BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang manusia
tanpa memandang usia, terutama perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar
tujuh juta kunjungan pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat
(Stamm,1998). Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria
bermakna (ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran
tengah yang dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya
berkolonisasi bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria
dapat disertai infeksi simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI
umumnya dibagi dalam dua sub kategori besar: UTI bagian bawah
(uretritis,sistitis, prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut).
Sistitis akut (infeksi vesika urinaria) dan pielonefritis akut ( infeksi pelvis
dan interstisium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan
morbilitas tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif.
Pielonefritis merupakan infeksi piala pada ginjal, tubulus dan
jaringan interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai
kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20%
sampai 25% curah jantung, bakteri jarang yang mencapai ginjal melalui aliran
darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks ureterivesikal,
dimana katup uretevesikal yang tidak kompeten meynyebabkan urine mengalir balik
(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius ( yang meningkatkan
kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung kemih, striktur, hiperplasia
prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan penyebab yang lain.
Pielonefritis dapat akut dan kronis.
B. Rumusan
1. Apa
pengertian pielonefritis?
2. Apa
etiologi pielonefritis?
3. Jelaskan
patofisiologi pielonefritis?
4. Apa
tanda dan gejala pielonefritis?
5. Apa
komplikasi pielonefritis?
6. Jelaskan
pemeriksaan penunjang pielonefritis?
7. Jelaskan
penatalaksaan pielonefritis?
8. Apa
pengobatan pielonefritis?
9. Jelaskan
pencegahan pielonefritis?
C. Tujuan
1.
Tujuan
umum
Mahasiswa mampu
menerapkan asuhan keperawatan klien dengan pielonefritis.
2.
Tujuan
khusus
a. Diharapkan mahasiswa mengetahui
pengertian pielonefritis.
b. Diharapkan mahasiswa mengetahui
etiologi pielonefritis.
c. Diharapkan mahasiswa menjelaskan
patofisiologi pielonefritis.
d. Diharapkan mahasiswa mengetahui
tanda dan gejala pielonefritis.
e. Diharapkan mahasiswa mengetahui
komplikasi pielonefritis.
f.
Diharapkan
mahasiswa menjelaskan pemeriksaan penunjang
pielonefritis.
g. Diharapkan mahasiswa menjelaskan
penatalaksaan pielonefritis.
h. Diharapkan mahasiswa mengetahui
pengobatan pielonefritis.
i.
Diharapkan
mahasiswa menjelaskan pencegahan pielonefritis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis,
penyebab radang pelvis ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari
kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut
dan ada yang kronis (Tambayong. 200)
Pielonefritis merupakan infeksi
bakteri pada piala ginjal, tunulus, dan jaringan interstinal dari salah satu
atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu
infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen atau retrograd aliran
ureterik. (J. C. E. Underwood, 2002: 668)
Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari
salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan
naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri
jarang mencapai ginjal melalui darah.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri
piala ginjal, tubulus, dan jaringan interstisial dari salah satu atau kedua
ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri jarang mencapai
ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari 3%.
Pielonefritis sering sebagai akibat
dari refluks uretero vesikal, dimana katup uretrovresikal yang tidak kompeten
menyebabkan urin mengalir baik(refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus
urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung
kemih, striktur, hyperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain.
B.
Etiologi
1. Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus
besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan
penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit.
2. Infeksi
biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
3. Pada saluran
kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air
kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat
masuknya ke kandung kemih.
4. Berbagai
penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran
prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
5. Infeksi juga
bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
6. Keadaan lainnya
yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
a.
kehamilan
b. kencing manis
c.
keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem
kekebalan tubuh untuk melawan infeksi.
C.
Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus
fecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari
luar tubuh yang masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke
kandung kemih, lalu ke ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan
kandung kemih dan ginjal) dan tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan
dapat membentuk koloni infeksi dalam waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada
ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti kateter dan bedah urologis.
Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan atau obstruksi
saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau
tumor.
Pyelonefritis dibagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Pyelonefritis akut.
Pyelonefritis akut biasanya singkat
dan sering terjadi infeksi berulang karena tetapi tidak sempurna atau infeksi
baru. 20 % dari infeksi yang berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi
selesai. Infeksi bakteri dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini
akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan
dengan selimut.abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta glomerulus
terjadi.
2. Pyelonefritis kronik.
Pielonefritis kronik juga berasal
dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor lain seperti obstruksi
saluran kemih dan refluk urin. Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan
ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya
parut dan dapat menyebabkan terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik.
