BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbagai fenomena yang terjadi
di tatanan praktek pelayanan keperawatan klinik dan komunitas menuntut
pengembangan yang adaptif dan fleksibel untuk diterapkan dalam berbagai situasi
dan kondisi. Hal ini tentunya memerlukan teori dan model yang sesuai dengan
mengadopsi berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat, khususnya
perubahan sosial, budaya, dan sistem nilai yang terjadi di masyarakat.
Tujuan dari transkultural dalam
keperawatan adalah untuk membentuk kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan
kultur. Leininger mengembangkan teorinya dari perbedaan kultur yang universal.
Perbedaan kultur tersebut dapat menjadi sumber informasi dalam melaksanakan
keperawatan. Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of
knowledge yang kuat, dapat dikembangkan serta dapat diaplikasikan
dalam praktek keperawatan. Transcultural nursing ini berasal
dari disiplin ilmu antropologi yang dikembangkan ke dalam konteks keperawatan.
Konsep keperawatan transkultural ini didasari oleh pemahaman tentang adanya
perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural
shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan klien, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi pada klien.
Melakukan
komunikasi dengan komunitas di lingkungannya untuk mengenal budaya setempat dan
menghormatinya Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan,
kepercayaan bahkan seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh
terhadap penyakit. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu
berinteraksi dengan lingkungannya. Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap
lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang
belum dikenal atau perkembangan/perubahan penyakit yang sudah ada. Kajian
mengenai konsekuensi kesehatan perlu memperhatikan konteks budaya dan sosial
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi budaya ?
2.
Apa saja karakteristik Budaya ?
3.
Bagaimana Perilaku Budaya Kesehatan ?
4.
Apa definisi
Keperawatan Transkultural ?
5.
Apa konsep
Utama Keperawatan Transkultural ?
6.
Apa Konsep Sehat
Sakit Menurut Budaya Masyarakat?
7.
Apa Definisi Keperawatan Komunitas ?
8.
Bagaimana Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Keperawatan
Komunitas ?
C. Tujuan
1.
Menjelaskan definisi budaya
2.
Menjelaskan
karakteristik Budaya
3.
Menjelaskan Perilaku Budaya Kesehatan
4.
Menjelaskan definisi
Keperawatan Transkultural
5.
Menjelaskan konsep
Utama Keperawatan Transkultural
6.
Menjelaskan Konsep Sehat
Sakit Menurut Budaya Masyarakat
7.
Mejelaskan Definisi Keperawatan Komunitas
8.
Menjelaskan Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Keperawatan
Komunitas
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Budaya
Budaya bisa
diartikan dari berbagai sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya,
kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material
dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan
yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi : mangkuk tanah liat,
perhiasan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencangkup
barang-barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olah raga, pakaian,
gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah
ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi,
misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
Perilaku dari
berbagai kelompok masyarakat dunia berbeda-beda, perilaku tersebut akan
membentuk budaya tertentu. Respon masyarakat terhadap suatu peristiwa dalam
kehidupan berbeda-beda bergantung pada bagaimana kebiasaan sekelompok
masyarakat tersebut dalam menangani masalah. Setiap individu memiliki budaya
baik disadari maupun tidak disadari, budaya merupakan struktur dari kehidupan.
Istilah budaya pertama kali didefinisikan oleh antropolog Inggris Tylor tahun 1871 bahwa
budaya yaitu semua yang termasuk dalam pengetahuan, kepercayaan, seni, moral,
hukum, adat dan kebiasaan lain yang dilakukan manusia sebagai anggota
masyarakat. ( Brunner dan Suddart, 2001 ). Sedangkan petter (1993)
mendefinisikan budaya sebagai nilai-nilai, kebudayaan sikap dan adat yang
terbagi dalam suatu kelompok dan berlanjut dari generasi ke generasi
berikutnya. Budaya akan dipakai oleh seseorang atau sekelompok orang dengan
nyaman dari wktu ke waktu tanpa memikirkan rasionalisasinya. The American
Herritage Dictionary mengertikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari
pola prilaku yang dikirimkan melalui kerja dan pemikiran manusia dari suatu
kelompok manusia.
