. Asuhan Keperawatan pada
pasien batu ginjal dimulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Kowalak, Jennifer P, dkk. 2011. Alih
Bahasa. Buku Ajar Patofisiologi.
Jakarta : EGC