Ginjal pun membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak
berfungsi. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang
berulang –ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil, biasanya
diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi ureter karena
uterus yang membesar.
D.
Tanda dan gejala
Gejala yang paling umum dapat berupa
demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai menggigil, nyeri punggung bagian
bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga menunjukkan gejala ISK bagian
bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, di mana
penderita merasakan nyeri hebat yang desebabkan oleh kejang ureter. Kejang
dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya
batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua ginjal. Kadang juga
disertai otot perut berkontraksi kuat. Pada anak-anak, gejala
infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali.
1. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
a. pembengkakan ginjal atau pelebaran
penampang ginjal
b. Pada pengkajian didapatkan adanya
demam yang tinggi, menggigil, nausea,
c. nyeri pada pinggang, sakit kepala,
nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
d. Pada perkusi di daerah CVA ditandai
adanya tenderness.
e. Klien biasanya disertai disuria,
frequency, urgency dalam beberapa hari.
f.
Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau
hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah
putih.
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang
berulang-ulang, sehingga kedua ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan
gejala:
a. Adanya serangan pielonefritis akut
yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai gejala yang spesifik.
b. Adanya keletihan.
c. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan
BB menurun.
d. Adanya poliuria, haus yang
berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria, pyuria dan kepekatan urin
menurun.
e. Kesehatan pasien semakin menurun,
pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
f.
Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
g. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron
menurun dikarenakan luka pada jaringan.
h. Tiba-tiba ketika ditemukan adanya
hipertensi.
E.
Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat
ditemukan pada pielonefritis akut
(Patologi Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669).
1. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang,
pasokan darah pada area medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila
guinjal, terutama pada penderita diabetes melitus atau pada tempat terjadinya
obstruksi.
2. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi
total pada ureter yang dekat sekali dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam
pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi, sehingga ginjal mengalami
peregangan akibat adanya pus.
3. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula
ginjal, dan meluas ke dalam jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis
mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari hilangnya progresifitas
nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan pembentukan
batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang
mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner&Suddarth, 2002: 1437)
Pielonefritis
kronik: penyakit ginjal stadium akhir(mulai dari hilangnya progresifitas
nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan
parut)hipertensi, danpembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme
pengurai-urea, yang mengakibatkan terbentuknya batu).
F.
Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk
penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5
leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
b. Hematuria: hematuria- positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak
emersi. 102 -103 organisme koliform / mL urin plus piuria
b. Biakan bakteri
c. Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan
warna pada uji carik
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme
spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per
milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam
kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit)
dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat).
b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami
piuria.
c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat
bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat
organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria
gonorrhoeae, herpes simplek).
7. Tes- tes tambahan :
a. Urogram intravena (IVU).
b. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga
dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas
traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau
hiperplasie prostate.
c. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan
prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya
infeksi yang resisten.
G.
Penatalaksanaan
Pielonefritis akut: pasien pielonefritis akut beresiko
terhadap bakteremia dan memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi
parentral di berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu
tersebut, agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis
akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk mencegah
berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan pielonefritis akut
biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yangmungkin timbul dlam penanganan
adalah infeksi kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau
tahun tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien dipertahankan
untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai bukti adanya infeksi tidak
terjadi, seluruh faktor penyebab telah ditangani dan dikendalikan, dan fungsi
ginjal stabil. Kadarnya pada terapi jangka panjang.
Pielonefritis
kronik: agens
antimikrobial pilihan di dasarkanpada identifikasi patogen melalui kultur urin,
nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan trimethoprim dan digunakan
untuk menekan pertumbuhan bakteri. Fungsi renal yang ketat, terutama jika
medikasi potensial toksik.
H.
pengobatan
1. Terapi
antibiotik untuk membunuh bakteri gram positif maupun gram negatif.
2. Apabila
pielonefritis kronisnya di sebabkan oleh obstruksi atau refluks, maka
diperlukan penatalaksanaan spesifik untuk mengatasi masalh-masalah tersebut.
3. Di anjurkan
untuk sering munum dan
BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang mungkin naik ke uretra,
untuk wanita harus membilas dari depan ke belakang untuk menghindari
kontaminasi lubang urethra oleh bakteri faeces.
I.
Pencegahan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa
hal yang harus dilakukan:
1. minumlah banyak air (sekitar 2,5
liter ) untuk membantu pengosongan kandung kemih serta kontaminasi urin.
2. Perhatikan makanan (diet) supaya
tidak terbentuk batu ginjal
3. banyak istirahat di tempat tidur
4. terapi antibiotika
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan
memastikan tidak pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan
memperhatikan cara membersihkan setelah buang air besar, terutama pada wanita.