Zanden (1990)
menjelaskan bahwa istilah kultur mengacu pada warisan sosial masyarakat yang
mempelajari pola berpikir, merasa, dan bertindak yang ditularkan dari satu
generasi ke generasi berikutnya termasuk penggunaan pola-pola tersebut dalam
sesuatu yang bersifat materi. Sementara itu samovar dan poter (1995) mengutip
pernyataan Adamsom dan Frost yang mengatakan bahwa kultur merupakan pola
tingkah laku yang dipelajari yang merupakan satu kesatuan system yang bukan
hasil dari keturunan. Dari semua definisi diatas jelaslah bahwa kultur atau
memiliki karakteristik sendiri. Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi
sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pemikiran manusia, sehingga dalam
kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata,
misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditunjukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B. Karakteristik Budaya
Dincker (1996),
menyimpulkan pendapat Boyle dan Andrews (1989), yang menggambarkan empat ciri
esensial budaya yaitu : pertama, budaya dipelajari dan dipindahkan, orang yang
mempelajari budaya mereka sendiri sejak lahir. Kedua, budaya berbagi bersama,
anggota-anggota kelompok yang sama membagi budaya baik secara sadar maupun
tidak sadar, perilaku dalam kelompok merupakan bagian dari identitas budayanya.
Ketiga, budaya
adalah adaptasi pada lingkungan yang mencerminkan kondisi khusus pada
sekelompok manusia seperti bentuk rumah, alat-alat dan sebagainya. Adaptasi
budaya pada negara maju diadopsi sesuai dengan tehnologi yang tinggi. Keempat,
budaya adalah proses yang selalu berubah dan dinamis, berubah seiring kondisi kebutuhan
kelompoknya, misalnya tentang partisipasi wanita dan sebagainya. Penelitian
batak Toba di Indonesia yang beradaptasi dengan suku Sunda dengan merubah adat
ketatnya karena menyesuaikan diri dengan budaya setempat.
Menurut Samovar
dan Porter (1995) ada 6 karakteristik budaya :
1.
Budaya itu bukan keturunan tapi dipelajari, jika seorang
anak lahir di Amerika dan hidup di Amerika dari orangtua yang berkebangsaan
Indonesia maka tidaklah secara otomatis anak itu bisa berbicara dengan bahasa
Indonesia tanpa ada proses pembelajaran oleh orangtuanya.
2.
Budaya itu ditransfer dari satu generasi ke generasi
berikutnya, kita mengetahui banyak hal tentang kehidupan yang berhubungan
dengan budaya kerena generasi sebelum kita mengejarkan kita banyak hal
tersebut. Suatu contoh upacra penguburan placenta pada masyarakat jawa,
masyarakat tersebut tidak belajar secara formal tetapi mengikuti prilaku nenek
moyangnya.
3.
Budaya itu berdasarkan simbol, untuk bisa memepelajari
budaya orang memerlukan simbol. Dengan simbol inilah nantinya kita dapat saling
bertukar pikiran dan komunikasi sehingga memungkinkan terjadinya proses
transfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Contoh beberapa
simbol yang mengkarakteristikkan budaya adalah kalung pada suku dayak,
manik-manik, gelang yang semua itu menandakan simbol pada budaya tertentu.
4.
Budaya itu hal yang bisa berubah, karena budaya merupakan
sistem yang dinamis dan adaftif maka budaya rentan terhadap adanya perubahan.
Misalnya pada sekelompok masyarakat merayakan kelahiran dengan tumpeng atau
nasi kuning, pada zaman modern tradisi tersebut berubah yaitu menjadi kue ulang
tahun.
5.
Budaya itu bersifat menyeluruh, satu elemen budaya dapat
mempengaruhi elemen-elemen budaya yang lain. Misalnya lingkungan sosial akan
dapat memepengaruhi prilaku seseorang yang tinggal dilingkungan tersebut.
6.
Budaya itu etnosentris, adanya anggapan bahwa buadaya
kitalah yang paling baik diantara budaya-buadaya yang lain. Suku badui akan
merasa budaya Badui yang benar, apabila melihat perilaku budaya dari suku lain
dianggap aneh, hal ini terjadi pada kelompok suku yang lain.
