A. Pengertian Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada
peritoneum ( lapisan membran serosa rongga abdomen ) dan organ didalamnya. (
Muttaqin, Arif. 2010 ).
Peritonitis adalah peradangan yang
biasanya disebabkan oleh infeksi pada selaput rongga perut (peritoneum).
Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ-organ dalam
seperti perut dan dinding perut sebelah dalam. Peradangan
disebabkan oleh bakteri atau infeksi jamur membran ini.
Peritoneum adalah kantung dua lapis
semipermeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ yang
berada dalam rongga abdomen karena bagian ini dipersarafi dengan baik oleh
saraf somatic, stimulasi peritoneum parietal yang membatasi rongga abdomen dan
pelvis menyebabkan nyeri tajam dan terlokalisasi. Peritonitis sering disebabkan
oleh infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan
lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia
yang iritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan
peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari.
B. Etiologi dan
Patogenesis
Penyebab
terjadinya Peritonitis adalah invansi kuman bakteri ke rongga peritoneum. Kuman
yang paling sering menyebabkan infeksi , meliputi gram negative : E. coli (40%), Klebsiella pneumoniae (7%, Pseudomonas
species, Proteus species, gram negative lainnya (20%) dan bakteri gram
positif seperti Streptococcus pneumonia
(15%), jenis Streptococcus lainnya (15%)
dan golongan Staphylococcus (3%). Mikroorgnaisme
anaerob kurang dari 5% (Cholongitas, 2005).
C. Patofisiologi
Periotonitis menyebabkan penurunan
aktivitas, fibrinolitik intra-abdomen (peningkatan aktivitas inhibitor
aktivator plasminogen) dan fibrin karantina dengan pembentukan adhesi
berikutnya. Produksi eksudat fibrinosa merupakan reaksi penting pertahanan
tubuh, tetapi sejumlah besar bakteri dapat dikarantina dalam matriks fibrin.
Matriks fibrin tersebut memproteksi bakteri dan mekanisme pembersihan oleh
tubuh (van Goor, 1998).
Efek utama (penahanan vs infeksi
persisten) dari fibrin mungkin berhubungan dengan tingkat kontaminasi bakteri
peritoneal. Pada studi bakteri campursan, hewan peritonitis mengalami efek
sistemik defrinogenisasi dan kontaminasi peritoneal berat menyebabkan
peritonitis berat dengan kematian dini (<48 jam) karena sangat sepsis
(Peralta, 2006).
Reaksi awal peritoneum terhadap
invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah
(abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu
dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita
fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.
Peradangan menimbulkan akumulasi
cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan
tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.
Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon
hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan
banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia.
D. Manifestasi Kliniks
Gejala peritonitis tergantung pada
jenis dan penyebaran infeksinya. Gejala secara umum adalah muntah, hipertermi,
nyeri, terbentuk abses
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif. 2010. Gangguan
Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika