TRIAGE
Kata triage berasal dari bahasa Perancis trier arti harfiahnya macam (bermacam-macam dalam memilah gangguan). Dominique Larrrey, ahli bedah Napoleon Bonaparte yang pertama kali melakukan triage.
Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia, tetapi didasarkan pada kebutuhan ABC (Airway, Breathing dan Circulation).
Triage dilakukan berdasarkan pada:
a.       Airway, Breathing, Circulation.
b.      Beratnya cedera
c.       Jumlah pasien
d.      Sarana kesehatan yang tersedia
e.       Kemungkinan hidup pasien
Perawat atau penyedia layanan kesehatan akan menemukan macam-macam cara melakukan triage yang digunakan, yaitu:
a.       START: Simple Triage and Rapid Treatment
Dengan menggunakan tingkat keberhasilan hidup yang tinngi dilakukan oleh personel Rumah Sakit. Pasien digolongkan berdasarkan kemampuan mereka berjalan.
b.      Colour Coded Disaster Triage
Hitam, Merah, Kuning dan Hijau yang digunakan untuk menentukan tingkat keparahan kondisi. Dapat digunakan dan masih berhubungan dengan START.
The START plan dikembangkan oleh RS Hoag dan Newport Beach Fire Department Amerika Serikat. START memungkinkan seseorang melakukan Triage pada seseorang pasien tidak lebih dari 60 detik dengan mengevaluasi:
-          Respirasi
-          Perfusi
-          Status mental pasien
Sistem ini ideal untuk incident korban massal tetapi tidak terjadi functional collapse RS. Ini memungkinkan paramedik untuk memilah pasien mana yang perlu dievakuasi lebih dulu ke RS. Salah satu cara dengan berteriak : “ Siapa yang ingin segera diobati ikut saya”. Yang mengikuti ajakan itu berarti bahwa perfusi dan oksigenisasi otak baik dan berarti Airway, Breathing & Circulation baik. Yang tidak mengikuti ada masalah dengan Airway, Breathing, Circulation.

START dapat dengan cepat dan akurat mengkalsifikasikan pasien ke dalam empat kelompok terapi:
a.       HIJAU / kecil = Prioritas ketiga
Mereka adalah korban dengan luka ringan yang tidak memerlukan perawatan segera dan dapat dipindah. Atau korban-korban ini sering disebut sebagai “walking wounded”. Pasien ini dapat dapat ditransport dengan ambulance transport atau dengan Bus/Truk ke RS Umum, gereja, Masjid, RS Kecil. Pasien tetap diawasi oleh Paramedik/Perawat → Triage ulang.
Contoh: lecet, memar dan keseleo.
b.      KUNING / Tertunda (delayed) = Prioritas kedua
Kelompok ini termasuk yang luka-luka tidak bernahaya seperti Fraktur tulang pendek dll. Dapat di Transport ke RS yang mampu menanganinya.
Contoh: Fraktur
c.       MERAH / Segera (Immediate) = Prioritas Pertama
Semua pasien yang ada ganguan Airway, Breathing & Circulation. Termasuk pasien yang bernafas setelah Airwaynya dibebaskan, pernafasan > 30 x/mnt, capillary reffil > 2 detik, dan pasien dengan kesadaran menurun.
Contoh: pasien dengan gangguan Airway dan kesulitan bernafas.
d.      HITAM / sekarat-mati = Prioritas terendah
Korban yang tidak bisa bernafas spontan setelah dilakukan perubahan posisi kepala / airway dan pemasangan OPA, dan tidak memiliki nadi spontan.
Contoh: CK berat atau luka bakar derajat ketiga lebih dari 95% dari luas permukaan tubuh.


PROSEDUR:
Pernafasan
Menilai setiap pergerakan nafas yang adekuat setiap pasien. Jika pasien tidak bernafas, periksa objek atau benda asing yang menyebabkan obstruksi didalam mulut dan pindahkan gigi palsu. Reposisi kepala dengan menggunakan cervical collar dan pemasangan OPA.
-          Jika upaya prosedur di atas tidak memperbaiki pernafasan: HITAM
-          Jika pernafasan korban > 30 x/mnt = Merah
-          Jika pernafasan < 30 x/mnt →jangan beri kartu, nilai perfusi.
Perfusi
a.       Nilai capillary reffil pada kuku
-          Jika > 2 detik, pasien memperlihatkan tanda in-adekuat perfusi = MERAH
-          Jika < 2 detik, pasien tidak diberikan kartu sampai dinilai kesadaran pasien.
Jika kapillary reffil tidak dapat dinilai, palpasi Arteri Radialis. Jika teraba Arteri Radialis tekanan darah sistolik pasien adalah 80 MmHg.
b.      Nilai arteri radialis
-          Jika tidak teraba Arteri Radialis = MERAH
-          Jika teraba Arteri Radialis, pasien tidak diberi kartu sampai dinilai kesadaran pasien.
Kesadaran
Gunakan perintah yang mudah dimengerti seperti: “Buka dan tutup mata anda” atau “genggam tangan saya”.
-          Jika pasien tidak bisa mengikuti perintah = MERAH
-          Jika pasien dapat mengikuti perintah = KUNING.
Skenario kasus triage:
Latar belakang triage saat ini atau memilah pasien, dilakukan pada saat perang ketika diperlukan suatu kebutuhan untuk mengkategorikan pasien berdasarkan prioritas menurut beratnya cidera yang diderita dan tujuan penyelamatan pasien.
Penggunaan sistem warna adalah hal yang biasanya digunakan dalam meng-triase pasien-pasien, khususnya dalam situasi korban masal atau bencana. Sesuai dengan tambahan lampiran bencana untuk diskusi lebih lanjut.
Kategori triase sebagai berikut:
Merah             : Immediate (penanganan yang dibutuhkan adalah segera untuk
  mempertahankan nyawa).
Kuning           : delayed (cidera bukan merupakan hal yang mengancam nyawa; penanganan
  dapat ditunda untuk beberapa saat).
Hijau               : minimal atau minor (pasien memiliki cidera ringan).
Hitam             : meninggal (kemungkinan pasien meninggal karena beratnya cidera dan
  terbatasnya sumber daya).
Tujuan dari latihan skenario adalah untuk mengulas kembali prinsip-prinsip dalam manajemen korban masal dan membuat keputusan dalam melakukan triase.
Skenario kasus triase:
1.      Kecelakaan kendaraan bermotor
2.      Multiple shooting (korban massal karena tembakan).