Meskipun tiap
kelompok memiliki pola yang dapat dilihat yang membantu membedakannya dengan
kelompok lain, sebagian besar individu juga mengungkapkan keyakinan atau sifat
yang tidak sesuai dengan norma kelompok. Seseorang bisa sangat tradisional
dalam satu aspek dan sangat modern dalam aspek lain. Ketika orang sakit,
mereka kadang menjadi lebih tradisional dalam harapan mereka dan pemikiran
mereka. Juga ada variasi signifikan dengan dan antara kelompok. Pengetahuan
tentang kelompok juga bernilai ketika memberikan sekumpulan harapan realistik.
Tetapi, hanya belajar tentang individu atau keluarga yang dihadapi sehingga
tenaga medis dapat memahami dalam hal apa pola kelompok bermakna (Leininger
2000).
C. Perilaku Budaya Kesehatan
Adat kebiasaan
yang dikembangkan di suatu negara atau daerah, suku atau sekelompok masyarakat
merupakan praktek hidup budaya, Amerika, Australia, dan negara lainnya termasuk
Indonesia merupakan sebuah negara mempunyai berbagai suku dan daerah dimana
tiap suku atau daerah tersebut mempunyai adat kebiasaan yang berbeda-beda dalam
menangani masalah kesehatannya di masyarakat. Ada perilaku manusia, cara
interaksi yang dipengaruhi kesehatan dan penyakit yang terkait dengan budaya,
diantaranya adalah perilaku keluarga dalam menghadapi kematian, menurut Crist
(1961) yang ditulis oleh Koentjaraningrat (1990), dari hasil studi
komaratifnya. Menyimpulkan bahwa ada perbedaan sikap manusia dengan berbagai
kebudayaan yang berbeda-beda dalam menghadapi maut.
Menurut Bendel
(2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di mana berbagai cara
penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk humoral medicine dan
elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa
dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan mempunyai norma,
perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari penyembuhan
yang terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam masyarakat
Indonesia terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib.
D. Definisi Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural merupakan
istilah yang sering digunakan dalam cross-cultural atau lintas budaya,
intercultural atau antar budaya, dan multikultural atau banyak budaya
(Andrews,1999). Leininger merupakan ahli antropologi keperawatan sejak
pertengahan lima puluhan yang merencanakan bahwa transkultural nursing merupaer
mendefinisikan “transkultural Nursing"kan area formal yang harus
diaplikasikan dalam praktik keperawatan (leininger,1999;McFarland,2002).
Leininger
mendefinisikan”transkultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan
yang mana berfokus pada komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan
subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care dan nilai
sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan perkembangan ilmu
dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik
dan kultur yang universasl dalam keperawatan (Andrews and Boyle,1997: Leininger
dan McFarland,2002). Tujuan dari transkultural dalam keperawatan adalah
kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu juga untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang humanis sehingga
terbentuk praktik keperawatan sesuai dengan kultur dan universal
(leininger,1978).
E. Konsep Utama Keperawatan
Transkultural
Leininger
(2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural berasal dari hasil
penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini dipakai sebagai
pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan.
1. Human caring
merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya
bervariasi diantara culture satu tempat dengan tempat yang lainnya.
2. Caring act
dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada
individu secara utuh. Perilaku caring semestinya diberikan pada manusia sejak
lahir , masa perkembangan , masa pertumbuhan , masa pertahanan sampai dikala
meninggal.
3. Caring adalah
esensi dari keperawatan dan membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Keperawatan adalah fenomena transkultural dimana perawat
berinteraksi dengan klien, staff dan kelompok lain.
4. Identifikasi
universal dan nonuniversal kultur dan perilaku caring profesional, kepercayaan
dan praktek adalah esensi untuk menemukan epistemology dan ontology sebagai
dasar dari ilmu keperawatan.
5. Culture adalah
berkenaan dengan mempelajari, membagi dan transmisi nilai, kepercayaan norma
dan praktek kehidupan dari sebuah kelompok yang dapat terjadi tuntunan dalam
berfikir, mengambil keputusan, bertindak dan berbahasa.
