BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Menurut data World Health Organization (WHO),
masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah
yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO menyatakan paling tidak ada satu dari
empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar
450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu,
menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara hampir 1/3 dari
penduduk di wilayah ini penah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat
dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 saja di Indonesia
diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan
kesehatan jiwa. Arul Anwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen
kesehatan) mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di
masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita
kelainan jiwa rasa cemas depresi, stress,, penyalahgunaan obat, kenakalan
remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi, gangguan kejiwaan meningkat sebagai
contoh penderita tidak hanya dari kalangan bawah sekarang kalangan pejabat dan
masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya
kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat pulih dai episode awal
dan fungsinya dapat kembali pada tingkat
premorbid sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% pasien tidak akan
pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada
diantaranya, ditandai ada kekambuhan priodik dan ketidakmampuan berfungsi
dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Mortalitas pasien skizofrenia
lebih tinggi secara signifikan daripada populasi umum. Sering terjadi bunuh
diri, gangguan fisik yang menyertai masalah penglihatan dan gigi, tekanan darah
tinggi diabetes, penyakit yang ditularkan secara seksual (Arif, 2006). Undang –
Undang Kesehatan Jiwa No. 03 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah Republik
Indonesia (RI), maka jalan lebih terbuka untuk mnghimpun semua potensi guna
secara bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta
fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mngadakan
kerjasama dengan berbagai instansi pemerintahan dan dengan bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran pemerintah maupun dengan badan
Internasional (Maramis, 2004). Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar
dan tujuan terapi, maka akan merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak
rasional seperti tidak tepat indikasi, dosis, obat dan pasien sering kali
dijumpai dalam praktik sehari – hari, baik di PUSKESMAS, rumah sakit maupun
swasta. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan
skizofrenia (Anonim, 2000).
Oleh karena itu, penulis menulis makalah ini yang akan dibahas
pada mata kuliah Psikologi Keperawatan. Skizofrenia adalah gangguan psikotik
yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan,
emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Masalah
skizofrenia an gangguan psikotik ini bukan hanya terjadi di negara Indonesia
saja, melainkan di berbagai belahan dunia lain seperti belahan bumi Barat,
Selatan dan Utara. Baiklah untuk mengetahui lebih lanjut, marilah kita sama –
sama membaca, memahami dan mengupas masalah tersebut pada makalah ini.
B.
TUJUAN
Tujuan
dari penulisan makalah ini yaitu menjelaskan perilaku abnormal yang menyangkut
skizofrenia dan ganggaun psikotik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
1.
Pengertian
Skizofrenia
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu
skhizein = spilit = pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah
gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir,
persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Skizofrenia merupakan
suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang
luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan
sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46).
Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217),
skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan
atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik
kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat
luas variasinya (Kaplan, 2000 : 407).
Skizofrenia
adalah kondisi psikologis dengan gangguan disintegrasi, depersonalisasi dan
kebelahan atau kepecahan struktur kepribadian, serta regresi akut yang parah (Kartono, 2002 :
243).
2.
Pengertian
Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi,
misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.
B.
Faktor - Faktor Penyebab Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
1.
Faktor
Penyebab Skozofrenia
Adapun faktor – faktor penyebab skozofrenia antara lain :
a. Faktor
biologis yaitu faktor gen yang melibatkan skizofrenia, obat-obatan, anak
keturunan dari ibu skizofrenia, anak kembar yang indentik ataupun frental dan
abnormalitas cara kerja otak.
b. Faktor
psikologis yaitu faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan pikiran,
keyakinan, opini yang salah, ketidakmampuan membina, mempertahankan hubungan
sosial, adanya delusi dan halusinasi yang abnormal dan gangguan afektif.
c. Faktor
lingkungan yaitu pola asuh yang cenderung skizofrenia, adopsi keluarga
skizofrenia dan tuntunan hidup yang tinggi.
d. Faktor organis yaitu ada perubahan atau kerusakkan pada sistem syaraf
sentral
juga terdapat gangguan – gangguan pada sistem kelenjar adrenalin dan piluitari
(kelenjar dibawah otak). Kadang
kala kelenjar thyroid dan adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan
oleh proses klimakterik dan gangguan menstruasi. Semua ganguan tadi menyebabkan
degenerasi pada energi fisik dan energi mentalnya.
2.
Faktor
Penyebab Gangguan Psikotik
Adapun faktor – faktor penyebab gangguan psikotik antara
lain :
a. Faktor
organo – biologik
1)
Genetik (heredity)
Adanya kromosom tertentu yang membawa sifat gangguan
jiwa (khususnya pada skizofrenia). Hal ini telah dipelajari pada penelitian
anak kembar, dimana pada anak kembar monozigot (satu sel telur) kemungkinan
terjadinya skizofrenia persentase tertinggi 86,2%, sedangkan pada anak kembar
dengan dua sel telur (heterozigot) kemungkinannya hanya 14,5%.
2) Bentuk Tubuh
(konstitusi)
Kretschmer (1925) dan Sheldon (1942), meneliti tentang
adanya hubungan antara bentuk tubuh dengan emosi, temperamen dan kepribadian (personality).
Contohnya, orang yang berbadan gemuk emosinya cendrung meledak – ledak, ia
bisa lompat kegirangan ketika mendapat hal yang menyenangkan baginya dan
sebaliknya.
3)
Terganggunya Otak Secara Organik
Contohnya, Tumor, trauma (bisa disebabkan karena gagar otak yang pernah
dialami karena kecelakaan), infeksi, gangguan vaskuler, gangguan metabolisme,
toksin dan gangguan cogenital dari otak
4) Pengaruh
Cacat Cogenital
Contohnya, Down Syndrome (mongoloid).
5) Pengaruh Neurotrasmiter
Yaitu suatu zat kimia yang terdapat di otak yang
berfungsi sebagai pengantar implus antar neuron (sel saraf) yang sangat terkait
dengan penelitian berbagai macam obat – obatan yang
bekerja pada susunan saraf.
Contohnya, perubahan aktivitas mental, emosi, dan perilaku yang disebabkan
akibat pemakaian zat psikoaktif.
b. Faktor Psikologik
1) Hubungan Intrapersonal
a) Inteligensi.
b) Keterampilan
c) Bakat dan
minat.
d) Kepribadian.
2) Hubungan Interpersonal
a) Interaksi
antara kedua orang tua dengan anaknya.
b) Orang tua
yang over protektif.
c) Orang tua
yang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri.
d) Peran ayah
dalam keluarga.
e) Persaingan
antar saudara kandung.
f) Kelahiran
anak yang tidak diharapkan.
c. Faktor Sosio
– Agama
1) Pengaruh Rasial
Contohnya, adanya pengucilan pada warga berkulit hitam di negara Eropa.
2) Golongan Minoritas
Contohnya, pengucilan terhadap seseorang atau
sekelompok orang yang menderita penyakit HIV.
3) Masalah
Nilai –
Nilai yang
Ada dalam Masyarakat.
4) Masalah Ekonomi
Contohnya, karena
selalu hidup dalam kekurangan seorang ibu menganiyaya anaknya.
5) Masalah Pekerjaan.
6) Bencana Alam.
7) Perang.
Contohnya, karena perang yang berkepanjangan seorang anak menjadi stress.
Contohnya, karena perang yang berkepanjangan seorang anak menjadi stress.
8) Faktor Agama
atau religius baik masalah intra agama ataupun inter agama.
Contoh, perasaan bingung dalam keyakinan yang dialami seorang anak karena
perbedaan keyakinan dari orang tuanya.
C.
Ciri – Ciri Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
1.
Ciri
– Ciri Skizofreni
Ciri
– ciri klinis skizofrenia antara lain :
a. Mengalami
delusi dan halusinasi.
b. Disorganisasi
dan pendaftaran afektif.
c. Pendataran
alogia, avolusi dan anhedonia.
d. Disfungsi
sosial, okupasional, tidak peduli pada perawatan diri dan persistensinya berlangsung selama enam bulan.
e. Mengalami
kesulitan dalam hubungan sosial atau masyarakat.
f. Cendrung
tidak membangun, membina, dan mempertahankan hubungan sosial.
g. Harapan
hidup yang sangat rendah, cendrung untuk bunuh diri.
h. Reaksi
emosional yangt abnormal.
i. Adanya
kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmiter.
Ciri
– ciri umum skizofrenia antara lain :
a. Gangguan
Delusi
Gangguan delusi disebut juga sebagai disorder
of thought content atau the basic characteristic of madness adalah gejala
gangguan psikotik penderita skizofrenia
yang ditandai gangguan pikiran, keyakinan kuat yang sebenarnya
misrespresentation dari keyakinannya.