PRIMARY SURVEY
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi diberikan berdasarkan prioritas. Tanda vital pasien harus dinilai secara cepat dan efisien. Pengelolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya terapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan sebagai berikut:
A         : Airway dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control)
B         : Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi
C         : Circulation dengan kontrol perdarahan
D         : Disability (GCS dan pemeriksaan pupil)
E          : Exposure / kontrol lingkungan
Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Penyajian primary survey di atas adalah dalam bentuk berurutan (sekuensial), sesuai dengan prioritas dan agar lebih jelas. Namun dalam praktik hal-hal di atas sering dilakukan berbarengan (simultan).
Prioritas pada anak pada dasarnya sama dengan orang dewasa. Walaupun jumlah darah, cairan, obat, ukuran anak, kehilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun prioritas penilaian dan resusitasi adalah sama seperti pada orang dewasa.
Prioritas pada orang hamil sama seperti tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologis dalam kehamilan dapat mengubah respon penderita hamil terhadap trauma.
Trauma adalah penyebab kematian nomor 5 pada usia tua. Dengan meningkatnya usia dari dewasa menjadi tua, maka penyakit kardiovaskuler dan keganasan menjadi penyebab kematian utama. Kematian pada laki-laki usia tua adalah lebih besar  dibandingkan perempuan usia tua.  Resusitasi pada usia tua memerlukan perhatian khusus, karena cadangan fisiologis penderita berkurang sebanding dengan perubahan umur. Kemampuan bertahannya orang tua terhadap trauma akan berkurang karena adanya penyakit jantung, paru-paru dan metabolik yang kronis. Penyakit penyerta seperti DM, PPOK, penyakit koroner, koagulapati, akan memeperberat keadaan.
Walaupun fakta-fakta di atas nampaknya merupakan faktor prognosis buruk, namun dengan pengelolaan yang baik, kerap kali penderita usia tua akan dapat pulih dan kembali kepada keadaan pra trauma. Resusitasi yang agresip dan pengenalan dini dari adanya penyakit penyerta serta pemberian obat-obatan akan dapat memperbaiki survival pada kelompok ini.
A.    Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
1.      Menilai patensi jalan nafas
2.      Menjaga tulang belakang dalam posisi netral dengan immobilisasi manual in-line atau dengan menggunakan cervikal collar atau dengan menggunakan gulungan selimut untuk stabilisasi.
3.      Carilah cidera yang jelas terlihat dan/atau obstruksi (sumbatan).
Tindakan:
1.      Lakukan manuver Chin lift atau Jaw Thrust.
2.      Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap (suction).
3.      Masukkan oropharingeal airway (OPA) atau nasopharyngeal airway (NPA) bila ada indikasi.
4.      Lakukan intubasi endotrakeal bila ada indikasi. Pertimbangkan penggunaan Laryngeal Mask Airway (LMA) atau Laryngeal Tube Airway (LTA) jika intubasi endotrakeal tidak dapat dilakukan.
5.      Menjaga stabilisasi tulang belakang/leher secara manual dalam melakukan prosedur intubasi.
6.      Antisipasi krikotirodotomi bila ada indikasi.
B.     Breathing dengan ventilasi dan oksigenisasi
Penilaian:
1.      Lihat dada
2.      Nilai tingkat dan kedalaman pernafasan
3.      Auskultasi bunyi nafas
4.      Auskultasi bunyi jantung
5.      Periksa ulang gerakan dinding dada bilateral
6.      Palpasi tulang dada
Tindakan:
1.      Berikan oksigen
a.       Berikan Oksigen aliran tinggi menggunakan Non Rebrething Mask (NRM).
b.      Gunakan Bag Valve Mask dengan resorvoir untuk ventilasi pasien atau untuk membantu ventilasi pasien, jika nafas tidak adekuat/cukup (20-24 x/menit).
2.      Mengurangi tension pneumothorax dengan jarum dekompresi diikuti dengan pemasangan chest tube. Tanda-tanda dan gejala Tension pneumothorax adalah gangguan pernafasan, distensi vena leher, deviasi trakea, suara nafas tidak terdengar pada sisi yang terkena dan biasanya diikuti dengan takikardi dan hipotensi.
3.      Tutup
C.    Circulation dengan kontrol perdarahan
D.    Disability
E.     Exposure / kontrol lingkungan

Sumber : Delvi Yanto, 2012

0 comments :

Post a Comment