6. Cultural care
berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola
ekspresi yang mana membimbing, mendukung atau memberi kesempatan individu
lain atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, meningkatkan
kondisi kehidupan atau kematian serta keterbatasan.
7. Nilai kultur
berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih tinggi atau jalan yang
diinginkan untuk bertindak atau segala sesuatu yang diketahui yang mana biasanya
bertahan dengan kultur pada periode tertentu.
8. Perbedaan
kultur dalam keperawatan adalahvariasidari pengertian pola, nilai atau simbol
dari perawatan,kesehatan atau untuk meningkatkan kondisi manusia, jalan
kehidupan atau untuk kematian.
9. Culture care universality berkenaan
dengan hal umum, merupakan bentuk dari pemahaman terhadap pola, nilai atau
simbol dari perawatanyang mana kiltur mempengaruhi kesehatan atau memperbaiki
kondisi manusia.
10. Etnosentris
adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki, kepercayaan dan prakteknya
lebih tinggi untuk kultur yang lain.
11. Cultural
imposition berkenaan dengan kecendrungantenaga kesehatan untuk memaksakan
kepercayaan, praktik dan nilai diatas kultur lain karena mereka percaya bahwa
ide mereka lebih tinggi dari pada kelompok lain.
F. Konsep Sehat Sakit Menurut Budaya
Masyarakat
Sehat sebagai suatu keadaan sempurna
baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan social seseorang. Cara hidup dan
gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai
macam penyakit, selain itu hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan
penyakit. Penyebabnya bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit
akibat pengaruh lingkungan, makanan, kebiasaan hidup, ketidakseimbangan dalam
tubuh. Masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian, yaitu karena
pengaruh gejala alam seperti panas atau dingin terhadap tubuh manusia, makanan
yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin, supranatural seperti
roh, guna-guna, setan.
Berikut adalah contoh konsep sehat
sakit menurut masing-masing daerah, contohnya konsep sakit menurut budaya NTT,
dikatakan sakit apabila masyarakat sekitar merasakan pusing dan tidak mampu
menjalankan aktifitas. Begitu pula di daerah jawa, dikatakan sakit apabila masyarakat
sekitar tidak mampu melakukan aktifitas seperti biasanya, sedangkan dikatakan
sehat apabila masyarakat sekitar mampu berjalan, berfikir, dan dapat
menjalankan aktifitas sehari-hari tanpa ada hambatan atau kendala.
G.
Definisi Keperawatan Komunitas
Keperawatan
Komunitas adalah pelayanan keperawatan professional yang ditujukan pada
masyarakat dengan penekanan kelompok risiko tinggi dalam upaya pencapaian
derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemeliharaan dan rehabilitasi dengan menjamin keterjangkauan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien sebagai mitra dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan keperawatan (CHS, 1997).
Asuhan keperawatan komunitas
langsung dengan fokus pemenuhan kebutuhan dasar komunitas yang terkait
kebiasaan atau perilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat
ketidakmampuan masyarakat beradaptasi terhadap lingkungan internal dan
eksternal.
H. Aplikasi Keperawatan Transkultural Dalam Keperawatan
Komunitas
Kasus:
Klien nama Ny.W,30 tahun, beragama Islam, pendidikan
terakhir SMP, pekerjaan petani, suku jawa, diagnosis medis abortus. Klien hamil
12 minggu, klien sangat mengharapkan memiliki anak. Klien mengeluh mengalami
pendarahan dan perut mulas-mulas selama 3 hari. Klien dianjurkan untuk
kuratase. Klien memeriksakan kehamilannya di dukun dan berencana akan
melahirkan di sana. Klien mendapat informasi tentang kehamilan dari mertua. Klien
masih percaya pada sihir dan hal-hal gaib, mereka percaya banyak anak banyak
rejeki dan percaya bahwa abortus merupakan perbuatan dosa. Setelah di diagnosis
abortus, klien tidak menerima dan merencanakan akan berobat ke dukun. Mereka
menganggap hal itu akibat ibunya melanggar pantangan dalam menyediakan sesaji. Hubungan
kekerabatan yang lebih dominan adalah pihak laki-laki, pola pengambilan
keputusan di pihak laki-laki. Pantangan makanan jantung pisang, gurita, dan air
kelapa sedangkan suaminya pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi.