Ciri
– ciri klinis dari gangguan delusi yaitu :
1) Keyakinan
yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak disertai dengan
keberadaan sebenarnya.
2) Terisolasi
secara sosial dan bersikap curiga pada orang lain.
Bentuk – bentuk delusi yang berkaitan
dengan skizofrenia yaitu :
1) Delusions
of persecution adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik
ditandai waham kebesaran, tersohor, sebagai tokoh – tokoh penting atau merasa
hebat.
2) Delusions
of persecution adalah pasien skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik
ditandai adanya waham prasangka buruk terhadap dirinya atuapun orang lain yang
tidak realitas. Merasa orang lain sangat dengki dengan dirinya.
3) Cotard’s
syndrome (somatic) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik
atau ketakuatan yang tidak real. Penderita memiliki waham bahwa kondisi
fisiknya sakit atau di bagian – bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh
yang terganggu atau sakit secara medis tidak ditemukan.
4) Cogras
syndrome yaitu penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai
adanya waham pengganti yang tidak real terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa
selain dirinya ada yang sangat sama dengan dirinya.
5) Erotomatic
adalah keyakinan penderita skizofrenia mencari membututi orang – orang tersohor
ataupun pada orang – orang yang dicintainya. Penderita merasa dirinya dicintai.
6) Jealous
yaitu keyakinan penderita skizofrenia bahwa pasangan seksualnya melakukan
selingkuh atau tidak setia pada dirinya.
b. Halusinasi
Adalah gejala gangguan psikotik penderita
skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap
dapat dilihat, didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya
tidak realitas.
Adapun
ciri – ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :
1) Tidak
memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.
2) Adanya
associative spilitting dan cognitive splitting.
Bentuk – bentuk halusinasi yang berkaitan
dengan penderita skizofrenia yaitu :
1) Halusinasi
pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita skizofrenia yang
mengalami gangguan psikotik melalui adanya pendengaran terhadap objek suara – suara
tertentu. Keadaan ini sering terjadi ketika penderita skizofrenia tida
melakukan aktivitas. Terjadi pada bagian wernicke’s area.
2) Halusinasi
pada bagian otak (brain imaging) yaitu gangguan daerah otak terutama bagian
broca’s area adalah daerah pada bagian otak yang selalu memberikan halusinasi
pada penderita skizofrenia.
c. Disorganisai
Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia
yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi
emosional dan perilaku motoriknya.
Bentuk
– bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu :
1) Tangentialty
adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk mengikuti arah
pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu
menyimpang jauh dari setiap arah pembicaraannya.
2) Loose
association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan dalaam topik
pembicaraaan. Topik dan arah pembicaraan
penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan dengan apa yang
dibicarakan.
3) Derailment
adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar dari alur
pembicaraan.
d. Pendataran
Afek
Adalah gejala gangguan psikotik dari
penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuannya dalam mengatur
antara reaksi emosional dan pola perilaku (inappropriate affect) atau afektif
yang tidak sesuai dengan perilaku. Misalnya, reaksi emosi yang tidak sesuai
dengan cara menimbun barang yang tidak lazim.
Adapun
ciri – ciri klinis pendataran afek yaitu :
1) Tidak
adanya reaksi emosional dalam komunikasi.
2) Selalu
menatap kosong dalam pandangannya.
3) Berbicara
datar tanpa ada nada pembicaraan.
e. Alogia
Adalah gejala gangguan psikotik dari
penderita skizofrenia yang ditandai dengan adanya disefisiensi dalam jumlah
atau isi pembicaraan.
Adapun
ciri – ciri klinis dari penderita alogia
yaitu :
1) Jawaban
yang diberikan penderia singakat atau pendek.
2) Cendrung
kurang tertarik untuk berbicara.
3) Lebih
banyak berdiam diri dan komonikasi yang tidak
adekuat.
4) Adanya
gangguan pikiran negatif dan berkomunikasi.
5) Kesulitan
dalam memformulasikan kata.
6) Kalimat
(kata – kata) selalu tidak sesuai dengan formulasi pikiran.
f. Avolisi
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita
skizofrenia yang ditandai ketidakmampuan memulai ataupun mempertahankan
kegiatan – kegiatan penting.