Senantiasa membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari belakang ke depan.
Hal tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari feses sewaktu buang air
besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang uretra. Pada waktu
pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat agar tidak
terjadi infeksi.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk
pengobatan infeksi ginjal mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi,
menurunkan panas, dan diuretik (peluruh kemih). Tumbuhan obat yang dapat
digunakan, antara lain :
1. Kumis kucing (Ortthosiphon
aristatus)
2. Meniran (Phyllanthus urinaria)
3. Sambiloto (Andrographis paniculata)
4. Pegagan (Centella asiatica)
5. Daun Sendok (Plantago major)
6. Akar alang-alang (Imperata
cyllindrica)
7. Rambut Jagung (Zea mays)
8. Krokot (Portulaca oleracea)
9. Jombang (Taraxacum mongolicum)
10.
Rumput mutiara(Hedyotys corymbosa)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Anak wanita dan wanita dewasa
mempunyai insidens infeksi saluran kemih yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pria.
2. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama : Nyeri punggung bawah
dan disuria
b. Riwayat penyakit sekarang: Masuknya bakteri kekandung kemih
sehingga menyebabkan infeksi
c. Riwayat penyakit dahulu : Mungkin px
pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
d. Riwayat penyakit keluarga : ISK
bukanlah penyakit keturunan
3.
Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan : Kurangnya pengetahuan kx tentang pencegahan
b. Pola instirahat dan tidur :
Istirahat dan tidur kx mengalami gangguan karena gelisah dan nyeri.
c. Pola eminasi : Kx cenderung
mengalami disuria dan sering kencing
d. Pola aktivitas : Akativitas kx
mengalami gangguan karena rasa nyeri yang kadang datang
4.
Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda vital
1)
TD : normal / meningkat
2)
Nadi : normal / meningkat
3)
Respirasi : normal / meningkat
4)
Temperatur : meningkat
b. Data focus
·
Inpeksi : Rrekuensi miksi b (+), lemah dan lesu, urin keruh
·
Palpasi : Suhu tubuh meningkat
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Infeksi yang
berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal.
2. Hipertermi
berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
3. Perubahan pola
eliminasi urine (disuria, dorongan, frekuensi, dan atau nokturia) yang
berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
4. Nyeri yang
berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
5. Kecemasan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode
pencegahan, dan instruksi perawatan di rumah.
6. Kurangnya pengetahuan tentang
kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya
sumber informasi.
C.
INTERVENSI
1. Diagnosa Keperawatan : Infeksi yang
berhubungan dengan adanya bakteri pada ginjal
Tujuan
: tidak terjadi infeksi pada ginjal
Kreteria
hasil : klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vital normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji suhu tubuh pasien setiap 4 jam dan lapor jika suhu diatas 38,50 C
|
Tanda vital menandakan adanya perubahan di dalam tubuh
|
Catat karakteristik urine
|
Untuk mengetahui/mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan
dari hasil yang diharapkan.
|
Anjurkan pasien untuk minum 2 – 3 liter jika tidak ada kontra indikasi
|
Untuk mencegah stasis urine
|
Monitor pemeriksaan ulang urine kultur dan sensivitas untuk menentukan
respon terapi
|
Mengetahui seberapa jauh efek pengobatan terhadap keadaan penderita.
|
Anjurkan
pasien untuk mengosongkan kandung kemih secara komplit setiap kali kemih.
|
Untuk mencegah adanya distensi kandung kemih
|
Berikan perawatan perineal, pertahankan agar tetap bersih dan kering.
|
Untuk menjaga kebersihan dan menghindari bakteri yang membuat infeksi
uretra
|
2. Diagnosa Keperawatan : Hipertermi
berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi
Tujuan : tidak terjadi hipertermi
Kreteria hasil : suhu tubuh klien
normal.
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau suhu
tubuh klien
|
Tanda vital dapat menandakan adanya perubahan di dalam tubuh.
|
Pantau suhu lingkungan
|
Suhu ruangan dan jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
|
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik
|
Mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus
|
3. Diagnosa Keperawatan : Perubahan pola eliminasi urine (disuria, dorongan,
frekuensi, dan atau nokturia) yang berhubungan dengan infeksi pada ginjal.