Aturan dan kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri. Ada tabungan
yang sudah di persiapkan oleh keluarga untuk persalinan ini.
1. Pengkajian
a. Faktor
teknologi
Dari kasus diatas,
faktor teknologinya yaitu Ny W di anjurkan untuk kuratase. Alasannya yaitu
karna merupakan salah satu pilihan Ny W dalam memecahkan masalah kesehatannya.
Ny.W pergi ke dukun menggunakan motor,
berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia, tidak
mengenal alat-alat teknologi kesehatan,mempunyai pantangan menolak dilakukan
transfuse, menolak tindakan kuretase
karena bertentangan dengan
keyakinannya dan mengatakan hal tersebut berdosa. Ny W tidak pernah memeriksakan
kesehatan dan perkembangan kehamilannya di pelayanan kesehatan. Dan ini
merupakan kehamilan pertama dari Ny W dan umur kehamilannya 12 minggu.
b. Faktor
sosial dan ketertarikan keluarga
Dari kasus diatas,klien
yang bernama Ny W,berumur 30 tahun, tipe keluarganya hubungan kekerabatan yang
lebih dominan pihak laki-laki, hubungan Ny. W dengan kepala keluarga adalah
suami istri, pola pengambilan keputusan di pihak laki-laki, Ny W mendapat
informasi tentang kehamilan dari mertua.
c. Faktor
agama dan falsafah hidup
Adapun agama yang
dianut Ny W adalah islam, status pernikahannya resmi, cara pandang Ny W
terhadap penyakit yaitu di sebabkan oleh sihir dan hal-hal gaib, Ny W percaya
bahwa abortus yang dideritanya itu akibat ibunya melanggar pantangan dalam
menyediakan sesaji, dan Ny W berobat rencananya ke dukun.
d. Faktor
nilai-nilai budaya dan gaya hidup
Pantangan Ny W
yaitu memakan makanan jantung pisang,gurita dan air kelapa sedangkan suaminya
pantang memanjat pohon kelapa atau pohon yang tinggi, alasannya yaitu jika
memakan jantung pisang dapat membahayakan tinggi kehamilannya, dan jika memakan
gurita mungkin dapat menggugurkan kehamilannya karna gurita itu licin, sedangkan
air kelapa memang kehamilan usia muda tidak di perbolehkan meminum air kelapa. Dan
pada suami di larang memanjat pohon yang tinggi karena takut kehamilannya gugur
karna di ibaratkan jatuh dari pohon.
e. Faktor
kebijakan dan peraturan yang berlaku
Aturan dan
kebijakan disana diatur oleh pemuka agama dan para santri. Alasannya karena di
sana memang budayanya seperti itu, agamanya kental sehingga aturan dan
kebijakan di atur oleh pemuka agama dan para santri.
f.
Faktor ekonomi
Pekerjaan Ny W
adalah petani,serta ada tabungan yang sudah dipersiapkan oleh keluarga untuk
persalinan ini. Karena ada tabungan yang telah di persiapkan oleh keluarga
sehingga Ny W sudah agak lega dan senang untuk persiapan kelahirannya.
g. Faktor
pendidikan
Tingkat pendidikan
Ny W adalah SMP. Dan karena tingkat SMP itu di negara kita di bawah rata-rata
pendidikan yang seharusnya jadi pandangan Ny W terhadap kesehatan pun tidak
sama dengan orang yang berpendidikan tinggi sehingga dia cendrung lebih memilih
berobat ke dukun dari pada ke medis.
2. Analisa
data dan diagnosis keperawatannya
a. Analisa
data
1) Data
subyektif
a) Keluarga
mengatakan Ny W sejak 3 hari lalu mengalami pendarahan dan perut mulas-mulas.
b) Keluarga
mengatakan bahwa Ny W di diagnosis medis abortus.
c) Keluarga
mengatakan Ny W di bawa ke dukun dulu.
d) Keluarga
mengatakan bahwa Ny W akan di rencanakan melahirkan di sana.