Ciri
– ciri klinis gangguan avolisi yaitu :
1) Tidak
menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupannya sehari – hari dan
tidak berminat merawat kesehatan tubuhnya.
2) Cenderung
menjadi pemalas dan kotor.
g. Anhedonia
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita
skizofrenia yang ditandai dengan ketidakadaan perasaan senang, sikap tidak
peduli terhadap kegiatan sehari – hari, cendrung tidak suka makan dan
ketidakpedulian terhadap hubungan interaksi sosial atau seks.
2.
Ciri
– Ciri Gangguan Psiotik
Adapun
ciri – ciri gangguan psikotik antara lain :
a. Memiliki
labilitas emosional.
b. Menarik diri dari interaksi sosial.
c. Tidak mmpu bekerja sesuai fungsinya.
d. Mengabaikan
penampilan dan kebersihan diri.
e. Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.
f. Berpikir
aneh, dangkal, berbicara tidak sesuai keadaan.
g. Mengalami
kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat.
h. Sulit tidur
dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh keluarganya, tetapi
pasien mesrasa sulit atau tidak bisa tidur.
i. Memiliki
keengganan melakukan segala hal, mereka berusaha untuk tidak melakukan apa – apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa
– apa.
j. Memiliki
perilaku yang aneh misalnya, mengurung diri di kamar, berbicara sendiri,
tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba – tiba
menangis, berjalan mondar – mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.
D.
Tipe Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
1.
Tipe
Skizofrenia
Tipe
skizofrenia dikelompokkan atas lima bagian yaitu :
a. Tipe
paranoid.
b. Tipe
katatonik.
c. Tipe
tak terperinci atau tak terbedakan.
d. Tipe
disorganisasi.
e. Tipe
residual.
Tipologi
Gangguan Skizofrenia
Tipe
Skizofrenia
|
Gejala
- Gejala Umum
|
Paranoid
|
1.
Gangguan
psikomotor, seperti adanya stupor, negativisme, rigiditas, postur aneh,
agitasi dan mutisme (bisu).
2.
Cenderung mengalami
waham kebesaran.
3.
Ansietas, marah dan
agumentatif.
4.
Hubungan
interpesonal menguat.
5.
Berpotensi berperilaku
agresif pada diri sendiri atau orang lain.
6.
Keterampilan
kognitif dan afektif tetap utuh.
|
Katatonik
|
1.
Gangguan
psikomotor, seperti adanya stupor, negativisme rigiditas, postur aneh,
agitasi, dan mutisme (bisu).
2.
Respon motorik
tidak lazim dalam bentuk diam dan pada posisi di tempat (waxy flexibelity) atau posisi kegiatan eksesif.
3.
Tingkah laku ganjil
dengan tubuh dan wajah yang menyeringai (grimering).
4.
Sering mengulang
atau meniru kata – kata
orang lain (echolalia).
5.
Senang meniru
gerakan oang lain (echopraxia).
6.
Catatonic immobility, yaitu gangguan perilaku motorik dimana
orang itu tetap diam tanpa bergerak dalam kurun waktu lama dengan postur
tubuh yang ganjil.
|
Tak Terbebanan
|
1.
Waham dan
halusinasi.
2.
Inkoheren.
3.
Perilaku tidak
terorganisasi yang tidak dapat digolongkan kedalam salah satu tipe.
|
Disorganisasi
|
1.
Perilaku kacau
balau, bingung ataupun ganjil yang menyebabkan gangguan berat dalam aktivitas
sehari – hari.
2.
Kurang memiliki
hubungan.
3.
Kehilangan
asosiasi.
4.
Bicara tidak
teratur.
5.
Afek datar dan tidak
sesuai.
6.
Gangguan kognitif.
|
Residual
|
1.
Minimal pernah
mengalami satu episode skizofrenik dengan gejala psikotik yang menonjol
diikuti oleh episode lain tanpa gejala psiotik.
2.
Emosi tumpul.
3.
Menarik diri dari
dunia realita.
4.
Pengalaman persepsi
tidak biasa.
5.
Perilaku eksentrik.
6.
Pemikiran tidak
ogis.
7.
Kehilangan asosiasi.
8.
Adanya delusi dan
halusinasi yang aneh –
aneh dan salah, ide –
ide yang tidak wajar, pemalas dan memiliki afek yang datar.
|
2.