Tujuan : Pola eliminasi baik
Kreteria Hasil : Pola eliminasi
klien membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri,
disuria)
Intervensi
|
Rasional
|
Ukur dan catat urine setiap kali berkemih
|
Untuk mengetahui adanya perubahan warna dan untuk mengetahui input/out
put
|
Anjurkan untuk berkemih setiap 2 – 3 jam
|
Untuk mencegah terjadinya penumpukan urine dalam vesika urinaria.
|
Palpasi kandung kemih tiap 4 jam
|
Untuk mengetahui adanya distensi kandung kemih.
|
Bantu klien ke kamar kecil, memakai pispot/urinal
|
Untuk memudahkan klien di dalam berkemih.
|
Bantu klien mendapatkan posisi berkemih yang nyaman
|
Supaya klien tidak sukar untuk berkemih.
|
Dorong
meningkatkan pemasukan cairan
|
peningkatan
hidrasi membilas bakteri.
|
Observasi
perubahan status mental:, perilaku atau tingkat kesadaran
|
akumulasi
sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada
susunan saraf pusat
|
Kolaborasi:
Awasi- pemeriksaan laboratorium; elektrolit, BUN, kreatininRasional: pengawasan
terhadap disfungsi ginjal Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin:-
tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan
asam urin
|
Asam
urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt
berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
|
4. Diagnosa Keperawatan : Nyeri yang berhubungan dengan infeksi
pada ginjal
Tujuan : nyeri pada ginjal berkurang
Kreteria hasil : Tidak nyeri waktu
berkemih, tidak nyeri pada perkusi panggul
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji intensitas, lokasi, dan factor yang memperberat atau meringankan
nyeri
|
Rasa sakit yang hebat menandakan adanya infeksi
|
Berikan waktu istirahat yang cukup dan tingkat aktivitas yang dapat di
toleran.
|
Klien dapat istirahat dengan tenang dan dapat merilekskan otot-otot
|
Anjurkan minum banyak 2-3 liter jika tidak ada kontra indikasi
|
Untuk membantu klien dalam berkemih
|
Berikan obat analgetik sesuai dengan program terapi
|
Analgetik memblok lintasan nyeri
|
Pantau
haluaran urine terhadap perubahan warna, baud an pola berkemih, masukan dan
haluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang
|
untuk
mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang
diharapkan
|
Catat
lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) penyebaran nyeri
|
membantu
mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
|
Berikan
tindakan nyaman, seprti pijatan punggung, lingkungan istirahat
|
meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan otot.
|
Bantu
atau dorong penggunaan nafas berfokus relaksasi
|
membantu
mengarahkan kembali perhatian dan untuk relaksasi otot.
|
Berikan
perawatan perineal
|
untuk
mencegah kontaminasi uretra
|
Kolaborasi:
Konsul dokter bila sebelumnya kuning gading-urine kuning, jingga gelap,
berkabut atau keruh. Pla berkemih berubah, sring berkemih dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing, menetes setelah berkemih. Nyeri menetap atau
bertambah sakit
|
Temuan-
temuan ini dapat memeberi tanda kerusakan jaringan lanjut dan perlu
pemeriksaan luas
|
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan yang
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit, metode pencegahan, dan instruksi
perawatan di rumah.
tujuan : Kecemasan berkurang
Kreteria Hasil : Klien mengatakan
rasa cemasnya berkurang
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji tingkat kecemasan
|
Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
|
Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya
|
Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan
pengobatan
|
Beri support pada klien
|
|
Beri dorongan spiritual
|
Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan YME
|
Beri penjelasan tentang penyakitnya
|
Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
|
6. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurangnya sumber informasi.
Tujuan : klien mengerti mengerti
mengenai pemyakitnya
Krteteria hasil : klien menyatakan
mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic, rencana pengobatan, dan
tindakan perawatan diri preventif.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
ulang prose pemyakit dan harapan yang akan dating
|
memberikan
pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
|
Berikan informasi tentang: sumber
infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskna pemberian antibiotic, pemeriksaan
diagnostic: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum
pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan
|
pengetahuan
apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan m,embantu mengembankan
kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
|
Pastikan
pasien atau orang terdekat telah menulis perjanjian untuk perawatan lanjut
dan instruksi tertulis untuk perawatn sesudah pemeriksaan
|
instruksi
verbal dapat dengan mudah dilupakan
|
Instruksikan
pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, inum sebanyak kurang lebih
delapan gelas per hari khususnya sari buah berri.
|
Pasien
sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan
menolong membilas ginjal. Asam piruvat dari sari buah berri membantu
mempertahankan keadaan asam urin dan mencegah pertumbuhan bakteri
|
Berikan
kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang
rencana pengobatan
|
Untuk
mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu
mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
|
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana
Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana
Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000).
Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri
(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price,Sylvia Andrson. (1995).
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical
concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta:
EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo.
Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.