2) Data
obyektif
a) Hasil
pemeriksaan medis,Ny W di diagnosis abortus.
b. Diagnosa
keperawatan
1) Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif(vaskuler berlebih)
2) Nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera (injury biologis)
3) Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
4) Ansietas
berhubungan dengan perubahan status kesehatan
c. Diagnosa
transkultural
1) Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur,
2) Gangguan
interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
3) Ketidak
patuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
3. Rencana
keperawatan
a. Cultural
care preservation/maintenance
1) Identifikasi
perbedaan konsep antara perawat dan Ny W tersebut
a) Perbedaan
konsep perawat dan Ny W terletak pada kepercayaan Ny W yang masih percaya pada
sihir dan hal-hal gaib.
b) Perawat
harus tenang dan tidak terburu-buru berinteraksi dengan Ny W.Perawat bisa
perlahan-lahan untuk berkomunikasi dengan Ny W.
c) Lalu
perawat bisa mendiskusikan perbedaan budaya yang dimilikinya dengan Ny W yang
masih percaya kepada dukun serta sihir dan hal-hal gaib.
b. Cultural
care accomodation/negotiation
1) Perawat
bisa menggunakan bahasa yang mudah di pahami oleh Ny W seperti bahasa
sehari-harinya.
2) Kemudian
dalam perencanaan perawatan perawat bisa melibatkan keluarga Ny W seperti
suami,ibunya atau mertua Ny W.
3) Jika
konflik tidak terselesaikan,lakukanlah negosiasi dengan Ny W berdasarkan
pengetahuan biomedis perawat tersebut.
c. Cultural
care repartening/reconstruction
1) Selanjutnya
perawat bisa memberikan kesempatan pada Ny W untuk memahami informasi yang
telah diberikan dan melakukannya.
2) Lalu
tentukan tingkat perbedaan Ny W melihat dirinya dari budaya kelompoknya sendiri.
3) Kemudian
gunakan pihak ketiga bila perlu,seperti tetangga atau kerabat dekat Ny W.
4) Dan
terjemahkan terminologi gejala Ny W tersebut ke dalam bahasa kesehatan yang
mudah dipahami Ny W dan orang tuanya.
5) Terakhir
berikan informasi pada Ny W tentang sistem pelayanan kesehatan.
Kesimpulan kasus
a. Mempertahankan
budaya yang sesuai dengan kesehatannya,dari kasus di atas yang bisa di
pertahankan adalah aturan dan kebijakan diatur oleh pemuka agama dan para
santri.
b. Membentuk
budaya baru yang sesuai dengan kesehatan,dari kasus di atas pantangan makanan
jantung pisang,gurita dan air kelapa bisa di ganti dengan yang lain,mungkin
bisa dengan sayur yang lain dan juga air kelapa bisa di ganti dengan air biasa.
c. Mengganti
budaya yang tidak sesuai dengan kesehatan dengan budaya yang baru.Dari kasus di
atas mungkin budaya berobat ke dukun bisa di ganti dengan berobat ke
medis/dokter.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Budaya bisa diartikan dari berbagai
sudut pandang. Berdasarkan wujudnya misalnya, kebudayaan dapat digolongkan
atas dua komponen utama yaitu kebudayaan material dan nonmaterial. Strategi
yang digunakan dalam melaksanakan aplikasi
keperawatan transkultural dalam adalah: Strategi I, Perlindungan/mempertahankan
budaya, Strategi II, Mengakomodasi/negoasiasi budaya, Strategi III,
Mengubah/mengganti budaya klien.
B.
Saran
Untuk seluruh teman-teman perawat,
semoga dengan adanya informasi dari makalah ini, kita menjadi lebih mampu
melakukan pengkajian keperawatan transkultural dengan cara yang benar. Perlu
diperhatikan agar mempelajari lebih dalam tentang ‘komunikasi’ agar kita lebih
baik dalam berinteraksi dengan pasien, keluarga maupun masyarakat yang menjadi
sasaran pengkajian kita.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efy. Ringkasan Materi : Unit 2 Keragaman budaya
dan perspektif transkultural dalam keperawatan.
Sudiharto.2007.Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
Pendekatan Keperawatan Transkultural .Jakarta
Akhmadi.
2011. "Konsep Keperawatan Transkultural (Madeleine Leininger)".