Tipe Gangguan Psikotik
a.
Psikotik Akut
Perilaku
yang diperlihatkan oleh pasien yaitu :
1) Mendengar
suara – suara yang tidak ada sumbernya.
2) Keyakinan
dan ketakutan yang aneh atau tidak masuk akal.
3) Kebingungan
atau disorientasi.
4) Perubahan
perilaku menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan
berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan
tertawa serta marah – marah atau memukul tanpa alasan.
Pedoman diagnostik untuk menegakkan diagnosis
gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :
1) Halusinasi
(persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan misalnya, mendengar suara
yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya).
2) Waham
(ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh
kelompok sosial pasien), misalnya, pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh
tetangga, menerima pesan dari televisi atau merasa diamati atau diawasi oleh
orang lain.
3) Agitasi
atau perilaku aneh (bizar).
4) Pembicaraan
aneh atau kacau (disorganisasi).
5) Keadaan
emosional yang labil dan ekstrim (iritabel).
Selain diagnosis pasti, ada diagnosis banding
untuk psikotik akut ini karena dimungkinkan adanya gangguan fisik yang bisa
menimbulkan gejala psikotik.
1) Epilepsi.
2) Intoksikasi
atau putus zat karena obat atau alkohol.
3) Febris
karena infeksi.
4) Demensia
dan delirium atau keduanya.
5) Jika
gejala psikotik berulang atau kronik, kemungkinan skizofrenia dan gangguan
psikotik kronik lain.
6) Jika
terlihat gejala maniak (suasana perasaan meninggi, percepatan bicara atau
proses pikir, harga diri berlebihan), pasien mungkin sedang mengalami suatu
episode maniak.
7) Jika
suasana perasaan menurun atau sedih, pasien mungkin sedang mengalami depresi.
b.
Psikotik
Kronik
Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik
kronik data berikut merupakan perilaku utama yang secara umum ada.
1) Penarikan
diri secara sosial.
2)
Minat
atau motivasi rendah dan pengabaian diri.
3)
Gangguan
berpikir (pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh).
4)
Perilaku
aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan kebersihan.
Perilaku
lain yang dapat menyertai adalah :
1)
Kesulitan
berpikir dan berkonsentrasi.
2)
Melaporkan
bahwa individu mendengar suara – suara.
3)
Keyakinan
yang aneh dan tidak masuk akal seperti memiliki
kekuatan supranatural, merasa dikejar – kejar, merasa menjadi orang hebat atau terkenal.
4)
Keluhan
fisik yang tidak biasa atau aneh seperti merasa ada hewan atau objek yang tak
lazim di dalam tubuhnya.
5)
Bermasalah
dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran.
Beberapa kondisi yang dapat menjadi
diagnosis banding psikosis kronik diantaranya adalah :
1)
Depresi
jika ditemukan gejala depresi (suasana perasaan yang menurun atau sedih, pesimisme,
perasaan bersalah).
2)
Gangguan
bipolar jika ditemukan gejala maniak (eksitasi, suasana perasaan meningkat, penilaian
diri yang berlebihan).
3)
Intoksikasi
kronik atau putus zat karena alkohol, zat dan bahan lain (stimulansia,
halusinogenik).
4)
Efek
penggunaan zat psikoaktif atau gangguan depresif dan ansietas menyeluruh jika
berlangsung setelah satu periode abstinensia (misalnya, sekitar 4 minggu).
E. Cara Mengatasi Skizofrenia dan Gangguan
Psikotik
1)
Cara
Mengatasi Skizofrenia
a. Menciptakan kontak sosial yang baik.
b. Terapi
ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy).
c. Menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis lainnya.
d. Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau
melihat hari depan dengan rasa berani.
e. Memberi
obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalian saraf delusi, halusinasi
dan agitasi, clozapine serta olanzapine.
2)
Cara
Mengatasi Gangguan Psikotik
a.
Psikotik
Akut
Penatalaksanaan
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
psikotik akut berikut hak dan kewajibannya.
Informasi
yang perlu untuk pasien dan keluarga
1) Episode
akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi lama perjalanan penyakit
sukar diramalkan hanya dengan melihat dari satu episode akut saja.
2) Agitasi
yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat, memerlukan hospitalisasi
atau pengawasan ketat di suatu tempat yang aman. Jika pasien menolak
pengobatan, mungkin diperlukan tindakan dengan bantuan perawat kesehatan jiwa
masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
3) Menjaga
keamanan pasien dan individu yang merawatnya:
a) Keluarga
atau teman harus mendampingi pasien.
b) Kebutuhan
dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan).
c) Hati
hati agar pasien tidak mengalami cedera.
Konseling
pasien dan keluarga
1) Membantu
keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik
antara lain hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan
pasien.
2) Mendampingi
pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stresor.
3)
Memotivasi pasien agar melakukan
aktivitas sehari – hari setelah gejala membaik.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik akut :
1) Berikan
obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik, haloperidol 2 – 5 mg, 1 – 3
kali sehari, atau Chlorpromazine 100 – 200 mg 1 – 3 kali sehari.
Dosis
harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun
beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi.
2) Obat
antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk
mengendalikan agitasi akut (misalnya : lorazepam 1 – 2 mg, 1 – 3 kali sehari).
3) Obat
antipsikotik selama sekurang – kurangnya 3 bulan sesudah gejala hilang.
Apabila menemukan pasien gangguan jiwa
di rumah dengan perilaku di bawah ini, lakukan kolaborasi dengan tim untuk
mengatasinya.
a) Kekakuan
otot (distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan suntikan benzodiazepine
atau obat antiparkinson.
b) Kegelisahan
motorik berat (akatisia), bisa ditanggulangi dengan pengurangan dosis terapi
atau pemberian beta bloker.
c) Gejala
parkinson (tremor atau gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan obat
antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari).
b.
Psikotik
Kronik
Penatalaksanaan
Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarga
tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
1. Gejala
penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi).
2. Antisipasi
kekambuhan.
3. Penanganan
psikosis akut.
4. Pengobatan
yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan.
5. Perlunya
dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien.
6. Perlunya
organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi pasien dan
keluarga.
Konseling
pasien dan keluarga
1. Pengobatan
dan dukungan keluarga terhadap pasien.
2. Membantu
pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan
sehari-hari.
3. Kurangi
stress dan kontak dengan stres.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
1. Antipsikotik
yang mengurangi gejala psikotik :
a. Haloperidol
2-5 mg 1 – 3 kali sehari
b. Chlorpromazine
100-200 mg 1 – 3 kali sehari
Dosis harus serendah mungkin hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
Dosis harus serendah mungkin hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
2. Obat
anti psikotik diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan sesudah episode pertama
penyakitnya dan lebih lama sesudah episode berikutnya.
3. Obat
antipsikotik mempunyai efek jangka panjang yang disuntikkan jika pasien gagal
untuk minum obat oral.
4. Berikan
terapi untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul :
a. Kekakuan
otot (distonis dan spasme akut) yang dapat diatasi dengan obat anti parkinson
atau benzodiazepine yang disuntikkan.
b. Kegelisahan
motorik yang berat (akatisia) yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis terapi
atau pemberian beta – bloker.
c. Obat
anti Parkinson yang dapat mengatasi gejala parkinson (antara lain
trihexyphenidil 2 mg sampai 3 kali sehari, ekstrak belladonna 10 – 20 mg 3 X
sehari, diphenhydramine 50 mg 3 X sehari).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang
sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan,
emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang
ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Faktor
– faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis, psikologis, lingkungan
dan organis.
Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh faktor organo – biologik,
psikologik, sosio – agama.
Secara umum ciri – ciri skizofrenia yaitu gangguan delusi,
halusinasi, disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia. Ciri –
ciri gangguan psikotik diantaranya memiliki labilitas emosional, menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan penampilan dan
kebersihan diri, mengalami penurunan
daya ingat dan kognitif parah, mengalami
kesulitan mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan
segala hal serta memiliki perilaku yang aneh. Tipe skizofrenia
dikelompokkan menjai tipe paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak
terbedakan, residual. Untuk gangguan psikotik sendiri dikelompokkan menjadi
tipe psikotik akut dan kronik. Cara Mengatasi skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT
(electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau
melihat hari depan dengan rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik
gangguan psikotik akut maupun kronik diatasi dengan memberikan asuhan
keperawatan pada klien.
DAFTAR PUSTAKA
Pieter, Herri Zan. 2010. Pengantar Psikologi dalam Keperawatan. Medan : Kencana.